Terhijab Dari Realita
Bagaimana kita terhijab dari realita?
Apa yang dimaksud memiliki pemikiran yang kongkrit?
Konsep ‘kongkrit’ maupun ‘abstrak’ keduanya berdasarkan dimensi perkaranya.
Benda-benda yang Anda lihat melalui otak Anda adalah benda-benda kongkrit, baik itu berupa mimpi ataupun imajinasi Anda. Alat ukurnya di sini bukan kelima indera, melainkan bahwa otak mampu mengubahnya menjadi sesuatu yang dikenali dan dapat dilihat. Kriteria utamanya adalah bahwa Anda menjadi tahu akan itu! Segera setelah Anda mengetahui sesuatu, maka ia menjadi realita kongkrit Anda, meskipun ia masih abstrak bagi orang lain.
Sebaliknya, apa yang tidak Anda ketahui dengan sesungguhnya, atau tidak memberikan bentuk di dalam kesadaran Anda, maka itu menjadi abstrak Anda.
Terkadang Anda mengetahui sesuatu, Anda bisa merasakannya; bahkan seolah Anda bisa menyentuhnya, namun Anda belum bisa menamainya atau mendefinisikannya. Itulah abstrak Anda!
Kebanyakan istilah dan nama-nama yang kita gunakan, evaluasi-evaluasi dan interpretasi-interpretasi kita semuanya bersifat relatif dan menunjuk kepada konsep kongkrit yang kita bentuk-sebelumnya di kepala kita berdasarkan ide-ide lama.
Otak mengolah informasi berdasarkan pangkalan-data yang ada-sebelumnya sebelum kita mengetahuinya!
Pertama-tama, data masuk ke otak. Kemudian otak mengambil data ini atau panjang-gelombangnya dan membandingkannya dengan pangkalan-data yang ada. Jika data baru yang masuk serupa dengan data yang sudah ada, otak segera menyintesa keduanya dan membuat asumsi berdasarkan kepadanya. Jadi, informasi baru dievaluasi berdasarkan informasi lama. Dan sebagai hasilnya, keluaran (output) umumnya adalah sesuatu yang dinyatakan dengan, “Oh, saya telah mengetahui ini” …
Karena proses yang sama berlaku terhadap data yang diunggah ke ruh, dikatakan bahwa orang-orang di surga akan mengklaim, “Ini seperti apa-apa yang kita rasakan di dunia” … Tapi pada kenyataannya, semua itu sama sekali berbeda.
Maka, jika kita mengevaluasi sesuatu, kita membandingkannya dengan rekaman lama kita. Kita terhijab dari keaslian dari data yang baru, dengan mengklaim “Tidak ada yang baru”!
Namun sebenarnya, “Tidak ada yang lama!”
Karena Dia selamanya mewujudkan DiriNya dengan cara baru di setiap saat! Dia tidak merevisi atau mencipta ulang yang lama!
Jika halnya demikian, reinkarnasi menjadi benar. Sebagai contoh, Abdulqadir Al-Jilani akan muncul kembali dalam bentuk dan label yang baru. Atau yang lainnya!
Rumi mengatakan, “Apa-apa dari hari kemarin tertinggal di hari kemarin,” tetapi kita nampaknya tidak memikirkannya secara mendalam dan seksama mengenai frase ini.
Kita selalu mengambil kehidupan sebagai kelanjutan dari yang lama, apa-apa yang dibicarakan berabad-abad yang lalu, nilai-nilai dan kondisi-kondisi hari kemarin… Kita nampaknya tidak berpikir tentang apa makna dari ciptaan baru atau dibarukan, serta apa cakupan ruang-lingkupnya.
Karena kita mengevaluasi yang baru dari sudut pandang yang lama, secara otomatis kita hidup di dunia ilusi masa lalu sambil berharap bisa melihat konsep masa lampau ini dan berpura-pura sebagai masa kini.
Dan ini berlaku tidak hanya pada kehidupan agamis dan spiritual kita, melainkan juga pada kehidupan duniawi kita.
Masa lalu penting bagi kita untuk mengambil pelajaran darinya sehingga mengetahui nilai dari yang baru, bukannya untuk mundur ke belakang dan menghidupkan masa lampau. Ini bertentangan dengan mekanika dari sistem dan tatanan Allah.
Mengevaluasi masa lampau adalah satu hal; hidup di masa lalu merupakan hal yang lain.
Tahukah Anda bahwa Anda sedang membatasi dan mengkondisikan diri Anda sendiri dengan penilaian yang Anda buat di masa lampau dan karenanya mengabaikan anugerah yang tidak terhitung?
Umat yang sempurna hanya akan menghasilkan kesempurnaan!
Jika Anda melihat suatu kekurangan pada seseorang, dengan menilai dengan pengkondisian masa lalu, mungkin yang bersangkutan memang bukan orang yang sempurna, atau Anda kurang mampu untuk melihat kesempurnaan dia karena kekurangan Anda sendiri.
Tanpa mengetahui hikmahnya, Anda membandingkan hal baru dengan hal lama dan salah menilai. Ingatlah, orang yang membandingkan api dengan tanah selalu menghasilkan penilaian yang gagal!
Kita hadir di dunia bukan untuk menganalisa dan menilai orang lain, melainkan untuk mengetahui dan mengembangkan diri sendiri agar kita bisa beralih ke kehidupan selanjutnya tanpa penyesalan.
Segala sesuatu selain ini akan memperlambat kita untuk mencapai tujuan kita dan membuat kita kehilangan apa-apa yang tidak tergantikan.
Maka, mari kita berusaha mengevaluasi ulang segala sesuatu dengan cara baru, secara obyektif, tanpa membanding-bandingkan dengan masa lampau. Mari kita berusaha melihat dan mengevaluasi apapun seolah menjumpainya untuk yang pertama kali.
Ini tidak hanya berlaku pada evaluasi yang Anda buat dalam kehidupan Anda, tapi juga pada pemikiran-pemikiran, mimpi-mimpi dan imajinasi-imajinasi Anda… Semuanya dinilai dan dianalisis berdasarkan data masa lalu. Itulah mengapa kita terus-menerus dalam moda perbandingan.
Apakah kehidupan dihasilkan dengan pembaruan dan perbaikan terhadap yang lama ataukah apa-apa yang baru yang sebenarnya diciptakan? Namun kita gagal mengenal hal ini karena otak-otak kita selalu membuat perbandingan.
Tapi mengapa kita tidak bisa mengenali yang baru, alih-alih mengakui yang lama?
Alasan yang paling sederhana adalah karena kita gagal untuk mengenali kesalahan-kesalahan di dalam pangkalan-data yang ada. Dengan kata lain, kita tidak menekan tombol ‘refresh’! Kita masih menyaring data baru dengan pangkalan data yang lama!
Jika kita sungguh-sungguh ingin melihat yang baru, kita bukan hanya butuh menyegarkan kembali (me-refresh) melainkan perlu mem-format pangkalan-data kita! Ini hampir mustahil bagi otak yang bekerja dibawah kapasitas penuhnya!
Maka, jika benar-benar tidak memungkinkan, untuk apa saya menuliskan semua ini?
Karena inilah yang saya pikir situasinya, dan secara pribadi saya mencoba mengevaluasi keadaan berdasarkan kebenaran ini; dan saya pikir Anda pun mesti mengetahuinya. Karena jika kita tidak mengenal yang baru, kita mesti mengenakan barang warisan turun temurun dari orang tua kita, dari orang tua mereka dan seterusnya…
Jadi, marilah kawan, mari berhenti membanding-bandingkan apa-apa terhadap yang lama atau terhadap yang lain, dan mari berusaha menilai yang baru apa adanya. Sebagian orang mengasosiasikan kata syariat dengan perbandingan dan kesepakatan di samping Al-Qur’an dan hadits. Menurut pemahaman saya, syariat hanya terdiri dari Al-Qur’an dan ajaran Rasul SAW.
28.11.98
New Jersey – USA