Hari-Hari Haram Asy-Syarif
Kehidupan Muhammad kini seluruhnya terpusat di Haram Asy-Syarif… Dia bermain di taman-tamannya dan duduk dengan para tokoh tuanya. Ketika dewan daerah Mekah bermusyawarah pada masa itu, Muhammad akan duduk di samping kakeknya, yang menjadi ketua dewan. Tidak satu anak pun diijinkan hadir bahkan mendekat sekalipun ketika mereka melakukan rapat; mereka hanya akan mengawasi dengan kagum karpet dewan dari kejauhan.
Pada suatu musyawarah, lagi-lagi Muhammad berlari menuju Haram Asy-Syarif untuk duduk di samping kakeknya. Paman-pamannya mengulurkan tangan dan memegangi tangannya untuk mencegah beliau duduk di karpet. Abdul Muthalib segera menyela mereka dan berkata:
“Jangan ganggu anakku! Biarkan apa maunya! Dia bisa duduk dimana dia suka! Suatu hari nanti, dia akan menjadi orang besar; banyak orang akan mengagumi kedudukannya sementara banyak yang lain yang akan iri dengannya!” Dia meraih Muhammad dan mendudukkannya di pangkuannya dan dibelainya punggung beliau… Kemudian kembali kepada dewan dan berkata, “Sekarang kita bisa melanjutkan rapat kita…”
Cinta dan kasih-sayang Abdul Muthalib kepada Muhammad semakin hari semakin besar… Muhammad tidak pernah mengulang permintaannya sampai dua kali, kakek beliau dengan penuh kasih memberikan semua yang diinginkan beliau. Pada suatu hari, dia pergi ke Haram Asy-Syarif dan melihat Muhammad duduk di atas karpetnya. Bukannya memarahinya, dengan penuh cinta dan kasih-sayang dia memandang cucunya itu dan berkata:
“Lihat, betapa pantasnya dia di situ… Lihat betapa mulianya penampilan dia dari cara dia duduk!”
Ketika anak manapun akan dihukum apabila duduk di tempat orang-orang yang lebih tua… Muhammad adalah cucu kesayangan yang jadi kebanggaannya… Abdul Muthalib selalu menjaganya tetap berada di sisinya. Jika Muhammad mesti pergi kemana pun tanpa dia, dia akan mengingatkan pengasuhnya mungkin ribuan kali untuk memperhatikan dan menjaganya dengan baik.
Abdul Muthalib tidak akan mengijinkan siapapun masuk ke kamarnya ketika dia tidur kecuali Muhammad. Hanya Guru kita yang diijinkan memasuki ruangan dan membangunkannya dari tidurnya…
Enam tahun telah berlalu sejak Abrahah menguasai Yaman. Sementara itu, orang Yaman telah memulihkan diri dengan dukungan dari Iran, berjuang untuk kemerdekaan mereka. Komandan yang bertanggungjawab pada perang kemerdekaan itu adalah Saif bin Dzi Yazan, yang akhirnya membawa kemenangan bagi tanah itu, mengusir orang Abisinia dari Yaman, mengumumkan kemerdekaan, dan mengendalikan pemerintahan.
Para delegasi Arab dari berbagai suku di sekitar jazirah Arab berdatangan untuk mengucapkan selamat kepadanya. Untuk mewakili suku Quraisy, sebuah panitia yang dipimpin orang paling mulia di Mekah, Abdul Muthalib, berangkat ke Sana, ibukota Yaman…
Itu adalah sebuah kunjungan resmi ke Sana yang istimewa pada hari itu… Wewangian dan dupa yang memikat dibakar di istana yang berhiaskan berlian yang sangat berharga serta mebel yang sangat indah…