Tindakan Lebih Lantang Dibanding Kata-Kata!
Baik Allah maupun Nabi Muhammad (saw) tidak membutuhkan keimanan ataupun doa-doa Anda!
Bayangkan sebuah kapal laut, yang sedang mengarungi samudera, penuh dengan penumpang… Tiba-tiba, kapal itu menubruk bongkahan es dan mulai tenggelam. Kapten kapal membuat pengumuman bahwa perahu sedang tenggelam dan meminta mereka mengenakan rompi penyelamat atau menggunakan ban penyelamat. Ketika kebanyakan orang mengindahkan pengumuman ini dan bersegera mencari keselamatan, seorang laki-laki berkata: ‘Aku percaya kepada kapten kapal. Aku cinta kapten kapal!’ namun tidak bertindak apapun untuk mendapatkan rompi penyelamat ataupun ban-penyelamat. Ketika kapalnya tenggelam, seperti yang lainnya, dia mendapati dirinya di dalam air. Tapi tidak seperti yang lainnya, dia mulai berjuang lalu tenggelam, dengan berteriak kepada samudera: ‘Jangan tenggelamkan aku samudera! Aku percaya kepada sang kapten! Aku mencintai sang kapten!’
Jika sang samudera dapat berbicara, ia mungkin akan mengatakan, ‘Jika engkau benar-benar percaya kepada kapten, engkau tentu akan mengindahkan pesannya dan mengenakan rompi penyelamat! Bukannya kepercayaan kepada sang kapten yang akan bermanfaat bagimu di sini, melainkan dengan mengikuti perintah-perintahnya. Semata mempercayai sang kapten hanya baik bagimu ketika engkau berada di atas kapal. Di luar sini, engkau hanya menjalani akibat dari tindakan-tindakanmu, atau kelalaianmu! Engkau mempercayainya ataupun tidak tak berarti apa-apa pada saat ini!’
Serupa dengan ini, banyak orang menghabiskan masa hidup mereka dengan mengatakan ‘Aku beriman kepada Allah, aku beriman kepada Rasulullah’ namun tidak melakukan apapun untuk mengindahkan pesan mereka! Bahkan, mereka sama sekali tidak merasa perlu untuk menyelidikinya!
Hanya mengatakan ‘Aku beriman’ bukanlah hal yang diminta kepada kita. Baik Allah ataupun Nabi Muhammad (saw) tidak memerlukan siapapun untuk mengimani mereka!
Itu diperlukan untuk meraih daya-kekuatan sehingga menjalankan amalan-amalan yang dinasihatkan oleh Nabi Muhammad (saw) agar kita terhindar dari ujian dan siksaan yang menanti kita di akhirat.
Sesungguhnya, jika kita beriman kepada Rasulullah (saw), dan karenanya mengikuti perintah-perintahnya dalam merealisasikan potensi-potensi intrinsik kita, kita bisa selamat dari suasana (lingkungan) yang dikenal sebagai Neraka.
Tapi, sebesar apapun pengakuan keimanan kita, jika kita gagal menapaki jalan yang ditunjukkan oleh Rasul Allah, maka derita api neraka tidak dapat dihindari, karena kita telah gagal dalam meraih apa yang diperlukan untuk menyempurnakan peralihan.
“[Di kehidupan yang akan datang] setiap orang akan memiliki derajat masing-masing sesuai dengan amal perbuatannya, agar Dia membalasi mereka dengan sepenuhnya atas prestasi mereka, dan mereka tidak akan dizalimi.” (Al-Qur’an 46:19)
“Ini adalah akibat dari perbuatan kedua tangan kalian. Sungguh, Allah tidak pernah menzalimi hamba-hamba[Nya].” (Al-Qur’an 22:10)
Oleh karena itu, jangan menzalimi diri Anda sendiri dengan membuang-buang modal otak, energi, dan kehidupan untuk hal yang tidak memberi arti apapun setelah kematian!
Ayat “Allah tidak menyukai orang-orang yang boros” bukan merujuk kepada mereka yang membuang-buang benda duniawi di sana sini! Tapi merujuk kepada mereka yang membuang-buang jiwa mereka! Peringatan terhadap membuang-buang jiwa seseorang, atau diri, dan semua fitur dan potensi agung intrinsik dari kekhalifahan.
Banyak Rasul dan Nabi yang disebut-sebut Al-Qur’an menyuarakan “Aku telah menzalimi jiwaku, aku telah menzalimi diriku sendiri” menunjukkan sejatinya realitas ini. Yakni bahwa mereka menyatakan kerisauan mereka atas kesalahan mereka sendiri karena tidak menggunakan secara selayaknya dan secukupnya fitur intrinsik kekhalifahan.
Dan akan begitu rugikah jika kita membuang-buang harta duniawi yang pada akhirnya juga akan ditinggalkan?
Sebaliknya, jika kita membuang-buang sesuatu yang akan kita perlukan untuk kehidupan abadi dan tidak akan ada lagi kesempatan untuk mendapatkannya kembali, kita benar-benar telah menzalimi diri kita sendiri yang mustahil bagi saya untuk mengungkapkan di sini betapa besarnya penyesalan yang akan diakibatkannya.