Cetak halaman

Kebencian Yang Semakin Bertambah

Para tokoh Quraisy sedang terlibat obrolan yang panas di Haram Asy-Syarif:

“Kita belum pernah melihat hal seperti ini sebelumnya! Kehinaan macam apa ini!?

“Tak pernah terjadi hal semacam ini di dalam sejarah Quraisy sebelumnya… Suku-suku lain akan merasa malu mengenai kita…”

“Ini tak bisa diterima! Meninggalkan tuhan-tuhan leluhur kita dan mengimani tuhan yang baru! Sama sekali tak bisa diterima!”

“Lebih buruk lagi, dia mengaku sebagai Rasul dari tuhan itu! Dia bahkan bukan salah satu dari para bangsawan…”

“Bagaimana dengan cara dia merendahkan dan menghina tuhan-tuhan kita? Betapa beraninya dia? Ini keterlaluan!”

“Tentu saja orang-orang miskin akan mendukung dia, itu cocok dengan keyakinan mereka! Mereka pikir mereka akan menjadi setara dengan kita karena mengikuti dia!”

“Para pemuda dan wanita itu agaknya kurang cerdas…”

“Kita harus menemukan solusi bagi omong-kosong ini!”

“Bagaimana? Abu Thalib dan Hamzah bersama mereka… Ada orang-orang penting juga di antara kita dan mereka…”

Ketika mereka sedang bernafsu menumpahkan masalah mereka kepada satu sama lain, Guru kita berjalan di depan Kabah dan memberi salam kepada Hajar Aswad dan mulai bertawaf…

Sesaat ketika beliau sedang lewat di depan mereka, salah seorang dari mereka berucap:

“Itu dia si gila itu! Dia sedang membaca mantera-mantera untuk menyesatkan lebih banyak orang!”

Guru kita berang dengan obrolan yang merendahkan Allah dan agamaNya... Meskipun demikian, beliau tetap diam dan melanjutkan tawafnya… Kali ke dua beliau mendekati tempat duduk mereka, lagi-lagi mereka menaikkan suara mereka:

“Seandainya dia hanya seorang yang gila! Bagaimana tentang cara dia memanfaatkan para pemuda dan wanita yang kurang cerdas itu!?”

Lagi-lagi, Guru kita tetap diam dan melanjutkan tawafnya…

Kali ke tiga beliau mendekati posisi yang sama, mereka melangkah lebih jauh:

“Allah hanyalah kisah yang dibuat-buat! Misi sebenarnya adalah untuk menguasai kita! Dia mengejar harta dan wanita-wanita kita!”

Kali ini Guru kita berhenti tepat di depan mereka dan mengatakan:

“Wahai kaum Quraisy! Dengarkan baik-baik… Aku bersumpah demi Allah, yang di bawah kekuasaan tanganNya keberadaanku ini, bahwa aku ini berhenti untuk memberitahu kalian kabar yang aku peroleh mengenai kematian dan kehancuran kalian! Maka sekarang kalian menjadi tahu…”

Pengaruh dari perkataan ini tidak terduga! Semua kepala mereka tersungkur ke depan seolah beban berat diletakkan di atas mereka…

Mereka terdiam seribu basa dan sangat ketakutan… Bahkan Abu Jahal, yang paling berani dan menyakitkan bagi Guru kita, terdiam merasa kalah dan dipermalukan… Tidak seorang pun mampu mengucapkan apapun hingga akhirnya Abu Jahal dengan malu-malu mengangkat suara:

“Wahai Abul Qasim! Lanjutkanlah jalanmu dengan damai! Aku bersumpah engkau bukan termasuk orang-orang yang bodoh! Jangan seperti kami…”

Guru kita kemudian melanjutkan tawafnya. Segera setelahnya, mereka pergi secara diam-diam…

Hari esoknya para tokoh ini berkumpul kembali. Tapi kali ini diskusi mereka lebih mirip dengan:

“Kita tidak mengatakan apapun, namun dia sama sekali tidak tergerak!? Tapi satu kata yang dikatakannya membuat kita terpesona, bahkan kita tak bisa memberi tanggapan!”

Ketika mereka sedang bercakap, Guru kita datang, memberi salam kepada Hajar Aswad dan mulai bertawaf mengelilingi Kabah… Segera saja mereka mengerumuni guru kita:

“Bagaimana bisa engkau mempermalukan dan menghina tuhan-tuhan kita? Ini tak bisa diterima, engkau mesti menghentikannya!”

“Allah itu AHAD, tiada yang lain! Tuhan-tuhan kalian tidak lebih dari sekedar ide khayalan kalian!”

Ini membuat mereka marah! Mereka mulai memukuli Guru kita. Seseorang lari kepada Abu Bakar dan memberitahunya. Abu Bakar segera berlari menuju Haram…

“Terkutuk kalian semua! Apakah kalian mau membunuh seorang laki-laki yang mengaku Rabb-nya adalah Allah dan menyembah Allah?”

Abu Bakar berteriak dan pada saat yang sama juga menangis ketika dia berusaha menghentikan mereka dari memukuli Guru kita…

Guru kita berkata, “Biarkan mereka Abu Bakar, biarkan… Aku bersumpah demi Allah yang diriku ada di tangannya, bahwa Allah telah mengirim kepadaku para pembantai mereka…”

Orang-orang yang tidak beriman itu berhenti dan bubar…

 

Pada kesempatan lain, ketika Guru kita sedang mengerjakan shalat di Haram Asy-Syarif, orang-orang terpelajar seperti Ash bin Wa'il, Harits bin Qais dan Walid bin Mughirah akan mengarahkan anak-anak atau budak-budak mereka untuk menyiksa Guru kita… Salah satu contohnya adalah ketika Walid bin Mughirah memanggil budaknya, memberinya usus binatang berdarah dan menyuruhnya untuk meletakkannya di punggung Guru kita ketika beliau sedang bersujud… Budak yang masih kanak-kanak itu melaksanakan perintah majikannya, dia meletakkan usus berdarah itu di punggung Guru kita ketika beliau sedang bersujud lalu pergi… Pada ketika itu Abu Thalib datang ke Haram Al-Syarif… Ketika dia melihat usus-usus itu di punggung guru kita, dia sangat kesal dan marah…

“Keponakanku sayang, apa ini? Apa yang terjadi?” dia bertanya…

Ketika Guru kita menceritakan kepada pamannya apa yang terjadi, Abu Thalib langsung beranjak pulang, mengambil pedangnya dan mendatangi rumah Walid bin Mughirah bersama budaknya…

Walid bin Mughurah sedang duduk-duduk bersama dua orang temannya…

Abu Thalib mencabut pedangnya dan berseru:

“Jika siapapun berani angkat bicara sepatah kata pun, aku bersumpah akan memenggal kepalanya!”

Mereka tidak pernah melihat Abu Thalib marah seperti itu sebelumnya… Ruangan senyap. Tidak seorang pun berani berdiri melawan Abu Thalib.

Abu Thalib berpaling kepada budaknya dan berkata, “Usapkan usus berdarah ini ke masing-masing wajah mereka. Biar mereka melihat apa artinya menyentuh anak saudaraku!”

Budak itu melakukan sesuai perintah; dia mengusapkan usus yang berisi kotoran pada wajah mereka…

 

Tapi bukan itu saja…

Pada suatu waktu, Guru kita sedang mengerjakan shalat di depan Kabah… Baru saja beliau bersujud, Uqba bi Abi Mu'aith diam-diam mendekati Guru kita dan mengikatkan tali ke leher beliau lalu menariknya untuk mencekiknya… Pada saat itu Abu Bakar berlari mendatangi sambil membaca ayat:

