Kematian
Sayangnya, kebenaran mengenai kematian hanya sedikit yang diketahui. Umumnya dipahami sebagai suatu akhir, padahal kematian hanyalah peralihan dari dunia material ke duniia eteral. Proses perubahan bentuk!
Ketika seseorang meninggal dunia, dia meninggalkan tubuh fisiknya dan melanjutkan hidupnya di alam kubur atau di luar kubur dengan tubuh gelombang holografiknya yang disebut ‘ruh’.
Al-Qur’an mmengatakan, “Setiap mahluk (kesadaran individu) akan merasakan kematian.”
Ketika otak berhenti berfungsi, energi bioelektrikal yang dipasokkan ke tubuh berhenti. Artinya, energi elektromagnetik yang menghubungkan ruh dengan tubuh lenyap, karenanya melepaskan ruh untuk bergerak menuju kehidupan lepas. Demikianlah halnya kematian.
Karena semua aktivitas yang terjadi di dalam otak seseorang selama kehidupannya diunggah ke tubuh gelombang holografik, seperti halnya gelombang-gelombang TV yang diunggah dengan gelombang audio dan visual, ruh akan pindah ke fase kehidupan berikutnya tanpa merasakan perbedaan apapun di dalam dirinya. Jadi, orang tersebut akan merasa seolah hidup dan nyata di dalam tubuh rohaninya seperti ketika berada di dalam tubuh biologinya. Hanya ada satu perbedaan, meskipun merasa hidup dan sadar, namun tidak dapat menggerakkan tubuh fisiknya. Rasanya seperti lumpuh! Walaupun dapat melihat dan mendengar segala hal yang terjadi di sekitarnya, dia tidak akan mampu untuk berhubungan dengan apa yang ada di sekitarnya.
Inilah apa yang disampaikan oleh Ibrahim Haqqi Erzurumi mengenai peristiwa kematian melalui lisannya Nabi Muhammad (saw):
Orang yang meninggal dunia mengetahui siapa yang memandikan dan mengafaninya, siapa yang menghadiri pemakaman dan mendoakannya, siapa yang meletakkan jasadnya ke dalam kubur dan membacakan talkin (pembacaan doa-doa tertentu segera setelah mayat selesai dikuburkan). Jangan berteriak dan berduka di dekat orang yang meninggal karena itu akan menyiksa dia, karena orang yang meninggal dapat mendengar dan melihat sepenuhnya apa yang terjadi di sekitarnya.
Berikut ini Sahih Bukhari Hadith yang diriwayatkan oleh Abu Talha (ra):
Pada hari Badar, Rasulullah (saw) memerintahkan untuk melemparkan duapuluh empat mayat pemimpin Quraisy ke sumur-sumur Badar yang kering dan kotor. Merupakan kebiasaan Rasulullah (saw) jika beliau menaklukkan suku musuh untuk tinggal di medan tempur selama tiga malam. Maka, pada hari ke tiga perang Badar, dia memerintahkan agar unta-betina beliau dipasang pelananya, dan mulai berangkat, dan para sahabat mengikuti beliau sambil bercakap di antara mereka. “Pasti Rasulullah sedang menuju ke tujuan yang besar.” Ketika beliau berhenti di sisi sumur itu, beliau menyapa mayat-mayat kafir Quraisy dengan nama mereka dan nama bapak-bapak mereka, "Hai fulan bin fulan, hai fulan bin fulan! Akankah kalian bergembira seandainya kalian telah mematuhi Allah dan RasulNya? Kami mendapati bahwa janji Rabb kami kepada kami benar. Apakah kalian pun mendapati bahwa yang Rabb kalian janjikan kepada kalian benar? Umar berkata, “Ya Rasulullah! Anda berbicara kepada tubuh-tubuh yang tidak berjiwa!” Rasulullah berkata, “Demi dia yang ditangannya jiwa Muhammad, kalian tidak mendengar perkataanku lebih baik dibanding mereka.”
Dapat kita lihat bahwa Rasulullah (saw) membuat koreksi terhadap pemahaman yang keliru bahwa manusia dikubur dalam keadaan mati kemudian dihidupkan kembali pada Hari Kiamat. Sesungguhnya, orang-orang yang dikubur tidak berkurang kesadarannya dan hidup seperti halnya ketika di dunia, dan mereka dapat mendengar segala sesuatu yang dibicarakan di sekitar mereka seperti halnya ketika mereka belum dikubur.
"Ketika khalifah Utsman (ra) berdiri di depan kuburan, beliau menangis hingga janggutnya basah. Ketika beliau ditanya, ‘Anda telah melihat pertempuran dan kematian tanpa air ata, sedangkan Anda menangis untuk ini?’ Beliau berkata: ‘Kuburan adalah tempat tinggal pertama di akhirat. Barangsiapa selamat darinya, maka yang berikutnya akan lebih mudah; barangsiapa tidak selamat darinya, maka yang selanjutnya akan lebih sukar. Nabi kita berkata: “Aku belum pernah melihat apapun yang lebih menakutkan dibanding kuburan.”’”
Ketika Sa’d bin Muadz (ra), salah seorang pejuang dan syahid Islam terbesar dikuburkan, Rasulullah (saw) berkata di dekat kuburnya:
“Inilah seorang hamba yang soleh yang baginya Singgasana bergetar dan baginya gerbang surga terbuka lebar dan yang pemakamannya disaksikan 70.000 malaikat yang tidak pernah turun ke bumi hingga hari itu. Sekiranya ada manusia yang selamat dari himpitan kubur, tentulah dia itu Sa’d. Karena maqam yang tinggi yang telah dia capai, dia dilepaskan dengan cepat, begitulah!”
Pikirkanlah tentang ini, jika orang yang bersangkutan tidak sadar, dapatkah kita berbicara mengenai bentuk penderitaan apapun?
Rasulullah (saw) ditanya:
“Ya Rasul, siapakah di antara orang-orang yang beriman yang lebih cerdas dan lebih sadar?”
Beliau berkata, “Mereka yang sering mengingat kematian dan bersungguh-sungguh menyiapkan diri untuk kehidupan akhirat, merekalah yang paling cakap dan paling sadar...”
Di tempat lain, beliau mengatakan, “Orang yang paling sadar dan paling waskita adalah dia yang menundukkan egonya kepada hukum-hukum ilahiah dan menyibukkan diri dengan kegiatan yang akan bermanfaat bagi dirinya di masa depan. Orang yang lemah adalah orang yang yang mengikuti egonya kemudian sangat berharap akan pahala dari Allah!”
Ibn Mas’ud (ra) meriwayatkan:
Saya mendengar Rasulullah (saw) mengatakan, “Sesungguhnya para pendosa akan tertimpa banyak penderitaan di dalam kubur sehingga binatang-binatang akan mendengar jeritan mereka.”
Abu Said al Hudri meriwayatkan dari Rasulullah (saw):
Sembilanpuluh sembilan naga akan menyerang orang yang ingkar di dalam kuburnya hingga hari Kiamat. Jika salah satu dari mereka meraung kepada bumi, tidak satu pohon pun akan bisa tumbuh lagi!”
Ibn Umar (ra) meriwayatkan:
Apabila salah satu dari kalian meninggal, baik dia dari golongan penghuni surga ataupun neraka, akan ditunjukkan kepadanya tempatnya di pagi hari dan malam hari dan dikatakan kepadanya, “Inilah tempat tinggalmu, hingga kebangkitanmu pada Hari Kiamat, di sinilah kamu akan tinggal.”
Perhatikanlah bahwa dalam kalimat pengakuan iman (Amantu), kita mengatakan “Dan kami beriman dengan kebangkitan setelah KEMATIAN” bukannya “setelah KIAMAT”! Sungguh, kebangkitan kembali terjadi segera setelah kematian, bukannya setelah kiamat. Kita hidup di dunia ini dengan tubuh biologis dan tubuh ruh yang dihasilkannya.
Imam Ghazali, ulama Islam dan guru Sufi terkenal mengatakan hal berikut dalam kitabnya “Sembilanpuluh sembilan Nama Allah” di bawah nama “Al-Baits”.
Kebanyakan orang mengenalnya (kebangkitan) hanya dalam istilah anggapan umum dan khayalan yang samar. Pemahaman mereka yang utama dalam perkara ini terletak pada imajinasi mereka bahwa kematian berarti lenyapnya diri, (dan bahwa kebangkitan berarti kembali mewujud setelah lenyap dari keberadaan) sebagaimana halnya penciptaan pertama.
Tapi pemikiran mereka bahwa kematian itu (setara) dengan lenyapnya diri adalah keliru, dan pemikiran mereka bahwa (tindakan) kedua yang mengembalikan wujud mereka seperti penciptaan awal mereka (juga)) keliru.
