Cetak halaman

Dan Saat Keberangkatan…

Pada malam itu, Rasulullah saw memberi perintah berikut kepada Hazrat Ali:

“Malam ini, tidurlah di ranjangku, ya Ali, dan selimutii dirimu dengan jubah hijau ini. Tiada bahaya akan mendatangimu dari musuhmu.”

Rasul kemudian menempatkan Hazrat Ali di ranjang beliau dan menunggu hingga tengah malam. Ketika tengah malam tiba, para wakil kaum musyrikin Mekah berkumpul di depan rumah Rasul. Setelah mereka berkumpul, Muhammad saw membaca sembilan ayat pertama Surat Ya-Sin, memercikkan debu di atas kepalanya lalu pergi ke luar. Terjemah dari ayat-ayat ini sebagi berikut:

Ya Sin (Ya Muhammad)!

Dan Al-Qur’an yang penuh hikmah (yang disingkapkannya)!

Engkau sungguh di antara para Rasul.

Di atas jalan yang lurus.

Dengan ilmu yang luas yang disingkapkan kepadamu oleh Yang Esa Al-Aziz, Ar-Rahim.

Agar engkau memperingatkan orang-orang yang nenek-moyangnya belum diperingatkan dan karenanya hidup terkungkung (dari realita/hakikat, sunnatullah).

Sungguh, perkataan (“Neraka akan dipenuhi kebanyakan manusia dan jin”) telah menjadi kenyataan bagi kebanyakan mereka! Karena itu mereka tidak beriman.

Sungguh, Kami telah membuat rantai (pengkondisian dan penilaian) di leher mereka hingga dagu-dagu mereka! Kepala mereka menengadah (mereka tidak bisa melihat hakikat inti; mereka hidup didorong ego mereka)!

Dan kami telah membentuk penghalang di depan mereka dan di belakang mereka (mereka tidak bisa melihat masa depan atau mengambil pelajaran dari masa lalu) dan karenanya Kami menutup mereka… Mereka tidak bisa lagi melihat.[1]

Ayat-ayat ini dibaca Rasulullah saw sebagai doa dan perlindungan.

Guru kita langsung pergi ke rumah Hazrat Abu Bakar Siddiq dan beristirahat di sana sebentar.

Tidak ada satu orang pun di jalanan. Kemudian beliau berkata:

“Mari berangkat, Abu Bakar.”

Mereka bangkit dari tempat duduk. Hazrat Siddiq membawa buntelan di tangannya, dan bersama-sama berjalan ke ruangan belakang. Ruangan ini menghadap padang pasir. Pertama Rasulullah saw kemudian Hazrat Siddiq dengan hati-hati memanjat keluar jendela.

Tujuan mereka adalah gua kecil yang disebut “Tsur” di Gunung (Jabal) Tsur.

Sang bulan, yang hanya berusia beberapa hari, baru saja terbenam, menyisakan hanya bintang-bintang untuk menerangi jalan mereka. Bahkan bintang-bintang pun tidak memberikan cahaya yang banyak. Di tengah kegelapan, kedua sahabat ini nyaris tidak bisa melihat satu kepada yang lainnya. Mereka berjalan tanpa suara namun dengan cepat menuju gua Tsur.

Untuk beberapa lama, mereka berjalan seperti itu, sekitar satu jam sejak mereka berangkat. Maka, masih sekitar satu jam lagi jarak yang harus mereka tempuh.

Hazrat Siddiq menoleh ke belakang dan berkata:

“Ya Rasulullah, orang-orang Mekah tidak akan pernah membayangkan bahwa kita sekarang menuju arah yang berlawanan menuju Madinah. Tentunya mereka akan mencari kita di jalan sebelah utara menuju Madinah.”

Jalan serasa tidak berujung, dan ini hampir dua jam. Gua di Gunung Tsur semakin dekat. Mereka mulai mendaki perlahan-lahan. Gua kecil ini disebut “Ghar.” Pertama-tama Hazrat Siddiq, kemudian Guru kita masuk dengan sukar. Esoknya adalah hari Jumat.

Orang-orang Mekah menghabiskan seluruh malam menunggu dengan siaga di sekitar rumah Rasul, sangat bernafsu menanti saat-saat beliau keluar dari rumah. Mereka menjadi semakin tidak sabar untuk membunuh beliau. Akhirnya, setelah matahari terbit, pintu rumah Rasul terbuka, dan mereka semua dipenuhi kegembiraan.

Namun, ketika mereka melihat bahwa yang keluar itu bukan Muhammad saw melainkan sepupunya yang juga menantunya, Hazrat Ali, mereka merasa diteror. Mereka melihat dengan mata kepala sendiri dia masuk ke rumah itu, dan mereka terus mengawasi di sekelilingnya sepanjang malam. Namun Rasulullah saw telah menghilang. Orang-orang Mekah itu dengan panik mencarinya di sekitarnya.

Beberapa waktu kemudian,  sebuah kelompok yang terdiri dari tiga atau empat orang Mekah, yang dipimpin Umayyah, majikan pertama Hazrat Bilal, bersama pemandu mereka, menemukan jejak-jejak kaki kedua orang itu yang pergi menuju padang pasir. Dengan mengikuti jejak-jejak kaki itu, mereka sampai ke Gunung Tsur.

Sungguh, Allah Yang Maha Kuasa adalah Penolong hamba-hambaNya yang melangkah di jalanNya, berjuang untuk mencari ridaNya.

Ini adalah satu lagi dari buktinya.

 



[1]Al-Qur’an 36:1-9

15 / 48

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini