Abu Bakar Menjadi Muslim
Orang pertama yang Guru kita inginkan untuk mengungkapkan risalah beliau adalah sahabat terbaiknya Abu Bakar. Namun, pada saat itu Abu Bakar telah berangkat ke Yaman dengan kafilah dagangnya untuk perjalanan usaha. Ketika dia pergi, Guru kita menerima tugas risalahnya dan secara perlahan-lahan telah mulai menyebarkan kabar ini dan memenuhi ketentuan-ketentuannya…
Ketika Abu Bakar kembali ke Mekah, teman-teman dan tetangga-tetangganya mengunjunginya. Abu Bakar bertanya. “Ada kabar apa? Apakah telah terjadi hal penting di Mekah ketika aku pergi?”
Mereka menjawab, “Ya Abu Bakar, sesuatu yang sangat serius telah terjadi, tapi engkau tidak akan pernah menyangka apa itu…?”
Abu Bakar ingin tahu, “Apa itu gerangan? Melihat wajah kalian, pasti itu sesuatu yang penting?”
“Setelah engkau pergi, keponakan Abu Thalib, Muhammad Al-Amin mengumumkan bahwa dia adalah Rasul Allah…”
“Sungguhkah?” tanya Abu Bakar, “Apakah kalian bicara jujur?”
“Tentu saja kami jujur! Jika seandainya dia bukan sahabat dekatmu, tentu kami sudah melakukan hal yang perlu untuk mencegahnya dari omon-kosong ini, demi engkau kami menunggumu kembali agar engkau sendiri yang mengingatkan dia…”
Setelah para tamunya pergi, Abu Bakar mulai berpikir… Ketika wahyu pertama tiba, dia menyertai Muhammad menuju Waraqah bin Naufal, maka dia sudah mengetahui situasinya. Tapi pada ketika itu tugas Risalah belum diberikan kepada Muhammad…
Abu Bakar merenungkannya sepanjang malam dan pada waktu fajar tiba dia bangun dan meninggalkan rumahnya… Dia berjalan menuju rumah Guru kita. Pada saat yang bersamaan, Guru kita pun meninggalkan rumahnya dan berjalan menuju rumah Abu Bakar…
Mereka saling melihat dari kejauhan, tersenyum dan mulai berjalan dengan lebih cepat… Ketika mereka bertemu, mereka saling berpelukan dengan erat…
Jika kita ingin menunjukkan sebuah contoh tentang persahabatan yang paling erat di dalam sejarah, maka yang paling mudah adalah persahabatan di antara Abu Bakar dan Guru kita…
“Salam Abu Bakar! Selamat datang di kampung halaman!”
“Salam Muhammad! Aku baru saja mau ke rumahmu…”
“Mari kita pergi… Bagaimana dengan perjalananmu ke Yaman?”
“Tidak buruk, bahkan bisa dibilang berjalan baik… Tapi itu tidak penting. Mereka mengatakan kepadaku bahwa engkau mengumumkan risalahmu. Apa itu benar?”
“Itu benar Abu Bakar! Ketika engkau pergi, aku diberi wahyu dan dikatakan bahwa aku adalah Rasul Allah dan aku harus mengajak orang-orang menuju Allah… Jadi sekarang aku mengajakmu, apakah engkau mau menerima ajakan ini?”
“Tentu aku mau menerima! Aku sama sekali tidak ragu bahwa engkau hanya mengatakan kebenaran…”
“Maukah engkau menegaskan bahwa engkau beriman kepada keEsaan Allah dan bahwa aku adalah RasulNya?”
“Aku menerima dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan, hanya ada Allah, dan menerima dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah…”
Maka, Abu Bakar ra. telah masuk agama Islam…
Beberapa tahun kemudian ketika Guru kita mengenang awal-awal risalahnya, beliau akan mengatakan, “Ketika aku mengajak orang-orang untuk masuk agama Kebenaran, setiap orang pada awalnya akan merasa ragu dan menimbulkan kesulitan, setiap orang, kecuali Abu Bakar! Ketika aku mengajaknya kepada Islam, dia langsung menerima tanpa keraguan sedikitpun!”
Selain hadits ini, ada juga sebuah ayat di dalam Al-Qur’an dimana Allah memuji Abu Bakar:
“Adapun dia yang telah membawa Kebenaran dan membenarkannya (Hazrat Abu Bakar) mereka termasuk orang-orang yang bertaqwa (dilindungi)!”[1]
Abu Bakar menyimpan pengakuannya terhadap Islam secara rahasia untuk beberapa waktu… Akan tetapi, dia sering berbagi keindahan tentang Islam dengan orang-orang yang dia percaya dan dekat dengannya. Ketika Abu Bakar menjadi muslim, tidak seorang pun di Mekah yang menerima Islam. Meskipun demikian, pada suatu hari dia memutuskan untuk menyingkapkan identitas keIslamannya. Dia pergi ke Kabah dan secara terbuka mengerjakan shalat, kemudian dia mengerjakan shalat di depan rumahnya dan mulai membaca Al-Qur’an…
Ini membuat orang-orang Mekah marah…
Ketika Abu Bakar mengejakan shalat di depan pekarangannya dan membaca Al-Qur’an, para wanita dan anak-anak akan berkumpul mengawasi dan mendengarkannya. Keefektifan nada dan gaya bacaannya yang dalam hanya meningkatkan gejolak orang-orang Mekah dan semakin membuat mereka marah…
Akhirnya, orang-orang Mekah berkumpul dan memutuskan untuk mengirim seorang pembawa pesan kepada Abu Bakar agar mengerjakan shalatnya dan membaca Al-Qur’an di dalam rumahnya saja. Untuk beberapa waktu setelah itu, Abu Bakar mengerjakan ibadahnya di dalam rumah agar tidak membangkitkan kemarahan orang-orang Mekah lebih jauh…
Namun demikian, pada suatu hari Abu Bakar tidak bisa menahan diri untuk berbicara mengenai kemuliaan Islam kepada orang-orang yang tidak beriman di Haram Asy-Syarif… Oleh karena ini, orang-orang yang tidak beriman itu menyerang Abu Bakar dan memukulinya dengan berat. Mereka terus menendangi dia dengan panas hati meskipun dia telah jatuh ke tanah tidak sadarkan diri… Akhirnya, ketika salah seorang dari kaum keluarganya mendengar itu, dia segera memburunya ke tempat kejadian dan nyawanya terselamatkan… Mereka menyelimutinya dan membawanya pulang. Dia terbaring di ranjangnya dalam keadaan tidak sadar untuk beberapa waktu… Ketika dia mendapakan kesadarannya dan bangun, hal pertama yang dia tanyakan adalah, “Bagaimana keadaan Rasulullah? Apakah dia baik-baik saja?”
Ibunya, yang duduk di sampingnya, tidak mengetahui apapun… Maka, dia meminta ibunya untuk bertanya kepada Ummu Jamil, saudara perempuan Umar bin Khatab… Ibunya, Ummulkhair Salma, pergi kepada Ummu Jamil. Tapi karena ibunya Abu Bakar belum menjadi seorang muslim, Ummu Jamil tidak menyingkapkan informasi apapun kepadanya. Dia mengantar ibu Abu Bakar pulang. Ketika dia melihat Abu Bakar, dia sangat sedih melihatnya:
“Bagaimana bisa mereka melakukan ini kepadamu, ya Abu Bakar?”
Tapi satu-satunya yang membuat Abu Bakar khawatir adalah Rasulullah… “Bagaimana keadaan Rasulullah ya Ummu Jamil, tolong beritahu kabar tentang Rasul!” Ummu Jamil merasa ragu dan menatap kepada ibunya.
“Jangan khawatir dengan dia, pendengarannya agak kurang…” dia meyakinkan Ummu Jamil.
“Dia baik-baik saja!”
“Dimana dia sekarang?”
“Di rumah Arkam, di Shafa!”
“Jika begitu, bawa aku ke sana sekarang…”
“Ya Abu Bakar, nagaimana kami akan membawamu kepadanya di waktu begini? Semua orang ada di luar dan berkeliaran, bukankah kita akan membahayakan Rasul?” Abu Bakar membenarkan dan menunggu hingga malam hari… Saudari Umar, Ummu Jamil, telah menjadi muslim, akan tetapi Umar belum mengetahuinya…
Akhirnya, ketika hari gelap, Hazrat Abu Bakar dengan bantuan Ummu Jamil dan ibunya, Ummulkhair Salma, pergi ke bukit Shafa dimana Arkam tinggal…
Rasulullah sedang duduk bersama beberapa temannya… Ketika beliau melihat keadaan Abu Bakar, beliau melompat dari tempat duduknya untuk membantunya masuk, dan mereka saling berpelukan dengan derai air mata… Apa yang dilalui Abu Bakar membuat semua orang sangat sedih. Meskipun mengalami siksaan itu, Abu Bakar hanya berharap hal itu tidak dialami yang lainnya. Dan satu-satunya harapannya disampaikan kepada Rasulullah:
“Ya Rasulullah… Wanita tua yang menggandeng tanganku dan menolongku berjalan ini adalah ibuku. Tolong berdoa kepada Allah agar dia menjadi salah seorang yang akan dibebaskan dari neraka…”
Akankah Guru kita menolak keinginan Abu Bakar, SAHABAT terbaiknya? Mungkinkah beliau mengabaikan keinginan Abu Bakar? Abu Bakar adalah pendukung dan kekuatan terbesar beliau, teman sejatinya!
Guru kita mendoakan Ummulkhair Salma masuk agama Islam…
Abu Bakar telah sembuh, dia bekerja lebih keras dan lebih kuat di jalan Islam…
Kemudian Hazrat Utsman ra. masuk Islam… Hazrat Zubair bin Awwam ra. masuk Islam… Hazrat Abdurrahman bin Auf ra. masuk Islam… Hazrat Sa’ad bin Waqqash ra. masuk Islam… dan, Hazrat Talhah ibnu Ubaidullah masuk Islam…