Kehendak Yang Esa
Ketika Yang Esa, untuk mengalami DiriNya sendiri, berkehendak membuka DiriNya melalui bentuk tertentu dalam alam jasmani, bentuk tersebut akan kembali kepada Yang Esa dengan mengorbankan segalanya, termasuk keberadaan dirinya.
Untuk mencapai tujuan ini, ia akan melepaskan segalanya, dari bidang pikiran hingga bidang tindakan, segala yang dianggap miliknya akan ditinggalkan. Ia akan menanggalkan pengkondisian diri, dan semua nilai-nilai yang melekat padanya, serta emosi-emosi yang diakibatkannya... Ia bahkan akan melepaskan hasrat-hasrat jasmani dan kecanduannya, membersihkan tubuhnya dari kebiasaan merokok dan minum minuman keras, makan dan tidur berlebihan dan kelemahan-kelemahan fisik lain yang diperoleh selama hidupnya. Ia kemudian akan memulai praktek-praktek spiritual untuk meningkatkan kesadarannya.
Ketika ia menemukan realitasnya pada tingkat kesadaran, ia akan mengenal Yang Esa dan menyadari bahwa semua ilmu berkenaan denganNya. Ia kemudian akan menyadari sifat ilusi dari dirinya dan ketiadaan identitas nyata dirinya, dan mulai melepaskannya, dan akhirnya melenyapkan dirinya dan bersatu dengan Yang Esa.
Namun demikian, semua ini hanya bisa dicapai melalui petunjuk dari mentor yang tercerahkan, yang telah menjalanirealitas ini. Karena mustahil bagi seseorang, dengan ikhtiarnya sendiri saja, bisa terbebas dari kungkungan pengkondisian, dari hasrat dan kecenderungan alami, atau ilusi identitas-diri.[1]
Maka, untuk mencapai Yang Esa, ia mesti mencari dan menemukan seseorang yang memungkinkan dirinya melepaskan semua pengkondisian dirinya, seorang penunjuk jalan yang telah melewati proses ini dan telah tercerahkan. Karena seseorang tidak akan dapat mengajari orang lain untuk berenang jika ia sendiri tidak tahu bagaimana cara berenang! Jika ada seseorang mengaku dapat mengajari Anda cara berenang, sedangkan ia sama sekali tak pernah melihat samudera, tinggalkanlah ia dalam khayalannya dan lanjutkan perjalanan Anda. Seorang penggembala tidak akan dapat mengajari Anda cara berenang. Anda mesti mencari panduan yang tepat dari sumber yang tepat.
Ketika pemandu yang benar ditemukan dan petunjuknya didengar dan diterapkan, pemurnian jiwa akan terjadi dan kesadaran akan bangkit. Proses yang berat ini akan berlanjut hingga ketundukan sempurna dan kesatuan dengan Yang Esa tercapai. Pada titik ini, ia akan menyadari bahwa ia ‘Islam’. Ia akan menjadi ‘Abdullah’ yakni ‘pelayan Allah’ dan mencerminkan makna-makna Allah pada cermin kefanaan dirinya yang baru digosok dan disucikan.
Penyucian sejati mengorbankan segalanya. Akan menuntut pengorbanan atas segala sesuatu yang kita miliki. Jika kita tak mau melepaskan semua yang kita miliki dalam pencarian ini, mungkin lebih baik tidak menapaki jalan ini sama sekali, karena ini merupakan perjalanan yang penuh dengan perjuangan, rasa sakit, kesusahan dan penderitaan... Jalan ini bisa mengorbankan apapun yang kita miliki, apapun yang kita cintai, identitas kita dan segala sesuatu yang melekat padanya!
Jika kita mengaku telah sampai pada tantangan ini, namun menangis dalam kesedihan atau menyalahkan orang lain ketika mengalami kehilangan, bukan hanya tidak akan mendapatkan apa yang telah hilang, kita pun bahkan semakin cenderung menyalahkan orang lain.
Nabi Muhammad (saw) mengatakan:
“Jangan mengkritik; engkau tidak akan mati hingga mengalami apa yang dikritikkan itu.”
Jadi, jika kita menerima ilmu ini dan ingin mencapainya, maka kita mesti mau untuk dibakar di neraka agar bisa masuk surga. Karena seseorang hanya dimurnikan dengan pembakaran! Seperti halnya emas dimurnikan dengan api… Seperti dikatakan ayat berikut:
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang beriman jiwa mereka (nafs) dan harta mereka karena mereka [sebagai gantinya] akan mendapatkan Surga.” (Qur’an 9:111)
Catat bahwa ayat ini mengatakan ‘jiwa’ dan ‘harta’!
Mari kita evaluasi kata-kata ini dalam cakupan yang luas.
Bagaimana kita bisa mengejar kesenangan-kesenangan jasmani, dengan membiarkan dajjalnya ego sepenuhnya berkuasa, dan pada saat yang sama menyatu dengan Yang Esa? Jelas mustahil. Setan (ego) mengarahkan pikiran-pikiran kita kepada semua jalan ‘buntu’, dan membuat kita berpikir bahwa ada jalan tembus padanya, Namun sayangnya itu hanyalah perangkap ego; hanyalah prasangka belaka!
Sejarah dipenuhi oleh tokoh-tokoh yang secara spiritual tercerahkan. Lihatlah kehidupan mereka. Manakah di antara mereka yang hidup tanpa penderitaan? Hidup mereka penuh dengan pemurnian dan pengorbanan!