Dari Inti Menuju Cangkang
Ada sebuah pepatah Sufi, 'Hu asalnya, Hu pula turunannya'...
Tidak diragukan, asal mula atau esensi dari seseorang dan keseluruhan keberadaannya merupakan hal yang penting... Namun demikian, ketika intinya bermasalah, akan demikian pula cangkangnya!
Inti itu penting, karena jika seseorang tidak mengenal esensi dirinya, mereka akan mencari sosok Tuhan eksternal, di luar dirinya jauh di luar angkasa sana, menyimpang dari esensi 'agama' yang disingkapkan Nabi Muhammad (saw).
Agama mempunyai dua tujuan utama. Yang pertama adalah keimanan kepada Allah sedemikian rupa sehingga yang bersangkutan memahami bahwa tidak ada yang namanya Tuhan eksternal. Ini berkaitan dengan hakikatnya. Tujuan yang kedua berkenaan dengan cangkangnya atau aspek luarnya.
Agama Islam menyingkapkan sebuah sistem, meskipun para ahli teologi yang tulus nampak menyangkalnya...
Beberapa ahli teologi dan intelektual formalis yang mendekati teks-teks agama secara 'harfiah', serta yang tidak memiliki pemikiran yang sitematis dan ilmu universal yang disingkapkan sains moderen (semisal fisika quantum, realitas holografik, dan lain-lain) memandang agama sebatas hafalan dan tiru-meniru, dan masih menerangkan ide-ide yang bukan-bukan bahwa Tuhan duduk di singgasana di langit sana dan menurunkan perintah kepada nabi- nabi kurirNya di muka bumi melalui malaikat-malaikatnya! Menurut orang-orang ini, jin melakukan perjalanan beberapa kilometer ke langit dan mengambil informasi dari para malaikat, kemudian menyampaikan informasi ini ke mahluk-mahluk jasmani di muja bumi!
Jauh dari mereka yang disebut kaum berilmu, orang-orang seperti ini mewakili Muslimisme materialis yang mendasarkan pendapatnya pada ide-ide primitif lama yang telah usang dari abad- abad yang lampau. Apapun titelnya, mereka adalah para fundamentalis yang tidak memiliki kapasitas pemikiran yang sistematis.
Betapa primitifnya berpikiran bahwa ada sosok Tuhan di langit sana, dengan malaikat-malaikat utusan di bawah perintahnya, dan nabi-nabi kurir di muka bumi! Betapa kunonya berpikiran bahwa mereka yang mematuhi perintahNya akan dimasukkan ke surga, sedangkan mereka yang tidak mematuhinya akan dilempar ke api neraka sebagai hukuman!
Orang-orang ini tidak memiliki ide mengenai realitas Allah juga tidak memahami dimensi yang dirujuk sebagai 'malaikat'. Mereka tidak mengetahui bahwa konsep 'utusan' tidak ada di dalam Islam. Islam menerangkan tentang 'Risalah' dan 'Nubuwwah', yang sebenarnya mempunyai arti yang sangat berbeda dengan konsepsi umum mereka. Bahkan mereka tidak mengetahui tujuan disingkapkannya agama bagi manusia!
Mengingat semua ini, sekarang mari pusatkan perhatian kita pada 'cangkangnya'...
Orang-orang yang mengadopsi realitas kesatuan yang disingkapkan agama Islam dengan cara meniru-niru, tanpa mencerna 'sistem' yang mendasarinya, selalu terperosok kedalam konsepsi keliru berikut ini:
“Karena tidak ada Tuhan di luar sana, dan karena yang Esa yang ditunjuk oleh nama Allah adalah 'Esensi' yang dikenal dengan sifat ilmu dan kekuasaan yang mencakup realitas esensial dari seluruh wujud, tidak ada Tuhan yang perlu aku sembah! Karenanya, aku tak perlu shalat, berpuasa, melaksanakan haji, berdzikir atau bentuk amalan-amalan lainnya! Karena sekarang aku memilik kesadaran ini, aku tidak perlu melakukan hal-hal semacam itu lagi!”
Ide seperti ini sama sekali dan mutlak keliru! Itu merupakan pemikiran yang menyesatkan yang kerugiannya tak terukur![1]
Benar, esensi dari manusia dan esensi dari alam semesta adalah satu dan sama. Namun, yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya adalah komposisinya!
Meskipun dari susunan molekularnya manusia hadir dengan semua mahluk di dimensi-dimensi itu sebagai mahluk tunggal yang menyatu, dari sisi jasmani dan kesadarannya dia berdiri sendiri dan terpisah dari ciptaan lainnya, di dalam parameter-parameter yang terdefinisi oleh kondisi-kondisi tubuhnya dan tingkat kesadarannya. Dengan kata lain, wujud manusia bukan bergantung pada susunan atomik dan molekularnya, melainkan pada kesadaran yang dibentuk oleh kondisi-kondisi dimensi selularnya. Karenanya, kesatuan yang hadir pada wujud tingkat rendah tidak membentuk kehidupan di tingkat yang lebih tinggi; mutu kehidupan di setiap tingkat bergantung pada kondisinya masing-masing.
Apa artinya? Artinya, dari sudut pandang kesatuan, sebanyak apapun esensi yang mereka kenal, rasakan dan alami sebagai Realitas Tunggal, pada akhirnya, yang bersangkutan menjalani kehidupannya bergantung pada kondisi kehidupan jasmani mereka.
Berikut contohnya:
Tubuh pada intinya merupakan sebuah struktur molekular. Pada tingkatan molekul, orang tidak merasakan lapar, haus atau sakit. Namun demikian, yang bersangkutan tidak dapat mengklaim bahwa mereka tidak perlu makan atau minum, atau mengkonsumsi nutrisi dan obat jika kondisi tubuhnya terasa menurun, hanya karena mengetahui bahwa pada dasarnya mereka itu sebuah struktur molekul! Karena, tanpa menyadari realitas molekularnya, kehidupan orang terkondisikan dan dibentuk sesuai dengan dimensi selularnya.
Serupa dengan ini, sebanyak apapun pemahaman seseorang akan 'realitas' esensi universal, hidup mereka masih bergantung pada keadaan jasmani dan rohaninya!
Karenanya, agama Islam menyarankan amalan-amalan yang difardukan yang dikenal sebagai 'shalat'. Bukan untuk menyembah Tuhan di langit sana, melainkan untuk mencapai realitas esensi kita dan mewujudkan potensi tak hingga di dalam esensi kita melalui otak dan mengu nggahnya ke ruh.
Gelombang-gelombang energi yang dihasilkan otak melalui doa-doa perlindungan membentuk perisai magnetik di sekitar orang yang mengamalkannya! Doa mengaktifkan kekuatan pelindung malaikati di dalam esensi pengamalnya. Manusia bukanlah satu-satunya spesies di alam semesta! Manusia membutuhkan perlindungan! Kita mesti memahami ini!
Jika Anda gagal menjalankan amalan-amalan ini, kombinasi-kombinasi energi ekspansi yang diperlukan tidak akan teraktivasi di dalam otak Anda, dan karenanya cahaya ilmu (nur) atau energi yang dihasilkan tidak akan diunggah ke ruh An da. Sebagai akibatnya, ketika Anda merasakan kematian dan meninggalkan tubuh fisik Anda, tubuh rohani anda tidak memiliki kekuatan-kekuatan yang diperlukan di dalam dimensi berikutnya. Karena pada titik perpisahan ini, Anda tidak lagi memiliki sarana untuk menghasilkan kekuatan ini, disebabkan tidak adanya otak fisik, selamanya Anda akan merasakan penderitaan dan sakit dari ketiadaannya. Anda melempar diri Anda sendiri kedalam api neraka.
Allah tidak pernah menghukum hambaNya. Setiap orang akan menjalani akibat-akibat dari perbuatannya sendiri.
Kita mesti memahami realitas ini dengan baik...[2]
7 Januari 2003
Raleigh – NC, USA