Adapun pemikiran bahwa kematian adalah lenyapnya diri tidaklah absah. Kuburan adalah lubang api (Neraka) atau salah satu tempat tinggal dari taman-taman Surga.
Penglihatan batin sang guru menunjukkan bahwa manusia diciptakan untuk kehidupan kekal dan tidak ada yang namanya lenyap diri ketika kematian. Benar, kebebasan bertindak pada satu ketika mungkin diputus dari tubuh, maka dikatakan, “Dia telah meninggal”; pada waktu yang lain ia dikembalikan kepada tubuhnya dan dikatakan, “Dia hidup dan dibangkitkan.”
Adapun pemikiran mereka bahwa kebangkitan kembali merupakan penciptaan yang ke dua seperti halnya penciptaan pertama, hal itu tidak benar. Kebangkitan kembali itu adalah formasi (peralihan bentuk) yang lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan pembentukan yang pertama. Bagi manusia ada banyak peralihan bentuk (kebangkitan), bukan hanya dua.”[1]
Ketika kematian dirasakan, tubuh material terurai dan orang yang bersangkutan dibangkitkan dengan tubuh rohaninya yang dengannya dia melanjutkan hidupnya hingga hari kiamat.
Kemudian, selama peristiwa yang kita sebut sebagai kiamat, yakni hancurnya Bumi karena panas matahari, dia akan dibangkitkan kembali.
Kemudian, bergantung kepada tempat tujuan yang mesti ditempatinya, dia akan mengalami bentuk kebangkitan yang lain.
Apakah kita akan merasa sadar dan waspada seperti sekarang ini jika kita berada di dalam kubur kita?
Abdullah bin Umar (ra) menjawabnya sebagai berikut:
Hazrat Umar (ra) bertanya kepada Rasulullah (saw), “Ya Rasulullah, apakah kita akan merasa sadar ketika kita di dalam kubur?”
“Seperti halnya engkau sekarang ini” jawab beliau.
Jadi, bagaimana seseorang yang merasakan kematian kemudian di tempatkan di dalam kubur akan merasakan dengan sadar dan waspada sedangkan tubuhnya sama sekali tidak aktif?
Mari kita dengar jawabannya dari Anas (ra):
Rasulullah (saw) berkata: “Ketika seorang hamba ditempatkan di dalam kubur, dia akan mendengar langkah yang menjauh, dan dua malaikat akan muncul di hadapannya, mereka akan membuatnya duduk dan bertanya kepadanya:
“Apa pendapatmu tentang laki-laki yang bernama Muhammad?”
Jika dia seorang mumin, dia akan menjawab, “Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah.”
Kemudian mereka akan mengatakan, “Lihatlah tempatmu di neraka. Allah telah menggantinya dengan tempat ini di surga.” Setelah itu dia akan melihat kedua tempatnya itu yang di neraka dan di surga.
Jika dia seorang yang tidak beriman dia akan mengatakan, “Aku tidak memiliki pengetahuan yang pasti. Aku hanya mengetahui apa yang aku dengar dari oorang lain.”
Akan dikatakan kepadanya, “Kamu gagal untuk mengenal dan mengetahuinya”. Dia akan di palu dengan keras sehingga segala sesuatu selain manusia dan jin akan mendengar jeritannya”
Mari akhiri topik ini dengan hadits berikut:
“Menangis dan berduka cita atas orang yang meninggal menyebabkan derita bagi orang yang meninggal.”
Banyak peringatan seperti ini di dalam kitab-kitab hadits. Semuanya mengarah kepada kesimpulan yang sama:
Orang tersebut tidaklah mati, dia hanya merasakan kematian. Dengan kata lain, kematian adalah hal yang dialami ketika seseorang berubah dimensi kehidupannya. Jadi, meskipun tubuh biologis menjadi tidak aktif, kesadaran tidaklah hilang, akan berlanjut hingga hari kiamat, dan selama itu tubuh baru terbentuk.
Sekarang, mari kita lihat secara singkat apa yang terjadi setelah kematian.
Setelah kematian dialami, orang yang bersangkutan masih melihat dunia sekitarnya untuk beberapa lama, dia mendengar dan melihat segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya namun tidak bisa merespons atau berhubungan dengan cara apapun, seperti dalam keadaan lumpuh.
Kemudian tiba lah saatnya untuk memandikan mayat. Mengapa mayat dimandikan?
Kebijakan di balik memandikan mayat menurut pemahaman saya adalah untuk memasok perkuatan bioelektrikal kepada tubuh melalui osmosis, karena tubuh masih melanjutkan hidupnya di tingkat sel untuk beberapa lama setelah kematian. Karenanya, orang tersebut bisa terus berhubungan dengan dunia untuk waktu yang sedikit lebih lama.
Periode di antara titik kematian hingga tempat berkumpul (Mahsyar) disebut sebagai Dimensi Antara (Barzakh). Kehidupan setelah kematian terbagi menjadi tiga tahapan:
- Kehidupan di dalam kubur
- Kehidupan di Alam Kubur
- Kehidupan Dimensi Antara (Barzakh)
Kehidupan Di Dalam Kubur:
Ini berawal segera setelah titik kematian dengan kebangkitan tubuh gelombang holografik (ruh) dan berlanjut hingga akhir pemakaman. Ini serupa dengan proses tertidur ketika kita berbaring di tempat tidur. Pada awalnya kita masih sadar dan melihat segala sesuatu yang terjadi dan tidak lama kemudian tertidur dan bermimpi. Serupa dengan itu, orang yang meninggal juga mengalami periode transisi menuju kehidupan Alam Kubur. Selama ini, dua malaikat penghisab muncul dan bertanya kepadanya siapa Rabb-nya, siapa Nabi-nya dan apa Kitabnya... Perlu Anda perhatikan bahwa tidak seorang pun akan ditanya apa madzhab atau tarekat mereka! Orang-orang yang mengklaim demikian jelas tidak memiliki ilmu agama karena tidak disebutkan di bagian manapun dari al-Qur’an atau Hadits bahwa orang yang bersangkutan akan ditanya mengenai madzhab atau tarekatnya. Pemikiran demikian terbentuk setelah zaman Rasulullah (saw) dan tidak memiliki validitas di alam antara.
Setelah melalui pertanyaan ini, orang tersebut akan pindah ke Alam Kubur atau ke Dimensi Antara. Apa perbedaannya?
Alam Kubur:
Ini sangat mirip dengan keadaan ketika sedang bermimpi dimana orang yang bersangkutan tidak menyadari bahwa dirinya dalam keadaan bermimpi sehingga menilai segalanya berdasarkan pandangan-pandangan dan ukuran-ukuran duniawinya. Sebagaimana dia melihat dunia sebagai hal yang nyata dalam hidupnya, dia akan melihat alam kubur juga sebagai hal yang nyata. Ini bisa sebagai pengalaman seperti di surga, melihat mimpi-mimpi yang damai dan menyenangkan silih berganti, atau seperti neraka melihat mimpi-mimpi buruk yang sangat menakutkan yang menyebabkan rasa sakit dan penderitaan. Inilah apa yang dirujuk hadits bahwa “Kuburan akan berupa taman surga atau lubang neraka.”
Keadaan ini akan berlanjut hingga hari kiamat.
Dimensi Antara
Orang-orang yang mati syahid di jalan Allah, para wali dan Nabi yang telah ‘mati sebelum ajal’ akan melanjutkan hidup mereka dengan tubuh rohani mereka, terbebas dari batasan kehidupan kubur.
Di dalam dimensi antara, para syuhada, para wali dan Nabi dapat bergerak bebas dan berhubungan satu dengan lainnya bergantung pada maqam yang telah mereka capai.
Di dalam dimensi antara juga ada hirarki yang dengannya para penghuninya diatur. Saya telah menjelaskannya secara rinci di dalam buku Misteri Manusia.
Para wali pada Dimensi Antara yang telah mencapai maqam penaklukan-diri (fath) bahkan dapat berhubungan dengan manusia di dunia.
Para wali yang telah mencapai penyingkapan namun belum mencapai maqam penaklukan-diri, di sisi lain, tidak akan bisa berhubungan dengan manusia di dunia meskipun telah terbebas dalam segala hal yang lain.
Informasi yang lebih jauh mengenai penyingkapan (kasyf) dan penaklukan-diri (fath) dapat Anda temukan dalam artikel Kekuatan Doa.
Ringkasnya, demikianlah rupa kehidupan yang menanti kita setelah kematian!
Ahmed Hulusi-1999
[1] Sembilanpuluh sembilan Nama Tuhan di dalam Islam, diterjemahkan oleh Robert Charles Stade, hal 46-47 http://www.ghazali.org/books/Ghazali-99-Name-of-God.pdf