Jangan Sentuh Kitab Ini Tanpa Menyucikan Diri Terlebih Dahulu
Jika anda membacanya secara harfiah, tanpa peduli dengan ayat “Kami menjelaskan kepada kalian dengan kiasan-kiasan”, Al-Qur’an akan berbicara tentang tubuh yang dibuat dari tanah, tempat penuh api yang disebut neraka, kebun yang penuh segala macam buah-buahan dan bidadari, dan sosok tuhan bertangan yang mengawasi kita dari atas…
Oh, dan tentunya ‘barzakh’ (Alam Antara) dan Hari Kiamat, dan hari dimana bumi menjadi rata seperti sebuah nampan yang besar dan semua orang akan berkumpul di atasnya…
Dan bintang-bintang yang jatuh dan ditempatkan di ruang angkasa, dan para malaikat yang memegang dan memikul neraka, sementara ia mendidih di bawah bumi yang bentuknya seperti nampan, serta para penjaga yang menggiring orang-orang ke timbangan raksasa untuk menimbang amal baik dan amal buruk… Mungkinkah manusia jaman kini berpikir itu adalah timbangan elektronik?!
Setelah menimbang bermilyar-milyar manusia, ada jembatan raksasa yang terbuat dari tanah menuju taman besar yang disebut surga melewati api neraka di bawahnya… Keliling bumi yang dikitari api akan jutaan kilometer panjangnya.
Sang kepala staf kiranya akan berseru, “Ikuti berhala dan apa yang kalian pertuhankan”. Dan setiap orang akan mulai mengikuti berhala yang disembahnya di dunia. Apabila sang berhala melewati jembatan itu, ia akan terjatuh kedalam api di bawahnya, dan para pengikutnya akan jatuh pula mengikutinya!
Sebaliknya, orang-orang yang tidak menyembah berhala dan bersujud kepada Allah akan menunggu di tempat mereka hingga mereka mendengar panggilan, “Ikuti Rasul atau Nabi yang kalian ikuti di dunia.” Lalu mereka akan mengikuti Rasul atau Nabi mereka, dan menuju Jembatan Sirat. Sebagian akan melewatinya dengan kecepatan petir dan sebagian lagi akan melewatinya dengan tertatih-tatih dan merangkak, hingga mereka mencapai taman yang disebut surga!
Pendek kata, itulah penjelasan ‘harfiah’ mengenai kehidupan yang menanti kita setelah kematian di dalam Al-Qur’an.
Apakah malam mi’raj merujuk kepada perjalanan dimana sang Utusan naik ke angkasa dan bertemu tuhan?
Apakah shalat itu tentang menempelkan kepala Anda ke tanah berulang-ulang?
Mengapa shalat direndahkan menjadi bentuk olah-raga, dan sang imam menjadi pelatih pribadi?
“Yang paling rugi di antara manusia adalah orang-orang yang tidak melakukan sujud dan ruku dengan sepantasnya…”
Apa arti sebenarnya dari bersujud? Apakah meletakkan kening Anda ke tanah dengan berlama-lama?
Agar manusia bisa mengerti betapa sedikitnya yang dia ketahui, pertama-tama dia membutuhkan ilmu.
Al-Qur’an adalah kitab ilmu!
Rasulullah SAW adalah pendakwah integral tanpa cacat kepada realita, dengan wahyu dan ilmu universal yang telah mewujud di dalam persepsi beliau.
Kitab ilmu ini mengklaim bahwa tidak ada tuhan atau ketuhanan, hanya ada Allah!
Tapi mustahil bagi mereka yang belum membersihkan dirinya dari pemikiran adanya tuhan/berhala untuk bisa memahami ini!
Al-Qur’an, dari awal hingga akhir, memberikan tuntunan kepada manusia dengan meniadakan konsep tuhan-berhala.
Al-Qur’an adalah NUR!
Ia adalah cahaya!
Ia menyinarkan cahaya kepada otak yang telah dibiarkan dalam kegelapan, untuk menunjukkan kepada manusia tentang realita!
Bagaimana bisa Al-Qur’an berlaku hingga Hari Kiamat?
Dengan keyakinan usang kepada tuhan-tuhan di langit?
Atau dengan mengklaim bahwa yang di atas sana menuliskan skenario?
Atau dengan membuka kode-kode dan kiasan-kiasan yang dia gunakan?
Rahasianya tersembunya di dalam peringatan, “Kami menjelaskan semua hal dalam kiasan-kiasan.”
Jika kita tidak bisa menggunakan petunjuk ini, kita akan mulai menciptakan pemikiran yang bukan-bukan dan berakhir di neraka, tanpa memperoleh manfaat dari Kitab Ilmu nir-waktu ini dan tanpa menemukan potensi abadi yang menyusun esensi kita.
Rasulullah SAW, yang menyingkapkan Al-Qur’an, mengatakan, “Apabila kalian dipanggil untuk shalat…”
Kita di ajak untuk membaca Kitab ini sedikitnya lima kali sehari!
Mengapa shalat tidak bisa tanpa wudhu? Apa itu wudhu? Bagaimana cara melakukannya?
Mengapa shalat tidak bisa tanpa Al-Fatihah?
Saya bertanya-tanya apakah kita menyadarinya?
Sang muazin… Mengajak kepada apa ketika dia memanggil orang-orang dengan azannya? Sadarkah dia dengan panggilan yang dia buat?
Apakah orang-orang sadar dan tahu mereka diajak untuk apa?
Bagaimana cara kita membersihkan diri dan mengambil wudhu untuk memenuhi panggilan sang muazin?
Seperti telah saya jelaskan dalam buku Kekuatan Doa, Rasulullah SAW menasihatkan bahwa kita membaca doa yang dimulai dengan, “Ya Allah, Rabb dari panggilan yang sempurna ini…” setelah selesai azan… Mengapa panggilan yang ‘sempurna’? Panggilan yang sempurna kepada apa?
Sang muazin memanggil kita kepada apa?
Mungkinkah panggilan untuk merasakan mi’raj?
Bukankah shalat itu mi’rajnya orang-orang yang beriman?
Fahamilah bahwa panggilan shalat secara esensinya adalah panggilan untuk mi’raj!
Abdulqadir al-Jilani mengatakan, orang yang tidak mengalami/merasakan mi’raj tidak disebut mengerjakan shalat!
Tapi mi’raj adalah alat, sarana untuk merasakan hal lainnya.
Kepada pengalaman apa sebenarnya kita dipanggil sebenarnya, saya bertanya-tanya?
Dan mengapa panggilan ini sebelumnya diwajibkan 50 kali sehari?
Pernahkah Anda memikirkan bahwa panggilan shalat sebagai ajakan untuk menjalani mi’raj menuju realita diri yang lebih tinggi?
Bagaimana panggilan shalat dikumandangkan?
Siapa yang mendengarnya? Siapa yang menginderanya? Siapa yang meresponsnya?
Mengapa shalat merupakan kewajiban bagi orang-orang beriman?
Mengapa sedikitnya lima kali sehari?
Apa yang luput dari orang-orang yang tidak merespons kepada panggilan ini?
Seakan telinganya telah menjadi tuli!
Apakah Hari Kiamat telah dimulai atau apa?
Matahari telah redup, yakni ilmu telah memudar, dan bintang-bintang telah jatuh, yakni orang-orang yang berilmu telah mundur…
Dunia menjadi sesak oleh orang-orang yang buta akan realita dan tuli terhadap panggilan azan, dan impoten untuk berbicara kebenaran!
Manusia telah dibungkam!
Hanya pemutar rekaman yang bekerja, mengulang-ulang ilmu hafalan…
Tolonglah kami, ya Allah!
19.7.99