Penglihatan

Kemampuan kita untuk melihat adalah salah satu dari fungsi yang paling penting. Tapi apa arti sesungguhnya dari penglihatan? Bagaimana kita melihat? Apa yang kita lihat? Apa yang tidak kita lihat?

Apakah setiap orang melihat hal yang sama?

Mengapa sebagian orang melihat perkara-perkara yang tidak dilihat oleh yang lain?

Bagaimana kita melihat di dalam mimpi?

Bagaimana sebagian orang melihat jin?

Bisakah malaikat dilihat? Jika demikian, bagaimana caranya?

Bisakah seseorang melihat wajah Allah? Bagaimana caranya?

Apa itu halusinasi?

Apa itu mimpi buruk dan bagaimana ia terbentuk?

Bagaimana kita melihat di alam kubur?

Bagaimana cara kerja penglihatan di padang mahsyar?

Bagaimana penglihatan di surga dan neraka?

Dan lain-lain dan seterusnya…

Mari kita mulai dengan mengingat apa arti penglihatan sebenarnya. Jika gelombang yang memantul dari benda-benda di depan kita di antara empat per seribu sentimeter dan tujuh per seribu sentimeter, pupil mata kita mengubah gelombang-gelombang ini menjadi sinyal-sinyal elektromagnetik dan mengirimkannya ke otak kita. Kemudian, berdasarkan pangkalan-data yang ada, sintesis dibentuk dan gambar dihasilkan. Gambar imajiner inilah yang kita klaim ‘terlihat’.

Otak mulai menerima dan menyimpan data eksternal ketika masih dalam rahim. Setiap data masukan, yakni semua gelombang yang kita terima atau tidak diterima, disimpan di dalam otak kita, di area frekuensi-frekuensi dan kelompok-kelompok sel yang serupa.

Semua gelombang data yang disimpan di dalam otak disintesa dengan gelombang-gelombang yang ada untuk membentuk komposisi baru di setiap saat. Sebuah gelombang yang menyusun pikiran, misalnya, bisa diarahkan secara spontan ke pusat penglihatan dan disintesa membentuk gambar. Bergantung pada program otaknya, ini bisa terjadi begitu saja, dimana kita mulai melihat ilusi-ilusi dan halusinasi.

Ada perbedaan yang cukup berarti di antara halusinasi dan penglihatan para wali, Rasul dan Nabi. Halusinasi yang dipicu-obat digerakkan oleh jin dan tersusun dari ide-ide tanpa dasar yang tidak didukung oleh sistem. Ide-ide dan gambar-gambar semacam itu tidak ada hubungannya dengan realita atau sistem dimana kita tinggal.

 Penyingkapan yang dialami para wali, Nabi dan Rasul, di sisi lain, bergantung pada gelombang-gelombang yang menyusun prinsip-prinsip dan realita-realita dari sistem.

Ijinkan saya untuk menekankan kembali:

Ide bahwa ruh kita berasal dari surga, dari ruhnya tuhan, bahwa ia melihat dan mengetahui dengan kekuatan ilahi yang dimilikinya, bahwa ia akan mengalami ujian di dalam tubuh dan bahwa ia akan kembali kepada tuhan – di titik dimana ia akan diadili dan dikirim ke surga atau neraka – dan bahwa kita melihat dan mendengar melalui ruh ini, hanyalah evaluasi keliru dan penafsiran yang salah terhadap ungkapan-ungkapan simbolik.

Kita mesti menggunakan nalar kita dan belajar memBACA dengan benar… Rasul dan Nabi telah menyingkapkan sistem dan tatanan Allah dalam agama Islam, menggunakan simbol-simbol dan metafora-metafora jika diperlukan. Al-Qur’an adalah kitab yang menjelaskan sistem dan tatanan Allah yang universal.

Karenanya, akan bijaksana jika kita mencari jawabannya di dalam sistem dimana kita menjadi bagiannya bukannya mencari di luar itu.

Saya ulangi, otak berpikir, merasakan dan melihat dalam batasan gelombang-gelombang data yang diterimanya. Ketika melakukan ini, dengan serentak ia mengunggah semua informasi ini kepada tubuh-gelombang yang kita sebut ‘ruh’.

Tapi, jika ruh ini terdiri dari gelombang-gelombang, bagaimana caranya ia teguh sebagi unit tunggal tanpa tercerai-berai?