“Apakah kalian membunuh seorang laki-laki hanya karena dia mengatakan ‘Rabb-ku adalah Allah’ ketika telah datang kepada kalian dengan bukti-bukti yang nyata dari Rabb kalian? Jika dia berdusta, dustanya itu bagi dirinya… Tapi jika dia mengatakan kebenaran, siksa yang diperingatkannya kepada kalian akan menimpa kalian! Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang berbuat boros (akan sumberdaya di dalam esensi mereka) dan berdusta.”[1]

Lalu dengan sebuah pukulan dia menjatuhkan dia dan membuka tali yang mengikat leher Guru kita…

Selain kepada guru kita, orang-orang yang beriman, khususnya pemuda dan para budak, juga mengalami siksaan berat yang sulit dipercaya untuk membuat mereka meninggalkan agama mereka…

Namun sebaliknya, Allah sedang menampakkan wajah-wajah sejati dengan ayat-ayat yang sedang diwahyukan… Salah satu ayatnya, yang diarahkan kepada Walid bin Mughirah khususnya – salah seorang yang paling kejam di antara orang-orang yang tidak beriman – adalah sebagai berikut:

Jangan patuhi setiap penyumpah yang menghina dan lalai (karena mereka terhijab dari Allah dan Sunnatullah);

Yang suka mencela, mengumpat dan bergosip;

Yang menghalang-halangi (teralaminya realita/hakikat) dan berdosa karena melampaui batas;

Jahil dan dicap sebagai si mungkar yang ZANIM!

(Akankah kalian mematuhi dia) hanya karena dia kaya dan banyak anak![2]

Tidak (itu tidak seperti yang kalian kira)! Sungguh, jika dia tidak berhenti, Kami akan menyeret dia pada keningnya (otak)![3]

Nama panggilan Walid bin Mughirah adalah “ZANIM” yang artinya “jadah” (anak haram). Ayahnya mengadopsinya ketika dia berusia 18 tahun.

Ibnu Abbas menjelaskan:

Allah tidak membuka keburukan seseorang sebanyak apa yang dilakukanNya terhadap orang ini... Allah telah memberinya sebuah nama yang tidak akan pernah lepas darinya…

Ibu Walid menjadi hamil untuk mengandung dia melalui cara yang haram dan tidak seorang pun tahu hingga ayat ini diwahyukan…

Ketika Walid mendengar ayat ini, dia lari kepada ibunya yang sudah mulai lanjut usia menarik menarik pedangnya kepadanya sambil menangis:

“Muhammad mengungkapkan sepulah sifat mengenai aku kepada orang-orang Quraisy pada hari ini… Sembilan dari sifat ini aku melihatnya pada diriku. Tapi sebagai seorang “zanim”? Aku tidak mengetahuinya? Katakan kepadaku semua kebenarannya atau akan kupenggal kepalamu di sini sekarang juga!”

“Jangan berisik!” ibunya memohon… “Aku akan katakan yang sebenarnya… Engkau putuskan jika apa yang telah aku lakukan ada baiknya untukmu atau tidak… Anakku, ayahmu adalah seorang yang sangat kaya, namun dia dilarang untuk berhubungan dengan perempuan. Apabila dia mati, aku takut kekayaannya akan diambil oleh orang lain… Jadi, aku mengundang seorang teman ke rumahku dan dia menerima undanganku… Sekarang katakan kepadaku, apakah akan lebih baik seandainya harta itu diambil orang lain?”

Walid pun hanya terdiam…

Guru kita telah menunjukkan mukjizatnya yang lain…

Namun sedihnya, meskipun dengan semua mukjizat ini, mereka yang telinganya tuli, matanya buta, dan hatinya tertutup kepada Kebenaran tidak mampu untuk sampai kepada Islam…

Contoh-contoh lainnya mencakup penyiksaan terhadap para muslim dan budak yang dilanda kemiskinan…

Para budak, khususnya, mengalami penyiksaan yang mengerikan yang tidak sorang manusia waras pun kuat untuk mendengar apalagi menyaksikannya!

Secara pribadi, saya tidak memiliki cukup kekuatan untuk menuliskan betapa brutalnya penyiksaan mereka terhadap orang-orang istimewa ini…

Mari kita cukupkan dengan catatan mengenai dua orang syuhada Islam yang meninggal akibat siksaan barbar ini. Yasir bin Amir, syahid pria pertama, dan Sumayyah, syahid wanita pertama… Saya mengajak para pembaca untuk membacakan surat Fatihah bagi masing-masing jiwa yang terhomat ini, yang kepada mereka saya membungkukkan badan sebagai rasa hormat dan kesantunan… Bahkan kepada semua muslim yang mati syahid karena bersiteguh mengucapkan “Allah”…

Ammar anak mereka pun mengalami penyiksaan yang sangat berat. Pada suatu waktu, setelah kedua orang-tunya syahid, Ammar bertanya kepada Guru kita, “Terkadang rasa sakit dan penyiksaan yang aku alami itu begitu berat… Jika aku katakan kepada mereka apa yang ingin mereka dengar, apakah itu salah?”

Mengingat sulitnya situasi dia, Guru kita memberikan persetujuan: “Engkau bisa mengatakannya selama seluruh hatimu beriman kepada Allah dan RasulNya”

Lagi-lagi, pada suatu hari para musyrikin Mekah menangkap Ammar dan mulai menyiksa dia, “Kali ini…” mereka bersepakat satu sama lain “jangan berhenti hingga dia meninggalkan agamanya.”

“Ya Ammar, apakah engkau meninggalkan agamamu dan menerima tuhan-tuhan kami atau kami membunuhmu!?”

Pada akhirnya, karena tidak kuat dengan rasa sakitnya, Ammar berteriak, “Aku beriman kepada tuhan-tuhan kalian!”

Orang-orang yang dekat dan menyaksikan ini berlari menuju Guru kita dan memberi kabar, “Amar meninggalkan agamanya! Dia mengikuti orang-orang musyrik!”

Guru kita sudah mengetahui situasinya, “Tidak, Ammar tidak akan meninggalkan agamanya!” jawab beliau…

Tidak berapa lama kemudian, setelah dibebaskan, Amar berlari mendatangi Guru kita dan mengaku dengan rasa malu, “Ya Rasulullah! Aku telah menjadi orang yang tidak beriman… Aku mengikuti apa yang mereka katakan…”

Guru kita bertanya, seolah beliau belum mengetahuinya:

“Kenapa ya Ammar?”

“Aku mengatakan kepada mereka bahwa Latta dan Uzza lebih agung dibanding agamamu Ya Rasulullah…”

“Dan apakah engkau mengucapkannya dengan kesungguhan dan sepenuh hati, Ammar?”

“Tidak, Guruku, aku terpaksa mengatakannya karena disiksa!”

“Dan bagaimana keadaan hatimu ketika engkau mengatakan itu?”

“Hatiku penuh cinta kepada Allah dan RasulNya!”

“Maka engkau tidak bertanggungjawab atas ini, Ammar! Engkau seorang muslim yang baik… Jika hal yang sama terjadi, lakukanlah tepat seperti itu dan selamatkan dirimu dari mereka…”

Karena hal ini, ayat berikut diwahyukan:

Kecuali bagi orang yang dipaksa (untuk meninggalkan keyakinannya) sedangkan hatinya teguh dengan keimanan, barangsiapa tidak beriman kepada (menutup realita) Allah dan hatinya menerima ketidak-imanannya, bagi mereka murka Allah! Dan bagi mereka azab yang besar.[4]

Guru kita sangat mencintai Ammar… Pada suatu hari beliau berkata, “Surga merindukan tiga orang dari para pengikutku: Ali, Ammar dan Bilal…”

 



[1]Al-Qur’an 40:28

[2]Al-Qur’an 68:10-14

[3]Al-Qur’an 96:15

[4]Al-Qur’an 16:106

39 / 51

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini