Skema Ilahi Dan Penggelapan Hati
Al-Qur’an mengatakan hati manusia menjadi gelap karena dosa-dosanya.
Tak ada perbuatan ‘baik’ atau ‘buruk’ yang dibiarkan tak berbalas!
Bahkan ‘pikiran’ buruk pun ada akibatnya!
“Baik kalian menunjukkannya apa yang ada dalam kesadaran kalian (pikiran kalian) atau menyembunyikannya, Allah akan membuat kalian mempertanggungjawabkannya dengan fitur Nama Hasib.”[1]
Ayat-ayat yang diwahyukan setelah ayat di atas tidak membatalkan peringatan ini; namun, ayat-ayatnya menyatakan bahwa seseorang tidak bertanggungjawab atas apa yang diluar kendalinya. Yakni, Anda tidak bertanggungjawab atas pikiran yang muncul secara acak di kepala Anda. Kecuali jika Anda mengambilnya dengan serius, menguatkannya, dan mengikutinya, yaitu ketika Anda mengaktifkan mekanisme akibatnya!
Yang menariknya, kebanyakan orang bahkan tidak menyadari bahwa situasi buruk yang mereka hadapi merupakan akibat langsung dari perbuatan mereka sendiri! Jika ini benar-benar diketahui, maka keimanan akan mewujud dengan sendirinya. Sistemnya dirancang sehingga mekanisme akibat ini tidak mudah dilihat.
Sebagian besar masyarakat menjalankan agama dengan pendekatan peniruan, mengerahkan segala upayanya untuk mendapatkan apa-apa yang bersifat sementara yang akan mereka tinggalkan.
Sistem yang membuat seseorang menerima akibat dari perbuatan-perbuatannya ketika masih di muka bumi disebut sebagai ‘skema ilahi’ (makr) dalam Al-Qur’an.
Bergantung niat orangnya, energi akibat akan dikembalikan kepadanya selama empat puluh hari hingga empat puluh tahun, dan dalam beberapa kasus hingga akhir hidupnya. Ini disebut sebagai penggelapan hati. Jika tindakan ini membuatnya meninggalkan rumahnya tanpa iman, maka hatinya telah gelap (pemahamannya telah tertutup), yang umumnya merujuk kepada kurangnya wawasan untuk mengevaluasi kebenaran.
Perhatikan bahwa larangan ini merujuk kepada pikiran buruk, pikiran negatif. Yakni, memendam pikiran dan pendapat tentang orang lain yang tidak pantas atas mereka. Pikiran pun merupakan perbuatan; perbuatan otak. Dan tiap-tiap orang bertanggungjawab atas perbuatan mereka, yakni akibatnya tidak bisa dielakkan.
Ketika ‘pikiran negatif’ pertama kali muncul, sang individu awalnya tidak bertanggungjawab atasnya. Tapi jika pikiran yang sama itu dilanjutkan, maka sistemnya mulai mengunci dan menutup otak.
Hasil dari terlampau menyalahkan orang lain bisa berkisar antara menyangkal hukum dan kehendak Allah hingga hilangnya keimanan sama sekali. Dan jika orang meninggal dalam keadaan demikian, dia akan beralih ke dunia berikutnya sebagai orang yang kafir.
Gejala terbesar dari hati yang gelap dan tertutup adalah pendekatan imitatif terhadap perkara-perkara, berdasarkan hafalan bukannya kebenaran yang otentik, dan mengejar kesenangan dan pencapaian materi – umumnya di sekitar ranjang, dapur dan tempat kerja. Orang semacam itu menyia-nyiakan hidupnya dengan perkara-perkara yang tidak memberi manfaat apapun di kehidupan akhirat. Bahkan, mereka bisa lebih sombong dari sebelumnya, sebagai hasil dari skema ilahi!
Namun sedihnya, yang bersangkutan tidak mampu memahaminya. Dia tidak mampu melihat bahwa dirinya dikutuk Allah (tersingkirkan); malah sebaliknya berpikir bahwa dia memiliki hati yang bersih dan karenanya merasa diberkati Allah! Jika diberitahu, dia gagal faham; ketika rahmat dicurahkan kepadanya, karunia itu mengering sebelum dia mampu menerimanya dan mengambil manfaat darinya.
Dia tidak mampu memahami sejauh mana pengenalannya dengan yang Esa yang bernama Allah dan sejauh mana jalan hidupnya sehari-hari di mata Allah, sebesar apa derita yang dirasakannya karena ketidakmampuannya untuk melihat realita takdir dan iman, dan bagaimana semua itu akan menuntunnya ke api neraka di akhirat.
