Orang-orang yang masuk surga akan awet-muda. Hubungan kekerabatan seperti orang-tua dengan anak, saudara laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan perempuan tidak berlaku. Setiap orang di sana berusia sama. Orang-orang dengan tingkat kekuasaan dan ilmu yang sama akan berkumpul bersama, sedangkan mereka dengan perolehan ilmu dan energi yang lebih rendah akan tinggal di lingkungannya sendiri.
Mungkin saja seseorang yang sangat dekat dengan Anda di dunia ini akan berada sangat jauh dari Anda di kehidupan yang akan datang. Tanpa memandang bagaimana kehidupan Anda sehari sebelumnya, lupa akan apa yang dimimpikan malam sebelumnya, ketika Anda bangun di pagi hari, terutama setelah beberapa jam, apa maknanya bagi anda? Apakah hal itu memiliki validitas? Kemarin adalah kemarin; malam kemarin kini telah berlalu. Jika dulu Anda sedang disiksa di dalam ruang penjara kemudian tertidur dan bermimpi indah, apa arti mimpi itu ketika Anda dalam keadaan terjaga?
Ketika Anda menutup mata terhadap dunia material ini dan membuka mata Anda kepada kehidupan yang akan datang, apa arti dari kehidupan dunia ini selain sebagai mimpi? Sungguh, kita akan seperti baru bangun dari sebuah tidur yang lelap, dan kehidupan dunia ini dan segala sesuatu yang disaksikan di sini tidak akan berarti apapun, kita hanya akan menghadapi kondisi lingkungan yang kita hadapi!
Maka perhatian kita yang terbesar mestinya bukan untuk hal-hal yang akan kita tinggalkan, melainkan untuk hal-hal yang akan kita perlukan di kehidupan setelah kematian. Apa yang kita tanam pada ruh-ruh kita di ladang dunia ini adalah apa yang akan kita petik dalam kehidupan setelah kematian!
Jika dalam kehidupan duniawi ini kita gagal mengenal dan menggunakan fitur-fitur dan potensi agung yang dianugerahkan kepada kita, setelah merasakan kematian kita akan kehilangan kesempatan ini selama-lamanya. Banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang menegaskan hal ini:
“Apabila kematian mendatangi salah seorang dari mereka, dia berkata, ‘Rabb-ku, kembalikanlah aku (ke kehidupan duniawi) agar aku dapat mengerjakan kebaikan yang telah aku tinggalkan (kehidupan dengan keimanan yang tidak aku acuhkan dan anggap penting; potensi yang tidak aku gunakan dan aktifkan).’
Tidak! (Mustahil untuk kembali!) Perkataannya tidak berlaku! (Permintaannya tidak dikenal di dalam sistem ini) dan di belakang mereka ada dinding penghalang (isthmus, perbedaan dimensi) hingga Hari ketika mereka dibangkitkan (mereka tidak bisa kembali; reinkarnasi, lahir kembali ke dunia adalah hal yang mustahil!).” (Al-Qur’an 23:99-100)
“Sekiranya kamu bisa melihat ketika mereka dihadapkan kepada api itu (penderitaan) betapa mereka berkata ‘Oh, andai saja kami bisa kembali (kepada kehidupan biologis di muka bumi; karena kehidupan biologis dibutuhkan untuk mengaktifkan daya-daya di dalam otak) dan tidak mengingkari isyarat-isyarat Rabb kami (fitur-fitur dan potensi intrinsik agung kami yang berasal dari Nama-nama yang menyusun realitas esensial kami) dan termasuk orang-orang yang beriman,’
Tapi apa yang mereka sembunyikan sebelum ini (ilmu mengenai realitas yang telah diberikan kepada mereka) kini menjadi jelas bagi mereka. Bahkan seandainya mereka dikembalikan, mereka akan kembali kepada hal-hal yang telah dilarang bagi mereka, sungguh mereka adalah para pendusta.
Dan mereka mengatakan, ‘Tidak ada kehidupan lain kecuali kehidupan duniawi, dan kami tidak akan dibangkitkan.’
Seandainya kamu bisa melihat ketika mereka dihadapkan dihadapan Rabb mereka (ketika mereka mengenal dan sadar akan potensi-potensi Nama-nama di dalam realitas diri mereka). Dia akan berkata, ‘Bukankah ini Realitasnya?’ Mereka akan berkata, ‘Benar, ya Rabb kami.’ Kemudian Dia akan berkata, ‘Maka rasakanlah sekarang penderitaan yang sangat karena mengingkari ilmu mengenai realitas.’” (Al-Qur’an 6:27-30)
Tapi apa sebenarnya realitas kematian itu?