Namun, ayat ke delapan dari surat ke-2 (al-Baqarah) menegaskan bahwa ketidakmampuan massa untuk memahami kebenaran-kebenaran tersebut sebagai manifestasi mereka (sebagai komposisi dari Nama-nama) tidaklah dalam posisi sebagai kaum intelektual:
“Dan di antara orang-orang itu ada berberapa yang mengatakan, ‘Kami beriman kepada Allah (sesuai dengan makna isyarat B) dan Hari Akhir,’ namun mereka bukanlah orang-orang yang beriman (sesuai dengan makna isyarat B).”
Karenanya, menghilangkan makna utama yang dicakup huruf B sebagai ‘dualitas implisit’ dan tidak memberikan perhatian yang layak kepadanya, sudah pasti menelurkan pemahaman keliru ‘Tuhan di atas sana, dan saya di muka bumi’, yakni menghasilkan pemahaman seperti yang ada sekarang ini.
Sedangkan…
Ketidakabsahan dualitas telah nyata sejak huruf yang paling pertama dari Al-Qur’an; huruf B, dari ayat (surat) pertama yang disebut ‘Basmallah.’ Kebenaran ini, yang disembunyikan oleh para ulama Al-Qur’an karena pengkondisian yang mereka terima selama pendidikan, diperjelas pertama kali oleh Hazrat Ali sekitar 1400 tahun yang lampau.
Hazrat Ali, puncaknya kewalian, menunjukkan kebenaran ini, yang dianggap rahasia di jamannya, dengan kata-kata:
“Rahasianya Al-Qur’an adalah di dalam al-Fatihah (surat pembuka), rahasianya al-Fatihah ada di dalam B-ismillah, dan rahasianya B-ismillah adalah di dalam huruf B (ب). Dan aku adalah TITIK di bawah ‘B’ (ب)!”
Kebenaran yang ditunjukkan Hazrat Ali ini memegang peranan penting dalam Al-Qur’an sebagai simbol peringatan, yang awalnya dijumpai sebagai huruf B, huruf pertama dari ayat pertama ‘B-ismillah, dan kemudian di seluruh Al-Qur’an.
Mendiang Hamdi Yazir, dalam Tafsir Al-Qur’an-nya; Ahmed Avni Konuk, dalam penafsirannya terhadap Fusus-al Hikam (Mutiara Hikmah oleh Ibnu Arabi) dan Abdulaziz Majdi Tolun dalam komentarnya terhadap Insan-I Kamil(Manusia Sempurna) semuanya telah memberikan peringatan yang cukup mengenai kebenaran ini.
Saya pun, sejauh kemampuan saya, mencoba mengevaluasi ayat-ayat dari kitab mulia ini dari sudut pandang kebenaran ini; dengan mengambil perhatian khusus dimana huruf B digunakan dan makna apa yang dicakupnya dalam posisi khusus ini.
Ayat ‘B-ismillah’ menekankan pentingnya MEMBACA Qur’an dengan kewaspadaan akan makna yang disiratkan oleh huruf B. Huruf B menunjuk kepada realitas bahwa semua kesenangan atau kesedihan yang dialami seseorang, yang dihasilkan dari realitas batinnya sendiri, sesuai dengan makna-makna yang diproyeksikan dari esensinya. Huruf Bmengatakan kepada kita bahwa pengalaman surga atau neraka seseorang adalah akibat langsung dari tindakan-tindakannya; yakni, apa yang mewujud melalui seseorang adalah berdasarkan Nama-nama yang melekat di dalamnya. Makanya, ‘B-ismillah’ diulang pada setiap permulaan surat… mengingatkan kita akan kebenaran ini.
Menurut pemahaman saya, ‘B-ismillahirrahmanirrahim’ adalah satu surat di dalam dirinya sendiri.
Adalah mustahil memahami Al-Qur’an tanpa pertama-tama memahami tujuannya, yang ditandai oleh Realitas Absolut yang ditunjuk oleh nama Allah, yang berdasarkan pada Al-Qur’an sendiri serta ajaran dari manusia yang paling hebat yang pernah hidup di muka bumi, Muhammad Mustafa (saw).
Jika tujuan ini tidak diketahui, pendekatan yang diambil terhadap Al-Qur’an pun akan salah; menganggapnya seolah sebagai kitab sejarah, kitab kebajikan, kitab aturan sosial, atau kitab yang mengandung ilmu jagat raya, dll.
Sedangkan kebenaran yang paling penting, yang nampak nyata bagi pemBACA yang tidak mempunyai prasangka atau prakondisi, adalah petunjuk-petunjuk yang memungkinkan seseorang meninggalkan pandangan mendua, serta ajaran mengenai cara-cara dimana kesadaran dapat dibersihkan menuju realitas ini. Karena cara mereka diciptakan, manusia adalah mahluk abadi (immortal)! Mereka hanya merasakan kematian dan, dengan mengalami alam-alam keberadaan baru (ba’th) secara sinambung, mereka melanjutkannya dengan suatu kehidupan yang kekal!
Kematian adalah Kiamatnya seseorang, dimana tirai tubuh diangkat dan ia pun melihat realitas dirinya, dan kemudian mulai menjalani akibat-akibat dari seberapa banyak mereka mampu menggunakan realitas ini selama kehidupan mereka di bumi. Ketika Anda MEMBACA, Anda akan melihat beragam gambaran mengenai hal ini di sepanjang buku ini.
Karenanya…
Manusia harus mengetahui dan memahami realitas mereka sendiri dan menjalani hidup mereka sesuai dengan itu, sehingga mereka dapat menggunakan potensi yang muncul dari Realitas mereka dan mendapatkan kehidupan surgawi… yakni, tentunya, jika Rabb mereka (Nama-nama yang mencakup esensi mereka) telah memungkinkan mereka untuk melakukan itu! Tindakan kembali kepada Rabb seseorang, seharusnya bukan kembali secara eksternal, melainkan kembali secara internal menuju Realitas dirinya, seperti halnya shalat – kembali ke dalam menuju esensi diri seseorang.
Pada titik ini, kita harus memperhatikan hal-hal berikut:
Menurut pemahaman saya (dan seperti telah saya coba jelaskan di dalam buku saya Perbarui Diri Anda [Renew Yourself]), struktur yang saya rujuk sebagai ‘jagat di dalam jagat’, berkenaan dengan realitasnya, adalah sebuah gambar kerangka tunggal multidimensi, atau, sebuah ‘ilmu holografik tunggal – sebuah samudra energi’ dengan semua dimensi-dimensinya. Keseluruhan samudera ini terkandung di dalam tiap tetesnya. Ini adalah potensial kuantum! Seperti dinyatakan Rasulullah (saw) dengan kata-kata: “Bagian mencerminkan keseluruhan!”