Abu Jahal Terbunuh
Ancaman yang lebih besar terhadap Islam dibanding Firaun dan Namrud, musuh terbesar Islam, yang menzalimi Islam dengan cara berlebihan dan terus berkonspirasi melawan Guru kita saw, Abu Jahal, menemui ajlanya dalam pertempuran ini. Terbunuhnya Abu Jahal tersingkap sebagai berikut:
Muadz bin Amr ra. menjelaskan peristiwa hari itu:
"Kaum musyrikin memagari Abu Jahal, dan mereka berteriak bahwa tidak seorang pun bisa menjangkaunya. Dari teriakan mereka, aku faham bahwa Abu Jahal adalah orang yang ada di belakang mereka. Maka aku pun bergerak ke arah itu, mencari kesempatan untuk mendekatinya. Akhirnya kesempatan yang aku cari itu datang. Aku langsung mendekat dan mengayunkan pedangku! Ayunan pedangku menyambar kakinya yang sedang bergerak dan memotong setengah dari kakinya. Akibatnya dia terjatuh ke tanah bagai pohon yang tumbang.
Sesaat ketika aku mau turun untuk menghabisinya, putra Abu Jahal, Ikrimah, mengejarku dari belakang dan, dengan tebasan pedangnya, memotong tanganku. Tanganku terkulai dan menggantung pada kulitnya. Dalam keadaan ini, aku mengambil pedangku dengan tangan yang lain dan melanjutkan pertempuran. Aku tidak merasakan nyeri dari tanganku saking sengitnya pertempuran itu. Pada suatu titik, ketika tanganku yang terkulai menjadi sangat mengganggu, aku menggunakan kakiku untuk menendangnya, dan setelah itu aku bertempur dengan satu tangan hingga perang berakhir. Pada titik ini aku tidak mempunyai pilihan kecuali meninggalkan Abu Jahal kepada nasibnya."
Ya, setelah Muadz bin Amr meninggalkan Abu Jahal yang terluka, kali ini Muawwidz bin Afra yang mendekatinya. Melihat dia dalam keadaan terluka, Muawwidz bin Afra menebasnya dengan pedangnya hingga dia tidak bisa lagi bergerak. Abu Jahal nampaknya hampir tak bernyawa. Lalu Muadz bin Amr dan Muawwidz bin Afra langsung menuju Guru kita dan melaporkan apa yang telah terjadi:
"Ya Rasulullah, aku membunuh Abu Jahal." Ketika mendengar keduanya mengaku yang melakukannya, Guru kita bertanya kepada mereka, "Apakah kalian menyapu pedang kalian?" Mereka menjawab, "Tidak, ya Rasulullah, kami tidak menyapunya." Guru kita lalu memeriksa pedang-pedang mereka dan akhirnya membuat keputusan, menjelaskan siapa yang sebenarnya telah membunuh Abu Jahal: "Kalian berdua telah membunuhnya, tapi hak sejatinya milik Muadz bin Amr."
Setelah itu, Guru kita saw bertanya kepada orang-orang di sekitarnya: "Adakah dari kalian yang mengetahui keadaan Abu Jahal? Siapa yang bisa mencari keberadaannya bagiku? Jika kalian tidak mengenalinya melalui wajahnya, lihat pada lututnya! Kalian bisa mencirikannya dengan bekas luka di lututnya. Kalian tahu, ketika kami muda, kami menghadiri pesta di rumah Abdullah bin Judd. Aku sedikit lebih tua darinya, dan ketika kerumunan terlalu sesak, aku mendorongnya. Dia terjatuh di lututnya dan salah satu lututnya terluka. Bekas lukanya tidak pernah hilang. Kalian bisa mengenalinya dari tanda itu!"
Mendengar ini, Ibnu Mas'ud ra. pergi mencari Abu Jahal. Abu Jahal di ambang nafas terakhirnya. Ketika Ibnu Mas'ud mendapatinya dalam keadaan ini, di bertanya: "Apakah engkau Abu Jahal?" Abu Jahal mengangguk membenarkan. Ibnu Mas'ud lalu berkata: "Wahai musuh Allah, apakah Allah telah menghinakan dan merendahkan engkau?"
Abu Jahal tidak mau menerima hinaan. "Adakah seseorang yang lebih unggul dari orang yang engkau bunuh?" Abu Jahal membalas. "Untuk hal apa aku terhinakan dan terendahkan? Katakan padaku, siapa yang meraih kemenangan hari ini?"
Ibnu Mas'ud menjawab, "Kemenangan bersama Allah dan RasulNya."