Jia seseorang mengatakan sesuatu yang tidak sepatutnya kepada Rasulullah SAW, meskipun tidak sengaja, dia akan menjadi buta terhadap kebenaran. Jika seseorang mengatakan sesuatu yang tidak pantas kepada wali Allah, baik sadar ataupun tidak, dia akan tercerabut dari cahaya kewalian sama sekali. Bukan karena adanya kekuatan luar yang akan menghukumnya, melainkan karena keluaran otomatis dari ketentuan-ketentuan sistemnya.
Pikiran yang salah merupakan akibat langsung dari keadaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keimanan. Terus-menerus berkutat dengan pikiran yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keimanan akan menggelapkan hati lebih buruk lagi, mencegahnya untuk merasakan realita. Ini adalah derita otomatis, diri menghukumi diri!
Orang yang tidak menjalani ketentuan ilmunya mulai menghijab dirinya sendiri, karena mustahil menjaga keadaan terkininya. Manusia terus bergerak dari satu keadaan ke keadaan yang lain, selaras dengan pikiran-pikirannya. Jika pikirannya benar, dia akan bergerak ke keadaan yang lebih maju dan wawasannya meningkat.
Sebaliknya jika pikirannya tidak benar, dia akan menyimpang dari realita menuju keadaan hidup imitatif. Dan itu menjadi hukuman terbesar yang bisa diraihnya…
Skema ilahi membuat seseorang yang berada dalam keadaan imitatif berpikir bahwa dia sedang menjalani ihwal yang benar.
Jika seseorang memiliki ilmu keimanan, namun tidak menjalani hidupnya sesuai dengan ketentuan dari ilmunya, dia telah terkena skema ilahi, kasus yang hanya bisa diselamatkan dengan cara bertobat. Penyelamatan dirinya bergantung pada mampu atau tidaknya dia melaksanakan hak ilmunya dengan benar.
Pertaubatan adalah menyadari pikiran yang keliru dalam diri dan tindakan untuk meninggalkannya. Namun sangat sulit untuk menyadari ini ketika kita tenggelam di dalamnya. Hal yang penting adalah tidak terkena skema ilahi. Karena jika Anda terkena olehnya, hampir mustahil untuk terbebas darinya, karena satu kesalahan menuntun kepada kesalahan lainnya, dan karenanya mengenali kebenaran menjadi amat sangat sukar.
Cara lain untuk menjelaskannya adalah begini:
Di dalam otak, beragam sel terlibat dalam berbagai aktivitas. Aktivitas-aktivitas ini tumbuh dan berkembang seiring waktu, makanya aktivitas yang keliru menjadi semakin keliru hari demi hari. Mustahil untuk mengoreksi rantai kekeliruan ini tanpa pertolongan ilahi.
Karenanya, semestinya kita mengendalikan pikiran-pikiran kita untuk melihat dan mengevaluasi perkara-perkara dari sudut pandang Allah, atau sedikitnya dari sudut pandang prinsip-prinsip keimanan.
Tidak seorang pun bisa berlari dari nasib buruk skema ilahi tanpa menerapkan prinsip-prinsip keimanan! Hanya dengan menjalankan prinsip-prinsip keimanan dan bertaubat atas kesalahan-kesalahan masa lalu orang bisa memadamkan api skema ilahi.
Apabila taubat diterima, yang bersangkutan dibersihkan dari tindak dan laku yang biasa menuntunnya kepada kesalahan terdahulu. Selama pembersihan ini tidak terjadi, taubatnya ini tidak diterima. Pembersihan ini dirujuk dalam Al-Qur’an sebagai ‘taubat yang sesungguhnya’ (taubatan nasuha).
Taubat yang sesungguhnya merupakan satu-satunya perkara yang bisa menangkal skema ilahi. Dan pertandanya adalah mengikuti jalan Rasulullah SAW. Apa maksudnya? Mengikuti jalan Rasulullah tidak berarti berjalan dan bicara seperti beliau, makan dan minum apa yang beliau makan dan minum, atau mengenakan apa yang beliau kenakan dan menjauhkan diri dari apa yang tidak dikenakannya!
Mengikuti jalan Rasul bukannya meniru tradisi-tradisi di jaman beliau hidup. Melainkan melanjutkan pelayanan yang beliau berikan untuk kemanusiaan sebagai Rasul Allah, melayani di jalan beliau, untuk tujuan beliau!
Semoga Allah melindungi kita dari semua kecenderungan yang menuntun kita kepada skema ilahi serta memampukan kita untuk melayani di jalan RasulNya SAW!
28.6.98
NJ - USA