Cetak halaman

Tak Ada Ruang Untuk Alasan

Apakah Rasulullah SAW muncul dari ruang angkasa?

Apakah beliau tinggal di ruang angkasa?

Atau apakah beliau pergi ke ruang angkasa?

Apakah beliau tidak datang dari tempat yang sama seperti halnya kita?

Apakah beliau tidak tinggal di dunia yang sama seperti kita?

Apakah beliau tidak pergi ke tempat dimana sebagian kita telah menuju, sementara kita menunggu giliran?

 

“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari bangsa kalian, dia kuat; derita kalian membuatnya berduka… Dia benar-benar peduli pada kalian! Dia Ra’uf (penuh kasih) kepada orang-orang beriman (yang mengimani realita esensial mereka) dan Rahim (memungkinkan mereka hidup dalam kesempurnaan di dalam esensi mereka).”[1]

Tempat di luar sana… Sosok tuhan di luar sana… Manusia-kurirnya tuhan, di luar sana… Di angkasa luar, luar sana!

Jika segala sesuatu di luar Anda, bagaimana Anda bisa melihat yang Ada di dalam diri Anda?

Seperti meyakini bahwa diri Anda lumpuh dan minta digendong padahal Anda sehat sempurna dan mampu berjalan! Kelumpuhan itu di kepala Anda, kawan!

Mengapa menanti seorang Rasul yang Rauf dan Rahim di luar sana, alih-alih mencarinya di dalam?

Mengapa tidak menyelam kedalam samudera dan berusaha berenang seperti beliau, bukannya duduk di pasir pantai dengan menonton dan bergosip mengenai perenang-perenang lain.

Kapan Anda akan menyadari bahwa Anda adalah bagian dari sistem yang mesti dibaca, disingkap dan diterapkan?

Berapa lama lagi Anda akan meyakini sosok tuhan yang mengirim perintah-perintah dari sisi lain alam semesta kepada nabi-nabi dan mengirim hamba-hamba yang patuh ke surga serta melempar para pembangkang ke neraka?

Bukankah Al-Qur’an berulang-ulang menyoroti akibat-akibat dari mengikuti pemahaman agama yang korup dari para nenek-moyang terdahulu?

Terjemahan Al-Qur’an selalu berdasarkan pemahaman para penerjemahnya; semuanya bukan Al-Qur’an aslinya! Bahkan tulisan saya sendiri mengandung lebih dari satu arti. Dan sebagai akibatnya, terjemahannya ke bahasa lain pun tidak akan pernah benar-benar sama dengan aslinya yang berbahasa Turki. Lalu bagaimana kita bisa begitu naif berpikir bahwa wahyu Allah melalui RasulNya SAW bisa terbatasi kepada satu makna tunggal?

Sayangnya, mereka yang gagal memahami makna sesungguhnya dari Al-Qur’an telah menerjemahkannya secara dangkal, dengan menggunakan kata-kata yang menyembunyikan makna intinya, baik disadari ataupun tidak…

Kata sembahyang, misalnya, tidak pernah bisa mengganti kata aslinya shalat. Sementara kata sembahyang mewakili laku penyembahan, shalat menyatakan kembali secara introspektif kepada esensi diri. Sementara yang pertama mengarah kepada dualitas melalui penyembahan terhadap yang ‘lain’, sedangkan kata aslinya mengarah kepada penemuan yang Esa yang bernama Allah ‘di dalam diri’ melalui ‘mikraj’ spiritual.

Rasulullah SAW meminta kita mendirikan ‘shalat’; Al-Qur’an tidak meminta kita untuk menyembah, melainkan meminta untuk mengalami rasa shalat.

Tujuannya bukan membungkuk dan bersujud di hadapan sosok tuhan untuk memuliakan dan memuji keluhuranNya! Melainkan untuk kembali kepada realita Allah di dalam diri serta merasakan ketiadaan diri dalam kehadiran yang Esa. Inilah makna yang sebenarnya dari pengabdian!

Mustahil untuk memahami ‘illaLlah’ (hanya Allah) sebelum mengerti makna ‘La ilaaha’ (tiada tuhan). Orang yang tidak memiliki pemahaman ini tidak akan pernah benar-benar beriman kepada Allah, RasulNya dan wahyuNya, Al-Qur’an.

Sadarilah bahwa akar masalah dari semua keliru-faham adalah kegagalan dalam membedakan antara konsep ketuhanan dengan sistem dan tatanan agung yang diciptakan oleh Nama-nama dan fitur-fitur Allah!

Ini karena kita gagal untuk melepaskan diri dari keyakinan kepada tuhan-berhala, yang telah tertanam di dalam gen kita, sehingga tidak menyadari bahwa ‘Allah’ bukanlah sosok tuhan!

Dan karena kita berpikir bahwa Allah adalah sosok tuhan, kita memahami para Rasul sebagai ‘Nabi-kurir’ yang menerima pesan dari sosok tuhan di atas sana! Kita gagal melihat perbedaan antara nabi-nabi Allah dengan rasul-rasul Allah!

Bersumber dari kekurangpahaman ini pula, kita gagal melihat mekanisme mana yang akan diaktifkan apabila kita mengamalkan anjuran-anjuran di dalam Al-Qur’an, dan apa kekurangan kita apabila kita tidak mengamalkannya!

Mungkin lebih mudah beranggapan ada sosok tuhan di atas sana. Dengan begitu, selalu ada pihak yang bisa disalahkan!

Kapan kita akan meninggalkan terjemahan-terjemahan yang berdasarkan adanya sosok tuhan dan MEMBACA pesan aslinya?

 

15.11.98

New Jersey – USA

 



[1]Al-Qur’an 9:128

4 / 28

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini