Apakah Penciptaan Menentukan Ilmu?
Telah berabad-abad para sarjana berbeda pendapat terhadap pertanyaan:
“Apakah penciptaan ditentukan oleh pendahuluan ilmu, ataukah ilmu ditentukan oleh penciptaan?”
Atau dengan kata lain, apakah sesuatu dikenali setelah mewujud dan menyingkapkan dirinya, ataukah terwujud berdasarkan ilmu yang ada sebelum ia tersingkap?
Jawaban terhadap pertanyaan ini menjelaskan misteri dari penciptaan…
Mari kita anggap bahwa penciptaan ada ‘secara independen’. Namun, ‘ilmu’ yang berkaitan dengan penciptaan merupakan bagian ilmu Allah. Sekarang, jika merupakan keharusan bagi Allah untuk mewujudkan IlmuNya keluar, maka seseorang dapat mengatakan ‘ilmu ditentukan oleh perwujudan’.
Namun karena kita sedang berbicara mengenai Keberadaan tak-hingga yang tak berbatas yang mewujud dalam setiap dimensi, Keberadaan Absolut tanpa batas, yang bukan hanya tak-hingga dari sisi Keabsolutannya namun juga mengenai ifat-sifatNya, maka kita sedang memandang pada tampilan tak hingga dari Nama-nama dan Perbuatan-perbuatan eksplisitnya!
Apa yang dapat mewujud tanpa, dan karenanya menjadi subyek dari, kebergantungan kepada yang Esa yang tak-hingga dari sisi KeabsolutanNya, sifat-sifatNya, Nama-nama dan PerbuatanNya? Bagaimana Dia dapat bergantung pada, atau ditentukan oleh, perwujudan yang berasal dari IlmuNya sejak awal?
Kita suka mengatakan ‘kekuasaan mutlak hanya milik Allah’ namun jarang merenungkan makna sejatinya.
Mari kita mencoba dan melakukan tinjauan abstrak dengan membersihkan diri dari pengkondisian kita, sehingga dengan demikian kita bisa ‘mencairkan gunung es kita’ dalam obyektivitas kesadaran dan mencapai ketak-ego-an. Mari kita menjadi ‘binal’ dalam samudra realitas, dan mulai menyadari bahwa seluruh perwujudan, segala sesuatu yang telah dan akan muncul sebagai mahluk ciptaan, bergantung pada, dan ditentukan oleh ilmu!
Ada yang mengklaim;
“Dia mewujudkan apa yang ada dalam IlmuNya; yakni, makna-makna yang implisit dalam keberadaanNya menjadi eksplisit melalui perwujudan, karenanya, makna-makna menyebabkan penciptaan mereka sendiri…”
Namun, ada masalah kunci yang hilang dalam pandangan ini, yakni bahwa Allah mewujudkan makna-makna yang ‘ingin’ dilihatNya, bukannya apa yang Dia rasa ‘mesti’. Allah tidak mengekspresikan keluar makna-makna yang ditemui dalam IlmuNya, melainkan makna-makna yang Dia ciptakan dengan ilmu yang berkenaan dengan Hakikat AbsolutNya.
Mengklaim sebaliknya berarti memberikan batasan kepada Diri Tak-hingganya Allah, dan menyiratkan kondisi bahwa Allah adalah jumlah total dari semua makna-makna eksplisit, sedangkan Allah adalah Esa (Ahad). Karena ‘Allah bukannya terbuat dari bagian-bagian atau susunan dari bagian-bagian’, maka Allah bukan juga akumulasi dari makna-makna. Kita tak dapat mendefinisikan Dia sebagai formasi dari Nama-nama. Makna-makna yang terbentuk oleh ‘sifat ilmu’ tentang Dzat Absolut Allah yang kita bicarakan di sini. Karenanya, Allah mewujudkan apa yang ‘dikehendaki’Nya. Namun ini tidak berkonotasi dengan ‘bentuk’ fisik atau spiritual terhadap Allah, karena Dia jauh dari memiliki kebutuhan akan bentuk-bentuk.
Jika Allah perlu mewujudkan sesuatu dalam ilmunya, maka mestinya akan memiliki bentuk implisit pada tingkatan Ilmu, sebelum mencapai wujud fisiknya. Namun, Allah telah menciptakan seluruh alam berdasarkan makna-makna yang Dia ciptakan dalam IlmuNya, karena Allah bebas mengatur IlmuNya sesuai kehendakNya.
Seluruh alam, yang pada realitasnya sebenarnya tiada, belum tercipta pada sisi Perbuatan Allah namun baru pada sisi Nama-nama Allah. Karenanya, seluruh keberadaan ada di dalam IlmuNya.
Mereka, yang keliru faham bahwa ‘ilmu ditentukan oleh perwujudan’, mencoba memandang bagian atas dari bawahnya. Mereka mencoba memecahkan misteri ini dengan ilmu dan cahaya Kewalian Sugro (Wilayat Sughro). Kewalian Sugro meliputi ‘kenaikan’ dari manusia kepada Allah, sedangkan Kewalian Kubro (Wilayat Kubra) meliputi penurunan dari Allah ke tingkatan manusia.
Dalam pandangan Manusia Sempurna, yang memelihara ilmu dan keutamaan penyingkapan agung pada stasiun kekekalan (BakaBillah), perwujudan ditentukan oleh ilmu!
Bertentangan dengan ini, berdasarkan pandangan ‘kenaikan’ dari Kewalian Sugro, ilmu ditentukan oleh perwujudan, dan dalam pandangan ini perwujudan bersifat tetap.