Seperti halnya sel-sel yang menyusun tubuh kita saling tarik-menarik secara elektrikal, hukum tarik-menarik yang sama berlaku pada otak, dan karena otak menghasilkan ruh, fitur yang sama disalurkan kepada gelombang-gelombang ini, memastikan kebersatuan wujudnya. Karenanya, tubuh ruhani akan melanjutkan keberadaannya di akhirat sebagai unit tunggal tanpa batas waktu.

Sekarang, mari kita lihat tindakan melihat yang tidak berdasarkan pada mata… Yakni, imajinasi, halusinasi, mimpi, visi, wahyu dan penglihatan batin.

Mimpi dihasilkan dari rangsangan yang diterima otak dari efek-efek malaikati dan astrologikal yang terjadi di malam hari, yang disintesakan dengan data relevan yang dibentuk di otak, kemudian disalurkan ke pusat penglihatan otak pada interval khusus untuk menghasilkan gambar-gambar yang kita lihat di dalam mimpi.

Mimpi-mimpi mesti ditafsirkan oleh orang yang ahli karena merupakan simbol-simbol yang berdasarkan pangkalan-data orang yang bermimpi; simbol-simbol ini perlu diterjemahkan.

Halusinasi bisa dipicu oleh obat-obatan atau oleh jin. Sirkuit otak yang bertanggung jawab pada ilusi mengubah data yang terkumpul dari budaya dan nilai-nilai lokal menjadi gambar-gambar simbolik. Ilusi-ilusi (berpikiran bahwa sesuatu itu ada padahal tiada atau berfakta sebaliknya) bisa dipicu dengan obat-obatan atau gelombang-gelombang berbasis jin, mendorong orang yang bersangkutan melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada.

Penyingkapan bisa berupa dua jenis: baik melalui penglihatan ataupun tanpa penglihatan… Penyingkapan adalah kemampuan untuk mengevaluasi dan memBACA sistem berdasarkan kapasitas genetik dan pangkalan-data yang bersangkutan. Jika evaluasi-evaluasi ini disalurkan ke pusat penglihatan melalui filter pangkalan-data dari nilai-nilai lokal, maka gambar-gambar yang dihasilkan perlu diterjemahkan…

Di sisi lain, jika pusat penglihatan tidak terlibat, maka tidak diperlukan penerjemahan. Jenis penyingkapan ini juga dikenal sebagai pengamatan introspektif, penglihatan batin atau pencerahan. Akibatnya, yang bersangkutan mendapatkan penglihatan batin kedalam mekanikan batin dari sistem dan tatanan Allah.

Pewahyuan juga bisa dibagi kedalam dua kelompok umum: dengan penglihatan dan tanpa penglihatan. Pewahyuan dibentuk melalui sarana malaikati. Diketahui bahwa malaikat merupakan mahluk tidak berbentuk, namun diketahui pula bahwa para Nabi yang menerima wahyu seringkali melihat malaikat-malaikat, contohnya Jibril, dalam bentuk manusia.

Menurut pemahaman saya ini karena;

Terkadang, selama proses memBACA, realita tertentu tersingkap di otak menurut daya-otak dan pangkalan data yang bersangkutan, dan disalurkan ke pusat penglihatan sebagai bentuk-bentuk simbolik. Jadi, yang bersangkutan mengira bahwa dia menerima informasi ini dari bentuk tersebut, atau sengaja mengatakannya agar tidak bertentangan dengan konsep umum masyarakatnya.

Terkadang yang bersangkutan memancarkan gelombang-gelombang ini keluar sedemikian kuat sehingga orang lain di sekitarnya juga mampu melihat bentuk yang sama. Pengalaman yang serupa terjadi di antara orang-orang yang mengaku melihat UFO. Gelombang-gelombang yang menyusun gambar di dalam otaknya dipancarkan ke sekitarnya sehingga memungkinkan orang lain melihat gambar yang sama.

Karenanya, selama proses pewahyuan, para Nabi dan Rasul melihat malaikat-malaikat sebagai bentuk-bentuk simbolik yang dibuat oleh pangkalan data mereka. Karena kita tahu bahwa baik Jibril, malaikat wahyu, atau Izrail, malaikat maut, ataupun malaikat-malaikat lainnya tidak memiliki bentuk fisik, mereka hanya bisa dilihat sebagai bentuk-bentuk menurut pangkalan-data yang melihatnya.

Dengan informasi yang saya sampaikan ini, saya harap saya bisa menekankan fakta bahwa melihat gambar bukanlah hal yang pokok. melainkan mngevaluasi, memahami dan menerapkan ilmu di dalam otak kita.

 

20.9.98

Antalya

17 / 28

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini