Hazrat Ali Masuk Islam
Ketika Guru kita belajar cara mengerjakan shalat langsung dari Jibril, beliau pulang dan mengajari Khadija cara berwudhu. Mereka bersama mendirikan shalat, dan karenanya, Khadijahlah orang pertama yang mendirikan shalat setelah Guru kita…
Guru kita dan Khadijah sering mengerjakan shalat di rumah. Pada suatu malam ketika mereka sedang shalat, Hazrat Ali yang ketika itu berusia 9-10 tahun melihat mereka dan bertanya, “Apa ini? Apa yang sedang kalian kerjakan?”
Guru kita menjawab, “Wahai Ali, ini adalah agama yang disukai Allah… Aku mengajakmu untuk beriman kepada Allah, yang Ahad, dan menghindari berhala-berhala Latta dan Uzza yang tidak membahayakan ataupun memberi manfaat kepada siapapun…”
Ali berpikir beberapa saat dan berkata, “Aku belum pernah mendengar agama ini sebelumnya… Ijinkan aku bertanya kepada ayahku, setelah itu akan kuberitahukan apa keputusanku…”
Bagaimanapun juga, Guru kita belum menyampaikan peristiwa-peristiwa yang beliau alami kepada siapapun juga selain kepada keluarganya…
“Wahai Ali,” kata beliau, “Jika engkau ingin mengikuti nasihatku maka lakukanlah itu, jika tidak, maka jangan sampaikan hal ini kepada siapapun, cukuplah untuk dirimu sendiri!”
Ali memikirkannya sepanjang malam. Ketika akhirnya dia mengambil keputusan, dia pergi tidur. Hari esoknya, dia mendatangi Guru kita dan berkata, “Bisakah kau ulangi apa yang engkau katakan semalam?”
Guru kita sangat gembira, beliau membaca ulang, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan, hanya ada Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah (Asyhdu an laa ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan rasuluhu)” dan Ali mengulanginya setelah beliau…
Untuk beberapa lama setelah ini, Ali tidak menceritakannya kepada ayahnya bahwa dia telah menerima agama Islam. Kadang-kadang Guru kita pergi ke luar Mekah untuk mengerjakan shalat, dan Ali menyertai beliau. Tidak seorang pun mengetahui ini.
Pada suatu hari, istri Abu Thalib, Fatmah, menyampaikan kekhawatirannya kepada suaminya:
“Ali terus menyertai Muhammad… Aku takut dia terlibat sesuatu yang bisa menyebabkan masalah baginya… Apa pendapatmu?”
Abu Thalib menjawab, “Jadi itu sebabnya dia sering tidak kelihatan! Mari kita lihat, pasti ada jalan untuk menemukan apa yang sedang terjadi…”
Pada hari itu, secara rahasia Abi Thalib mengikuti mereka. Guru kita sedang mengerjakan shalat di lembah Abu Dud bersama Ali di sampingnya. Abu Thalib mendekati dan bertanya, “Wahai anak saudaraku! Agama apa yang engkau ambil? Apa yang engkau lakukan bersama Ali ini?”
Guru kita menjawab, “Pamanku yang kusayangi… Ini adalah agama yang diperintahkan Allah… Ini adalah agama para malaikat, para Nabi dan para Rasul, dan agama nenek-moyang kita Ibrahim… Allah telah mengirim aku untuk menyebarkan agama ini kepada manusia… Dan Anda, dibanding yang lainnya, lebih pantas untuk bergabung dengan agama ini…”
Abu Thalib berhenti dan berpikir beberapa saat… Haruskah dia menerimanya? Tapi bagaimana jika orang-orang berkomentar?
“Anak saudaraku, aku tak kuasa, aku tak mempunyai kekuatan untuk meninggalkan keyakinan para leluhurku… Tapi lanjutkanlah melaksanakan apa yang diperintahkan kepadamu. Selama aku hidup, tidak akan kubiarkan siapapun menghalangi jalanmu…”
Kemudia dia berpaling kepada anaknya Ali dan bertanya, “Anakku sayang, bagaimana dengan dirimu? Apa yang ingin engkau lakukan?”
Hazrat Ali berkata kepada ayahnya, “Aku telah beriman kepada Allah dan RasulNya… Aku percaya kepada pesan yang dibawanya dan aku memilih untuk mengerjakan shalat bersamanya…”
Abu Thalib berpikir sejenak dan berkata, “Anakku, senang melihatmu mengambil agama dari anak pamanmu, dia hanya akan mengajakmu kepada sesuatu yang bermanfaat bagimu… Teruslah mengikuti nasihatnya!”
Perkataan Abu Thalib membuat Guru kita sangat senang dan sangat melegakan…