Kemudian, ketika melepas topi bajanya untuk memenggal kepalanya, dia berkata kepada Abu Jahal, "Ya Abu Jahal, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!" Untuk yang terakhir kali, Abu Jahal berkata, "Engkau bukan budak pertama yang membunuh tuannya... Tapi sangat menyakitkan bagiku dibunuh oleh tanganmu hari ini. Aku berharap ada orang lain selain petani (penduduk Yatsrib) yang membunuhku."
Setelah itu, Ibnu Mas'ud mencoba memenggal kepala Abu Jahal dengan pedangnya, namun gagal. Pedangnya telah tumpul karena pertempuran. Maka dia mengambil pedang milik Abu Jahal dan menggunakannya untuk memenggalnya.
Kemudian, sambil menjinjing kepala Abu Jahal, Ibnu Mas'ud langsung menuju ke hadapan Guru kita saw dan berkata, "Ya Rasulullah, inilah kepala musuh besar Allah dan RasulNya!" Karena luka-lukanya, Abu Jahal hampir tidak bisa dikenali. Guru kita saw bertanya, "Bisakah engkau bersumpah bahwa ini kepala Abu Jahal?" Ibnu Mas'ud bersumpah bahwa kepala yang dipegangnya sungguh kepala Abu Jahal:
"Aku bersumpah demi Allah, yang tiada sekutu bagiNya, apa yang engkau lihat ini benar kepala Abu Jahal, ya Rasulullah!"
Setelah itu, Guru kita saw menyatakan rasa terima kasih dan pujian kepada Allah atas kematian Abu Jahal serta orang-orang musyrik pemberani lainnya seperti Ubaid bin Tsabit, Naufal bin khuwailid, dan Umayyah bin Khalaf yang juga terbunuh dalam pertempuran. Sementara itu, orang-orang yang tidak menginginkan pertempuran terjadi seperti Hakim bin Hizam, serta orang-orang yang mencegah kaum musyrikin untuk menyerang dan mendukung Guru kita (meskipun mereka belum memeluk Islam ketika itu) terhindar dari kematian juga tidak tertangkap.
Sebelum pertempuran itu dimulai, Hakim bin Hizam telah menyaksikan munculnya sebuah jalan yang menakjubkan di lembah Halas menuju ke arah mereka. Dan di sepanjang jalan itu, dia melihat banyak pengendara kuda membentuk barisan tentara siap menyerang tentara kaum musyrikin. Pada saat itu, dia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, "Aku tahu semua pertanda ini sedang menegaskan kebenaran Muhammad yang datang dari langit!"
Segera setelah itu, pertempuran pun dimulai dan pertanda kekalahan pun terbukti. Tentara kaum musyrikin kacau-balau. Ketika Hakim bin Hizam melihat ini, dia segera berbalik mundur dan mulai melarikan diri. Tanpa henti dan tanpa beristirahat, dia berlari menjauhi medan pertempuran. Akhirnya, setelah beberapa jauh, dia berjumpa dengan dua orang musyrikin Quraisy yang sedang menunggang unta. Dia meminta mereka untuk dibawa menumpang di unta mereka. Mereka setuju dan memberikan untanya. Dengan cara ini, Hakim kabur dari Pertempuran Badar agar tidak terbunuh atau tertangkap. Situasi ini menggambarkan arah dia menuju Islam.
Di akhir Perang Badar, kaum muslimin kehilangan empat belas syuhada, enam darinya merupakan muhajirin yang pndah dari Mekah ke Madinah, sedangkan delapan lainnya muslim dari Madinah.
Mereka yang menjadi syuhada dalam Perang Badar ini adalah sebagai berikut:
Dari muhajirin: Ubaidah bin Harits, Umair bin Abi Waqqash, Aqil bin Abi Bukair, Safwan bin Baida, Mihja, Zusy-Syimalain bin Abdi' Amr.
Dari Anshar: Auf bin Harits, Muawwaz bin Harits, Haritsah bin Suraqah, Yazid bin Harits, Sa'ad bin Hisyam, Umair bin Humam, Rafi bin Mu'alla, Mubasyir bin Abdul Munzir.
Setelah kematian para sahabat yang mulia ini, ayat ke-154 Al-Baqarah diwahyukan:
"Dan jangan katakan 'Mereka mati' mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (karena mereka itu orang-orang beriman dan berjuang demi keimanan mereka). Sebaliknya, mereka itu hidup, tapi kalian tidak mempunyai kemampuan untuk melihatnya."[1]
Dalam Perang Badar itu, beberapa musyrikin yang terbunuh meliputi:
1. Abu Jahal bin Hisyam, 2. Utbah bin Rabi'ah, 3. Syaibah bin Rabi'ah, 4. Walid bin Utbah, 5. Hanzalah bin Abu Sufyan, 6. Uqbah bin Muaith, 7. Zam'ah bin Aswad, 8. Naufal bin Khuaylid, 9. Abul Bakhtari bin Hisyam, 10. Nadhr bin Harits, 11. Amr bin Sufyan, 12. Jabir bin Sufyan, 13. Munabbih bin Hajjaj, 14. Umayyah bin Khalaf, 15. Muawiyah bin Amir, 16. Amir bin Ziyad, 17. Uqbah bin Zaid, 18. Yazid bin Tamim, 19. Abdullah bin Munzir, 20. Nubaih bin Hajjaj...
Selain yang disebut di atas, ada lima puluh musyrikin lain yang terbunuh oleh kaum muslimin selama pertempuran ini.
Selama Perang Badar, Hazrat Ali, yang berusia sekitar 25 tahun ketika itu, dilaporkan membunuh sekitar dua puluh orang musyrikin secara pribadi...
Setelah perang Badar, sekitar dua puluh empat musyrikin yang terbunuh dilempar ke dalam sumur terdekat. Mengetahui ini, Rasulullah saw pergi ke sumur itu, dan beberapa muslim mengikuti beliau karena beranggapan beliau memerlukan sesuatu...
Ketika Guru kita sampai ke sumur itu dan melihat mayat kaum musyrikin, beliau menyapanya dengan mengatakan, "Wahai penghuni sumur! Wahai Utbah bin Rabi'ah! Wahai Syaibah bin Rabi'ah! Wahai Umayyah bin Khalaf! Wahai Abu Jahal bin Hisyam! Kalian sungguh yang terburuk di antara kaumku. Kalian mengingkari aku sementara yang lain mengimaniku. Kalian mengusirku dari rumahku, tapi yang lain memberiku perlindungan. Kalian memerangi aku, sedangkan yang lain menolongku. Apakah kalian telah mendapati hukuman yang dijanjikan dari Rabb kalian? Sungguh aku telah mendapati bahwa janji Rabb-ku benar."
Pada saat itu, Hazrat Umar dan berapa sahabat yang lain yang sedang bersama Rasulullah saw terheran dan bertanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau menyapa mayat-mayat ini seolah mereka bisa mendengarmu?"
Guru kita saw menjawab: "Aku bersumpah demi Rabb yang ditanganNya jiwaku, mereka bisa memahami apa yang tadi aku katakan kepada mereka dibanding kalian... Namun mereka tidak bisa menanggapi."
Setelah Perang Badar, kaum muslimin mulai membagikan harta rampasan perang. Namun terjadi perselisihan selama proses pembagian itu. Sebagian muslim tetap bersama Rasulullah saw untuk berjaga-jaga selama perang, sementara yang lain masih di baris depan dan sebagian lagi mengumpulkan harta rampasan perang. Sebagian yang sedang berselisih berpendapat bahwa mereka lebih pantas mendapatkan bagian yang lebih banyak.
Sebelum masa Islam, konsep pembagian harta rampasan perang belum ada dan dianggap haram. Di masa itu, setiap harta rampasan dikumpulkan di suatu tempat lalu dibakar. Namun Islam memperkenalkan aturan mengenai pembagian harta rampasan perang dan mulai diperbolehkan untuk pertama kalinya.
Selama pengumpulan harta rampasan perang, Sa'ad bin Abi Waqqash ra. bertanya kepada Guru kita saw mengenai alasan atas perubahan ini:
"Ya Rasulullah, apakah engkau akan membagikan hak-hak orang lemah kepada yang kuat serta pasukan kuda yang melindunginya?
Sebagai tanggapan, Guru kita mengingatkan secara mendalam dan itu berlaku terhadap segala waktu dan keadaan: "Apakah kalian tidak menyadari bahwa kalian diberi, dipelihara, dan ditolong melalui orang-orang lemah di antara kalian?"
Harta rampasan perang di akhir Perang Badar mencakup 150 ekor unta, 10 ekor kuda, beragam senjata dan peralatan, pakaian, dan beludru merah yang cukup banyak.
Di antara semua itu, Guru kita mengambil unta Abu Jahal dan pedang Zulfiqar yang asalnya milik Munabbih bin Hajjaj. Beberapa waktu kemudian, beliau menghadiahkan pedang itu kepada Hazrat Ali ra.