Realita
Penghakiman itu milik Allah!
Kekuasaan milik Allah!
Orang yang tidak menghakimi/menilai dengan penghakiman Allah adalah pengingkar realita!
“Orang-orang yang tidak menghakimi dengan apa yang telah Allah wahyukan, mereka itu pengingkar realita!”[1]
“Dan siapapun yang tidak menghakimi sesuai dengan apa yang Allah wahyukan, mereka itu orang-orang yang zalim.”[2]
“Siapapun yang tidak menghakimi dengan ketentuan yang diwahyukan Allah, mereka adalah pembuat kerusakan!”[3]
Mereka itu para pengikar realita karena, dengan mengingkari kebenaran, mereka menutupi sumber acuan yang telah diwahyukan.
Mereka berbuat zalim karena, dengan tidak berlaku adil terhadap realita, mereka menzalimi diri mereka sendiri.
Mereka membuat kerusakan karena, dengan kegagalan untuk mengenal hakikat dirinya, mereka hidup dengan konsep ‘diri’ yang rusak.
Mari sekarang menggali sedikit lebih dalam:
Jika kita memandang dengan pemahaman yang terkondisikan bahwa ada sosok “tuhan” sebagai dzat yang berkuasa dan berada di langit yang menghakimi dengan aturan-aturan yang diturunkannya kepada hamba pilihannya di bumi…
Tapi jika kita memahami apa yang dirujuk oleh nama “Allah” dan memiliki kapasitas untuk merenungkan implikasi-implikasinya, kita bisa melihat bahwa:
Ada Hakim Universal Absolut Tunggal di setiap iota wujud, dan hanya penghakiman ini yang berlaku di jagat raya di sepanjang waktu!
Jadi, orang yang ingkar menutupi realita ini karena tidak mempunyai wawasan dan pandangan ke depan untuk bisa melihat Hakim Absolut ini…
Orang-orang yang zalim menzalimi dirinya sendiri karena dia menganggap dirinya adalah yang lain dan di luar dari sang Hakim Absolut, karenanya jatuh kedalam dualitas dan menjadi terhijab dari Diri hakikinya…
Dan seorang perusak gagal untuk melihat sang Hakim Absolut di dalam esensinya; pengkondisian dan penilaian norma oleh dirinya merusak kesadarannya, membuat dirinya melihat dan menilai segala hal dengan cara yang menyimpang…
Sekarang mengingat hal ini, mari kita singgung sebuah topik yang saya bahas dalam buku Misteri Manusia…
Menurut agama Islam dan Sufisme, jika seseorang berperilaku melanggar dan berbahaya, kita disarankan bersikap ramah kepada pelakunya namun mengutuk perbuatannya… Artinya, kita disarankan mengutuk perbuatannya dan memisahkan pelaku dari pelanggarannya, dengan mengingat pemahaman “menyayangi ciptaan demi sang pencipta” tanpa mengurangi kasih sayang kita kepada orangnya!
Hakum Absolut melakukan segala sesuatu untuk alasan dan tujuan tertentu, yang mendefinisikan hikmat dibalik penciptaannya. Baik kita menganggapnya baik atau buruk, itu tidak mengubah apapun.
Fatwa bukanlah prinsip dasar dari agama! Fatwa tidak pernah bisa menjadi alasan untuk menyelamatkan Anda dari akibat perbuatan Anda. Fatwa hanyalah sebuah pendapat.
Jika sebuah fatwa dibuat berdasarkan pandangan baik yang sempit namun bertentangan dengan realita, itu akan membuat semua pengikutnya tersesat!
Jadi, kita mesti menyadari kebenaran bahwa:
Segala sesuatu yang telah terjadi MESTI terjadi, mustahil tidak terjadi! Itu pasti dan mutlak akan terjadi – bagaimana pun itu – dan terjadilah! Sedangkan segala sesuatu yang tidak terjadi tidak mungkin terjadi, ia hanya asumsi dan karenanya tidak terjadi!
Bagi setiap individu ada tujuan penciptaan dan jalan hidupnya masing-masing, dan segala sesuatu yang akan menuju ke situ telah dimudahkan…
Jadi, sikap yang bagaimana yang mesti kita tunjukkan kepada orang yang terhijab dari hakikat dirinya dan menjalani hidupnya untuk kepuasan jasmaninya semata?
Menyampaikan kebenaran… adalah kewajiban kita!
Tapi jika dia menolaknya, bersikap tidak bersikeras juga kewajiban kita!
Jika pandangan dan perilaku orang tersebut tidak selaras dengan kita, maka kita cukup mengatakan “Semoga Allah memberi kita petunjuk dan kedamaian” dan kita melangkah di jalan kita sendiri…
Jalan kita berpapasan dengan banyak orang selama hidup kita… Dengan sebagiannya kita berjalan bersama sementara dengan yang lain, karena perbedaan susunan penciptaannya, kita segera berpisahan setelah pertemuan… Setiap orang berjalan di jalur yang susunan penciptaan dan tujuannya berselaras…
Dan benar, ada hari yang mungkin kita jumpai dengan berlinang air mata, mengenang semua orang yang dulunya sayang dan erat tapi kemudian meninggalkan Anda, satu demi satu…
Perpisahan tidak bisa dihindari kawan… Mereka ditakdirkan terjadi hingga nafas kita yang terakhir… Tapi mungkin beberapa teman akan tetap dekat dengan Anda, cukup jumlah mereka untuk mengantar Anda ke tempat peristirahatan terakhir…
Ah toleransi… Toleransi…
Melihat sang Hakim dibalik keputusanNya!
Melihat Allah dibalik sang Hakim!
Melihat bahwa para Rasul pun bahkan hanya memenuhi pengabdiannya…
Kawan… Bersegeralah mengambil moralnya Allah dan berteman dengan teman-temannya Allah sehingga para pengkhianat di sekitar Anda tidak menyebabkan kematian Anda!
Anda juga mungkin begitu terhijab seperti melempar orang-orang yang Anda cintai kedalam api lalu mengklaim “Ini ketetapan ilahi!” …
Tapi realitanya adalah:
Akhir hidup Anda ditentukan oleh tujuan keberadaan Anda. Yakni, untuk tujuan apa Anda dihadirkan adalah yang menentukan akhir hidup Anda.
Jika setelah ilmu datang kepada Anda, Anda memilih berdiam diri, maka Anda termasuk mereka yang menzalimi diri sendiri.
Katakanlah, “Rabb-ku Allah!” dan ambil moralnya Allah agar Anda bisa menghakimi dengan penghakiman Allah.
Jika tidak, maka Anda benar-benar menjadi pengingkar realita, orang yang zalim atau pembuat kerusakan.
Semoga Allah memudahkan kita menjadi orang-orang yang memenuhi pengabdian dengan gaya-hidup yang sesuai dengan kekhalifahan.
10.6.99