Ijinkan saya menerangkan dengan sebuah contoh mengapa demikian:
Bayangkan Anda memiliki nama alias yang melaluinya Anda menunjukkan ketrampilan yang berbeda. Kepunyaan siapakah ketrampilan dan atribut itu? Kepunyaan Anda. Tapi, siapakah Anda? Anda adalah mahluk hidup sadar yang cerdas dengan kehendak dan kapasitas untuk mewujudkan fitur-fitur Anda mengeluarkannya dari potensi kepada tindakan-tindakan nyata yang teraba. Jadi, jika saya mesti bertanya kepunyaan siapakah semua fitur-fitur ini, Anda akan mengatakan kepunyaan saya, tapi siapakah orang yang mengaku saya ini?
Pada titik ini, Anda mesti mundur ke belakang! Layaknya seperti ketika Anda meregangkan benda elastik, Anda hanya dapat meregangkannya sebatas maksimalnya sebelum kemudian mengerut kembali ke asalnya – pada titik tertentu Anda harus kembali kepada fitur-fitur dari saya. Karena apabila Anda berusaha menjelaskan keberadaan aktual yang ditunjuk oleh saya,Anda mesti melakukannya melalui fitur-fitur dan sifat-sifat Anda. Inilah yang oleh Sufisme dirujuk sebagai kembali dari hal Hakikat Absolut ke hal Sifat-sifat.
Maka, mustahil memikirkan dan memahami Hakikat Absolut dari Allah!
Oleh karenanya, Allah yang Esa bersaksi terhadap DiriNya sendiri atas fakta bahwa tidak ada yang lain selain Dia.
“Syahid Allahu anna Hu, la ilaha illa huwa wal malaikatu wa ulul’ilm…” (Al-Qur’an 3:18)
Yang artinya:
“Allah bersaksi bahwa Dia adalah HU, tidak ada tuhan, hanya ada HU… dan [begitu pula] kekuatan-kekuatan (potensi-potensi) dari nama-namaNya (malaikat) dan mereka yang berilmu (orang-orang yang mewujudkan ilmu)…”
Ada hal yang sangat penting yang mesti kita sadari:
Berpikiran bahwa ‘pertama-tama biarkan saya kaji dulu tentang wujud, alam semesta, ruang angkasa, dll., kemudian saya akan mengenal yang Esa yang ditunjuk oleh nama Allah’ adalah hal yang sangat keliru!
Di masa lalu, mereka biasa merujuk pendekatan retrospektif ini sebagai berangkat dari karya-seni menuju sang artis.Jalan ini terlalu panjang, berbelit-belit, berbahaya dan seperti memasuki labirin! Ketika Anda memulai perjalanan ini, hampir mustahil untuk menyelesaikannya.
Kalimat-kalimat Allah tidak ada ujungnya; demikian pula pada makna-makna yang ditunjuk oleh Nama-nama Allah!
Dan karena itu pula, tidak ada ujung bagi tindakan mengamati makna-makna ini!
Secara alami, hal ini membawa kita kepada kesimpulan bahwa tidak ada ujungnya bagi wujud!
Mengacu kepada Dzat Absolut, ujung dari wujud yang diusulkan semata bersifat relatif.
Ilmu yang mewujud atau tidak-mewujud tidak memadai untuk memungkinkan pengenalan dan penerapan realitas ini.
Ilmu luar (lahir, eksternal, material) semata mencakup semua sains dan bidang ilmu yang bergantung kepada kelima indera, termasuk sains simbiologi.
Ilmu batin (internal) mencakup segala sesuatu di luar persepsi kelima indera, yakni berupa ilmu introspektif (kajian kedalam diri) berdasarkan pada pengamatan dan temuan intrinsik. Ini pun tidak memadai untuk memungkinkan seseorang dapat mengenal Allah dengan sepantasnya dan menjalani realitas.
Menjalani dan mengalami realitas ini hanya mungkin melalui ilmu laduni (ilmu yang disingkapkan langsung dari kehadiran Allah). Karena realisasi Sifat-sifat Ilahiah hanya mungkin melalui ilmu laduni.
Dalam istilah Sufisme, tujuan utamanya adalah mengenal diri pada tingkatan Nama-nama, Sifat-sifat dan Dzat. Dan ini hanya bisa dilakukan apabila titik tujuannya dipahami dan ketentuan-ketentuannya dipenuhi.
Oleh karena itu, titik awal untuk memulainya adalah mengenal dan memahami yang Esa yang ditunjuk oleh nama Allah!
Ketika perjalanan dimulai dari Allah, dan menuju Allah, dengan Allah, maka perjalanannya menjadi semakin pendek!
Kesimpulannya, masalah yang pokok bukanlah mencapai Allah melalui mahluk (ciptaan), melainkan mengenal yang Esa yang ditunjuk sebagai Allah dan mengamati mahluk dengan pandangannNya. Jika tidak, kita akan menghabiskan hidup kita berputar-putar di sekitar mahluk, terhijab dan tak mampu melewati tirai-tirai yang menyembunyikan realitas!
Semoga Allah memungkinkan kita untuk tetap terlibat dalam perenungan, terbebaskan dari asumsi-asumsi, bisa mencapai realitas, dan mampu merealisasikan realitas dan fitur-fitur ilahiah intrinsik kita.
AHMED HULUSI
14 November 1989
Antalya