Cetak halaman

Memasuki Dunia Usaha

Usia Muhammad kini 25 tahun… Tiba waktunya untuk terlibat dalam suatu bentuk usaha. Pamannya, Abu Thalib, sudah terlalu tua untuk bekerja. Pada suatu hari dia mengajak beliau duduk dan berkata:

“Anakku sayang, cahaya mataku… Seperti engkau ketahui, kita berjuang untuk memenuhi kebutuhan, dan aku terlalu tua untuk terlibat dalam usaha… Dan engkau telah mencapai usia kerja… Jika ada sebuah peluang usaha, maukah engkau mencobanya?”

Guru kita menerima tawaran ini dengan senang… Yang mesti mereka lakukan adalah memikirkan bentuk usaha apa yang mesti beliau kerjakan, yang bisa dilakukan dalam jangka pendek… Tidak berapa lama kemudian, pembicaraan mengenai minat bisnis Muhammad ini sampai kepada Khadijah, wanita terkaya di Mekah…

Pada titik ini, Muhammad dikenal dan dirujuk sebagai “Muhammad Al-Amin” yang artinya “Yang Terpercaya”. Khadijah memanggil Muhammad dan menawarkan kepada beliau untuk menyertai kafilah dagangnya ke pasar Juraisy dengan imbalan dua ekor unta muda. Juraisy berjarak enam jam perjalanan di antara Mekah dan Yaman.

Guru kita menerimanya. Dari Juraisy beliau membeli gandum, yang diproduksi Yaman, dan menjualnya di Mekah. Beliau menambahkan laba dari perdagangan ini kepada modal kerjanya, pergi ke Pasar Hubasya dan membeli barang dagangan baru. Dalam waktu singkat, beliau menggandakan barang dagangan yang diberikan kepadanya.

Begitulah hubungan usaha pertama yang dimulai antara Guru kita dan Khadijah. Kedua perjalanan usaha ini terbukti menguntungkan bagi Khadijah…

Beberapa bulan telah berlalu…

Pada suatu hari, Atikah, bibi dari Guru kita, putri dari Abdul Muthalib datang mengunjungi Abu Thalib.

“Ya Abu Thalib” katanya, “Muhammad berusia 25 tahun… tiba waktunya bagi dia untuk menikah, apakah engkau tidak memikirkannya?”

Abu Thalib merenung… “Aku selalu memikirkan kebutuhan Muhammad, tapi seperti yang kau lihat, aku semakin tua… Walaupun aku menginginkan yang terbaik baginya, situasi keuanganku tidak mencukupi untuk menutup biaya pernikahan…”

Atikah tersenyum, “Aku tahu sebuah cara agar dia mendapat penghasilan…”

“Bagaimana itu? Tanya Abu Thalib…

“Jika engkau pikir ini tepat, aku bisa mengaturnya saat ini juga…”

“Mengatur apa? Katakan dulu padaku!”

“Khadijah berencana mengirimkan sebuah kafilah dagang ke Damaskus beberpa hari ini… Kelihatannya, dia sedang mencari orang yang bisa dia percaya untuk mengelola kafilah dagangya. Jika kau suka, aku akan bicara kepadanya. Ini akan saling menguntungkan. Khadijah bisa menjual barang-barangnya dan keponakanku akan menghasilkan cukup uang untuk menikah…”

Itu masuk akal bagi Abu Thalib.

“Setuju, lakukan sesukamu…” katanya.

Abu Thalib menyampaikan ide ini kepada Muhammad. Guru kita dengan gembira menerimanya. Sementara itu, Atiqah pergi mengunjungi Khadijah:

“Ya Khadijah… Aku dengar engkau akan mengirim sebuah kafilah dagang ke Damaskus dan engkau sedang mencari seseorang yang bisa engkau percaya untuk mengurus usahamu… Jika engkau suka, engkau bisa percayakan kafilah dagangmu kepada Muhammad Al-Amin, keponakanku… Apa pendapatmu?

Mata khadijah bersinar, tawaran ini membuatnya gembira:

“Aku sudah mengirim Muhammad pada dua perjalanan sebelumnya, ke pasar Juraisy dan Hubasya… Dia membawa peruntungan dan memberikan banyak hasil kemanapun dia pergi… Jika pemuda terhormat itu mau membawa barang dagangku ke Damaskus, aku bisa memberinya dua kali jumlah barang yang biasa aku berikan kepada orang lain… Bisa tolong minta dia mengunjungiku segera?”

Atikah gembira. Kedua pihak sama-sama senang dengan peluang usaha ini… Muhammad membawa seorang teman dan pergi mengunjungi Khadijah.

Pertama-tama, Khadijah mengamati Muhammad dari kepala hingga kaki… Sungguh mengagumkan! Sebelumnya, dia belum pernah melihat seorang pria yang begitu tampan dengan wajah yang bersinar dan memberi ketenangan…

“Semua orang Mekah kenal betapa terpercayanya engkau” akunya. “Itu sebabnya mereka memanggilmu “Al-Amin”… Kali ini, aku akan mengamanatkan kafilah dagangku kepadamu… Aku juga sedang berpikir mengirimkan pelayanku Maisarah untuk membantumu… Aku akan memberimu dua kali jumlah barang yang biasa kuberikan kepada orang lain. Lebih banyak yang engkau jual, lebih banyak lagi yang bisa engkau hasilkan...”

Muhammad mengambil tawaran ini dan menyampaikan secara rinci kepada pamannya, Abu Thalib.

“Keponakanku tersayang…” Abu Thalib merespons, “tidak diragukan, pekerjaan ini merupakan karunia yang diberikan Allah kepadamu. Engkau bisa menerimanya, tapi aku takut orang-orang Yahudi di sana akan mencoba mencelakakanmu. Walaupun aku tahu bahwa Allah yang telah membesarkanmu dan melindungimu hingga kini pasti akan terus melindungimu…”

Maka, kafilah dagang yang diamanatkan kepada Muhammad dan dikelolanya akhirnya mulai berangkat menuju Damaskus, Bersama Maisarah, Khadijah juga mengirim Khuzaimah, salah seorang kerabatnya, untuk membantu Muhammad…


20 / 51

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini