Cetak halaman

Kaum Musyrikin Diberi Peringatan Terakhir

Kedua tentara berada di dekat sumur Badar. Nampak bahwa sebuah pertempuran tidak terhindarkan. Namun, meskipun telah diwahyukan kepada beliau melalui sebuah ayat bahwa mereka akan menang, Guru kita tidak ingin memerangi kaumnya sendiri, kaum Quraisy. Beliau masih berharap bahwa mereka bisa mendapat hidayah.

Dengan maksud ini, beliau mengirim Umar ra. sebagai utusan kepada para penyembah berhala, menyampaikan sebuah penawaran: "Hentikanlah pertempuran ini dan kembalilah. Berperang dengan orang selain kalian akan lebih baik bagi kami."

Hakim bin Hizam adalah di antara kaum musyrikin yang menanggapi secara positif terhadap tawaran ini, dengan menyatakan pendapatnya kepada kaumnya: "Wahai kaumku, kalian melihat bahwa Muhammad bersikap baik terhadap kita. Kita mesti memikirkan apa yang dia tawarkan. Jika kita menolak, dia mungkin tidak akan bersikap baik lagi terhadap kita di masa yang akan datang."

Namun Abu Jahal sangat menentang permintaan ini, "Kita tidak seharusnya melepaskan peluang ini. Tuhan(!) telah menyiapkan peluang bagi kita untuk membalas dendam kepada mereka. Jika kita kehilangan peluang ini, tidak diragukan kita tidak mensyukurinya. Sekarang kita mesti membuat mereka menyadari posisi mereka sedemikian rupa agar mereka tidak pernah bisa mengirim mata-mata atau mencegat kafilah dagang kita lagi di kemudian hari."

Pidato Abu Jahal meyakinkan para penyembah berhala untuk melupakan rencana mereka untuk kembali. Perlu dicatat bahwa Abu Jahal lah yang secara konsisten mendorong para penyembah berhala untuk memerangi kaum muslimin dan mencegah mereka untuk kembali. Tindakan-tindakannya akan terus terlihat sejalan dengan alur kisah ini, yang menuntunnya kepada akhir nasibnya...

Langkah berikut bagi musyrikin Quraisy adalah menentukan kekuatan sebenarnya dari kaum muslimin. Untuk itu, mereka memberikan tugas pengintaian kepada Umair bin Wahab, seorang ahli dalam mengumpulkan informasi intelijen. Umair akan mendekati perkemahan muslim sedekat mungkin dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai jumlah, perlengkapan, dan moral.

Umair dengan cepat menaiki kudanya dan bergerak langsung ke perkemahan muslim. Dia mengitari perkemahan tanpa menunjukkan dirinya dan dengan cermat mengamati situasinya. Ketika dia kembali kepada para sahabatnya, dia memberikan informasi berikut:

"Jumlah mereka sekitar tiga ratus orang, mungkin tiga atau lima orang kurang-lebihnya. Mereka memiliki sekitar tujuh puluh ekor unta dan dua ekor kuda. Aku kira persediaan makanannya tidak banyak. Keuntungan terbesar mereka adalah, dari sudut pandang kita, bahwa mereka dekat dengan sumber air. Jika pertempuran tidak berakhir cepat, kita akan menderita kehausan berat, yang menjadi kekurangan kita.

Adapun mengenai prajuritnya, moral mereka sangat tinggi. Mereka bertekad siap mati, tidak mau kalah. Dengan alasan inilah, aku kira kita tidak akan mengalahkan mereka kecuali kita membunuh orang-orangnya sebanyak mungkin. Setelah kehilangan banyak orang dari sisi kita, kemenangan, dalam pendapatku, akan terasa pahit.

Jika kalian bertanya kepadaku, aku sarankan tidak memerangi mereka yang moralnya tinggi walaupun perlengkapan perangnya sedikit... Meskipun kita mengalahkan mereka, kemenangan yang diraih akan menimbulkan biaya yang sangat besar dan tidak layak."

Laporan Umair membuat orang-orang Quraisy merenungkan keputusan mereka dalam-dalam. Jika apa yang Umair jelaskan itu akurat, maka melakukan pertempuran nampaknya bukan pilihan yang bijak. Namun demikian, setiap keputusan mengenai perkara ini perlu dibuat setelah pemikiran yang cermat. Setelah melakukan rapat, ada persetujuan untuk mengirim mata-mata ke dua untuk melakukan pengintaian ulang, dan keputusan akhir akan dibuat berdasarkan informasi yang dihasilkan. Selanjutnya, Abu Usamah al-Jusyami dikirim untuk memata-matai di sekitar perkemahan kaum muslimin.

Abu Usamah dengan cepat menyelesaikan pengintaiannya dan kembali kepada teman-temannya dan merangkum apa yang telah dilihatnya:

"Aku bersumpah, orang-orang ini tidak cocok untuk bertempur. Mereka tidak memiliki kuda, perlengkapan, bahkan penjaga belakang yang tepat. Yang mereka miliki hanya beberapa ekor unta, dua ekor kuda, dan senjata-senjata mereka. Namun, moral mereka tinggi luar biasa; mereka bertekad untuk mati atau meraih kemenangan. Bertempur dengan mereka akan menghasilkan kerugian besar bagi kita. Sekarang kalian harus membuat keputusan akhir berdasarkan itu..."

Utbah, salah seorang pemimpin kaum musyrikin yang telah cenderung untuk kembali ke Mekah, mendengar laporan ini dan memutuskan untuk bertindak.

Hakim bin Hizam, setelah mendengar informasi ini dan lebih memilih kembali, segera berdiri dan pergi menuju Utbah dan berkata:

"Wahai Utbah, engkau adalah salah seorang pemimpin Quraisy yang berpengaruh dan dihormati. Apakah engkau akan tetap demikian juga di masa yang akan datang?"

Utbah bertanya dengan terheran:

"Tentu saja, Hakim. Engkau mempunyai tawaran apa dalam pikiranmu?"

Hakim bin Hizam menjelaskan apa yang dia inginkan dari Utbah:

"Cegahlah orang-orang agar tidak bertempur melawan kaum muslimin! Dengan begitu, tidak seorang pun akan menumpahkan darah, dan engkau akan selalu dicintai dan dihormati karena memikirkan tentang kaummu!"

Menurut Utbah tawaran itu menarik karena dia telah mendengar laporan dari kedua pengintai itu dan menyimpulkan bahwa mungkin lebih baik mengikuti tindakan ini. Namun demikian, ada satu masalah - Abu Jahal, yang selalu menjadi duri di sisi mereka. Apa yang mesti dia katakan?

Utbah menyampaikan keputusannya kepada Hakim dengan sebuah saran:

"Mari kita lakukan sesuai usulanmu. Walau bagaimanapun, kafilah dagang kita telah diselamatkan. Namun engkau harus pergi kepada putra Hanzala itu (merujuk kepada Abu Jahal) dan berusaha untuk meyakinkannya juga. Jika tidak, kita tidak akan bisa melakukannya sendirian. Aku juga akan membuat saran yang sama kepada orang-orang lain di sini..."

Utbah kemudian berdiri dan mulai menjelaskan pemikirannya:

"Wahai kaum Quraisy, jika kalian mendengarkanku, marilah kita berpikir ulang mengenai berperang melawan Muhammad dan para sahabatnya. Untuk setiap orang yang kalian bunuh, kalian membunuh paman kalian sendiri, keponakan kalian, atau siapapun dari suku kalian. Siapa lagi yang akan kalian hadapi setelah itu? Menurut pendapatku, kita harus menarik diri dan membiarkan Muhammad berurusan dengan suku-suku lain. Jika dia kalah dari mereka, kita akan terbebas darinya. Tapi jika dia menang, kita bisa berdamai dan menjaga hubungan kita dengannya..."

Sementara Utbah berbicara dengan kaumnya, Hakim langsung menuju Abu Jahal untuk yang ke dua kalinya dan mengulang apa yang dikatakan Utbah kepada kaumnya. Kemudian dia menunggu tanggapan dari Abu Jahal.

Abu Jahal, ketika mendengar apa yang dijelaskan kepadanya, menjadi sangat marah dan merasa terganggu. Kemarahannya meluap dan dia berbicara dengan keras:

"Engkau dan Utbah telah ditelan rasa takut! Lagi pula, putranya bersama Muhammad dan para sahabatnya, maka dia tidak ingin memerangi mereka. Aku bersumpah, kita tidak akan kembali tanpa bertempur!"

Sementara itu, di antara musyrikin Quraisy, perdebatan semacam ini sedang meningkat.

Pada ketika itu, Huzaifah al-Yamani ra. yang dikenal sebagai sekretaris kepercayaan Rasulullah saw sedang dalam perjalanan untuk bergabung dengan pasukan muslim di Badar bersama ayahnya. Niat mereka adalah bergabung dengan kaum muslimin dan ikut serta dalam pertempuran dengan kaum musyrikin. Namun ketika dalam perjalanan peralihan keyakinan ini, mereka tertangkap kaum musyrikin ketika berusaha melewati area sekitar perkemahan Quraisy.

Huzaifah ra. terkenal di kalangan musyrikin Quraisy, dan mereka memilih untuk tidak mencelakainya. Mereka malah melepaskannya dengan syarat bahwa mereka tidak akan bergabung dengan pasukan Muhammad dan kaum muslimin. Menurut perjanjiannya, Huzaifah harus langsung kembali ke Yatsrib tanpa ikut serta dalam pertempuran.

Setelah pelepasan ini, Huzaifah dan ayahnya menghadap kepada Guru kita saw dan melaporkan pengalamannya. Mendengar perjanjiannya dengan kaum Quraisy, Guru kita menasihatinya untuk memenuhi janjinya dan kembali ke Yatsrib. Keputusan ini diambil dengan tujuan menghindari ancaman bahaya serta akibat buruk dari syarat perjanjian yang telah mereka terima.

Huzaifah dan ayahnya mematuhi nasihat Guru kita dan pulang ke Yatsrib seperti yang diinstruksikan.


34 / 48

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini