Juru Tulis Yang Ditolak Oleh Tanah
Ada seorang laki-laki dari suku Najjar yang beragama Kristen. Kemudian dia memeluk Islam dan menghapal sebagian Surat Al-Baqarah dan Surat Ali Imran. Pada akhirnya dia bekerja sebagai sebagai juru tulis bagi Rasulullah saw.
Lalu pada suatu hari, dia murtad, meninggalkan Islam dan kembali kepada agama Kristen. Setelah kembali kepada agama Kristen, dia mulai membual dengan mengatakan, "Aku tahu apa yang diwahyukan kepada Muhammad. Apapun yang aku katakan akan terjadi. Apapun yang dia diktekan adalah apa yang aku ingin tuliskan."
Tidak berapa lama kemudian, dia meninggal. Ketika Rasulullah mendengar tentang kematiannya, beliau berkata, "Bumi tidak akan menerima dia."
Orang-orang Kristen menjalankan upacara pemakaman dan menguburkannya. Namun esok paginya, terlihat bahwa tubuh orang itu telah kembali ke permukaan, seolah tanah menolaknya.
Orang-orang Kristen bingung dengan kejadian itu. Mereka merasa yakin bahwa itu adalah perbuatan orang Islam. Kali ini, mereka menggali kuburan sangat dalam sehingga tidak akan bisa digali lagi dalam semalaman. Mereka memasukkan tubuhnya dan menguburnya. Tapi esok paginya mereka terheran-heran, mereka mendapati tubuh orang itu berbaring di atas tanah tanpa kain kafan.
Mereka menyimpulkan bahwa tidak mungkin orang Islam atau manusia lain yang melakukannya. Mereka yakin bahwa itu adalah kehendak ilahi. Bumi telah menolak tubuh seseorang yang membuat tuduhan palsu dan berdusta besar.
Waktu itu tahun ke dua Hijrah. Sepanjang waktu itu, ketika penduduk Mekah melakukan segala upaya untuk mencegah penyebaran Islam, mereka juga tidak mengeluarkan biaya apapun untuk mengembangkan sumberdaya keuangan mereka.
Untuk mencapai tujuan itu, mereka mengirim sebuah kafilah dengan seribu unta ke Syam (Siria) dengan modal besar sebanyak lima ribu dinar. Kafilah ini dipimpin Abu Sufyan dan terbukti sebagai usaha dagang yang berhasil.
Namun situasinya kini menjadi semakin lebih berbahaya. Orang-orang Quraisy merasa takut bahwa umat Islam akan melakukan balasan karena gangguan mereka terhadap rute jiarah umat Islam. Maka, mereka sedang berupaya mengambil beragam tindak pencegahan.
Untuk alasan ini, mereka menyewa tujuh puluh penjaga untuk menyertai kafilah mereka. Meskipun demikian, ketika mereka mendekati Badar, rasa takut mereka bertambah. Badar adalah sebuah tempat dimana kaum muslimin berpotensi untuk mencegat mereka dan merampas barang-barang mereka sebagai balasan atas gangguan orang-orang Mekah terhadap perjalanan mereka.
Kaum muslimin di Madinah telah menerima berita tentang kafilah ini, dan mereka sangat menantikan hari kepulangannya. Pada waktu itu, keberhasilan pencegatan terhadap kafilah ini akan mejadi peristiwa penting.
Bahkan orang-orang Mekah yang hanya berkontribusi sebesar lima dirham pada kafilah ini merasa seolah seluruh modal kota Mekah telah ditanamkan ke dalamnya. Memukul kafilah ini akan menjadi balasan besar terhadap penganiayaan yang dilakukan kaum musyrikin Mekah terhadap umat Islam. Oleh karenanya, kaum muslimin telah bertekad untuk mencegat kafilah ini.
Pada hari ke delapan bulan Ramadhan, Rasulullah saw berangkat dari Madinah dengan tiga ratus lebih kaum muslimin. Mereka berangkat dengan dua ekor kuda dan tujuh puluh unta. Banyak dari mereka yang bergabung dalam ekspedisi ini meyakini bahwa mereka berangkat untuk mencegat kafilah itu. Sebagian muslim Madinah bahkan memutuskan untuk tidak ikut serta dalam ekspedisi ini, karena mereka berpikiran bahwa pasukan yang menyertai kafilah itu terlalu kuat untuk berhasil diserang, dan mereka takut bahwa keikutsertaan mereka tidak diperlukan.
Hazrat Usman ra. tidak bisa turut serta dalam Pertempuran Badar karena keperluan menjaga istrinya yang sedang sakit. Banyak dari mereka yang bergabung dalam ekspedisi itu juga turut serta dengan enggan. Keberatan mereka berasal dari fakta bahwa mereka ingin ekspedisi ini menarget kafilah itu.
Pertempuran semacam ini, jika berakhir dengan kekalahan, bisa berarti akhir dari Islam. Di sisi lain, mereka yakin bahwa serangan terhadap kafilah itu mempunyai peluang besar untuk berhasil. Dengan cara ini, kaum muslimin bisa meningkatkan sumber daya keuangan mereka secara signifikan.
Setelah pertimbangan ini, Guru kita memimpin sebuah ekspedisi dengan lebih dari tiga ratus muslim, dibawah pimpinan Hazrat Ali, Mush'ab bin Umair, dan Sa'ad bin Muadz.
Ekspedisi ini berangkat menuju rute Mekah melalui jalan gunung. Sekitar satu mil di luar Madinah, kafilah itu mencapai sebuah tempat yang disebut Buyutus-Suqya. Guru kita menghentikan semua rombongan, memberi mereka waktu untuk beristirahat dan membiarkan mereka untuk makan. Ketika beristirahat, beliau mengambil kesempatan secara individual menanyakan tentang kondisi dan keadaan para sahabatnya.
Di antara rombongan itu ada Umair ra. saudara dari Sa'ad bin Abi Waqqash ra. yang berusia enam belas tahun. Ketika Guru kita mulai memeriksa kaum muslimin, Umair mulai mencari cara agar tidak terlihat. Itu karena Rasulullah akan memisahkan individu-individu muda dan mengembalikannya ke Madinah. Sedangkan mereka diijinkan untuk bergabung dalam ekspedisi terutama untuk memberikan kesan sebagai serbuan kepada kafilah itu.
Pada saat yang sama, individu-individu yang lebih muda seperti Abdullah bin Umar, Usama bin Zaid, Zaid bin Arkam, Rafi bin Khadij, Bara bin Azib, Zaid bin Tsabit telah dikembalikan. Ketika giliran Umair, Rasulullah memerintahkan kepadanya untuk kembali ke Madinah. Ketika mendengar keputusan ini, Umair mulai menangis.
Umair memohon kepada Guru kita, "Ya Rasulullah, aku berkeinginan untuk turut serta dalam pertempuran ini, aku berharap Allah akan memberiku syahid. Tolong jangan cegah aku." Mendengar permohonan yang sungguh-sungguh ini, Guru kita terdiam sesaat, kemudian memberinya ijin untuk tetap bersama rombongan.
Keinginan Umair untuk turut serta dan berpeluang untuk syahid mengingatkan Abdullah bin Amr ra. akan ekspedisi sebelumnya ketika melawan orang Yahudi yang terjadi belum lama ini. Dia langsung menghadap Rasulullah saw dan menyampaikan kepeduliannya dan berkata:
"Ya Rasulullah, aku berharap bahwa dengan berhenti di sini dan memeriksa kondisi para sahabat, akan memberikan manfaat yang besar. Ketika itu, kita mendatangi kaum ini, Bani Salim, dan kita memeriksa kondisi orang-orang kita. Kita menilai orang-orang yang mampu memegang senjata dan memeriksa persenjataan mereka. Kita menemukan orang-orang yang terlalu muda atau tidak mampu untuk bertempur dan memisahkan mereka dari rombongan kita. Lalu kita menyerang suku Yahudi Bani Qainuqa. Pada saat itu, mereka jauh lebih kuat dan dalam posisi yang lebih unggul dibanding kita. Namun begitu, kita mengalahkan mereka. Selanjutnya, suku-suku Yahudi tunduk kepada kita. Sekarang, ya Rasulullah, aku berharap kita bisa mengalahkan orang Quraisy dengan cara yang sama."
Setelah ini, Guru kita mengangkat Qais bin Abi Sha'sha'ah sebagai pemimpin rombongan dan meminta pemeriksaan penuh terhadap situasinya. Setelah mengeluarkan anak-anak dan mereka yang tidak bisa ikut bertempur, jumlah mereka menurut beragam riwayat adalah 313 orang.
Sementara itu, kafilah dagang itu sedang kembali dari Siria dan semakin dekat ke lokasi Badar. Pemimpin kafilah, Abu Sufyan, menghentikan kafilahnya cukup jauh dari sumur Badar dan dia langsung menuju sumur tersebut. Di sumur Badar itu ada seseorang bernama Majdi bin Amr yang dia tanya apakah dia melihat pasukan Muhammad. Abu Sufyan melanjutkan, "Aku bersumpah, Tidak seorang pun di Mekah yang mempunyai dua puluh dirham tanpa menggunakannya untuk berdagang dan menjualnya kepada kami. Jika engkau melihat salah satu di antara mereka dan tetap merahasiakannya, orang-orang Quraisy tidak akan memaafkanmu, dan tidak seorang Quraisy pun akan berdamai denganmu selama air masih membasahi rambutmu.
Ketika dihadapkan dengan pertanyaan yang tajam ini, Majdi berbicara, "Aku bersumpah, aku belum melihat satu orang musuh pun di antara engkau dan Yatsrib. Namun, aku melihat dua orang laki-laki di atas unta-unta yang mengistirahatkan untanya di bukit itu, mengisi wadah air mereka lalu kembali.
Mendengar keterangan ini, Abu Sufyan cepat-cepat berlalu dan menuju tempat dimana unta-unta itu terlihat. Yang tersisa dari unta-unta itu hanya beberapa potong kotoran binatang. Bagi seseorang secerdik Abu Sufyan, hanya ada satu hal yang perlu dilakukan. Dia turun dari untanya dan bergegas menuju kotoran yang ditinggalkan unta yang tiba sebelum dirinya itu. Dia menghancurkan kotoran itu dengan kakinya dan mengoceknya dengan ujung tongkatnya. Di dalam kotoran itu terdapat dua atau tiga bulir makanan ternak yang belum dicerna. Dia memungutnya dan memeriksanya. Bulir-bulir ini adalah makanan ternak dari Yatsrib. Artinya dua ekor unta yang datang itu berasal dari Yatsrib. Jadi, dua anggota pasukan Muhammad telah tiba di sana beberapa waktu yang lalu.
Sungguh, dengan penyelidikan luar biasa ini, Abu Sufyan berhasil memastikan bahwa terntara Muhammad telah tiba di wilayah sumur Badar. Kini tinggal satu hal yang mesti dilakukan: kembali kepada kafilah dagang dan menuntunnya ke jalan pesisir. Dengan cara ini, dia bisa menyelamatkan dirinya.
Maka, kafilah dagang itu pun bergerak menuju jalan pesisir... Orang-orang di kafilah itu tidak bisa memahami mengapa rute ini diambil dan mengapa mereka bergerak dengan secepat itu...