Kenyataan Ataukah Mimpi
Menurut pandangan ilmiah;
Jika kita dapat memahami kebenaran, kita dapat mengerti bahwa mahluk yang sadar, sebagai bagian dari dunia ini, dengan cara dan bentuk apapun tidak akan dapat mengulangi Hidupnya dan kembali ke bumi melalui tubuh yang lain. Alasannya sederhana, pergerakan yang dibolehkan di jagat ini hanyalah pergerakan yang maju ke depan.
Jika saja kita dapat melewati tubuh biologis dan merealisasikan kehidupan holografik radial … Jika saja kita dapat melompat ke kesadaran murni dan menemukan esensi (haqiqat) diri dalam Esensi keberadaan … kita mungkin akhirnya akan mencapai kebenaran mengenai tahap-tahap kehidupan kita sebelumnya, dan menyadari bahwa sebenarnya kita tak pernah ada sejak awalnya.
Bagaimana ini bisa dicapai?
Sebelum menjawab pertanyaan penting ini, mari kita pikirkan hal berikut ini:
Sementara esensi tegas dari keberadaan kita adalah kesadaran yang berasal dari ketiadaan, mengapa kita merendahkan martabat kita menjadi keadaan material yang tak berhias, membatasi diri sendiri sebagai daging dan tulang, dan mendefinisikan diri sebagai mahluk bumi, yang dibatasi oleh jarak dan waktu?
Jika saya bertanya kepada Anda ‘Berapa umur Anda?’, misalnya, Anda mungkin menjawab ‘Umur saya 30 tahun’. Tapi benarkah itu? Berdasarkan apa Anda mengatakan 30? Apakah ini angka absolut atau relatif?
Mari kita melihatnya dari perspektif ilmiah:
Karena kehidupan terkini Anda berhubungan dengan tubuh fisik, dan tubuh fisik ada terhubung ke bumi dimana Anda tinggal, Anda berasumsi bahwa Anda berusia 30 tahun, berdasarkan waktu bumi.
Sesuai dengan perhitungan ini, jika Anda misalnya hidup 30 tahun lagi, Anda akan meninggalkan bumi pada usia 60. Tapi bagaimana setelah Anda meninggalkan bumi, apakah Anda akan berpikir bahwa Anda berusia 60 tahun?
Bumi mengitari medan magnet matahari dalam orbitnya. Ini berarti bahwa setiap mahluk hidup di bumi mengambil kehidupannya dari energi matahari. Secara teoritis, kita dapat mengatakan bahwa bintang yang disebut matahari merupakan perwujudan Sifat-sifat Hidup Allah di jagat ini. Atau, jika bukannya energi surya, kita bisa menyebutnya ‘kekuatan malaikat yang menyusun matahari’.
Semua bentuk kehidupan, pada semua benda langit di dalam sistem tatasurya kita, memperoleh hidup dan bentuknya dan melanjutkan keberadaannya dengan kekuatan malaikat ini, pada kedalaman dimensional matahari.
Otak, yang menyusun kesadaran individual, menilai beragam dimensi ini dengan menggunakan reseptor pengindra. Dan berdasarkan penilaian-penilaian ini, otak menggabungkan dirinya kepada medan data yang ditangkap reseptor.
Manusia, yang memulai perjalanannya di bumi dengan tubuh biologinya, melangkah ke tahap kehidupan berikutnya (setelah kematian, pen) dengan menggunakan tubuh radial astralnya yang dihasilkan otak biologinya ketika hidup di bumi.
Karena orang yang ‘merasakan kematian’[1] terlepas dari tubuh fisiknya dan melanjutkan kehidupan berikutnya di Alam Kubur (qabir), atau ke keberadaan lepas dalam Alam Antara (Barzakh) dengan diri radial astralnya, bumi sama sekali lenyap dari medan pandangannya. Mereka memulai bentuk kehidupan baru di dalam medan magnet bumi, mengitari matahari. Dengan kata lain, mereka memulai hidup di bawah pengaturan matahari dan energi surya, dan karenanya tunduk kepada satuan waktu matahari, hingga hari kiamat.
Berapa lamakah satu tahun galaktik, atau satu tahunnya menurut satuan waktu matahari?
Seperti kita ketahui, satu tahun adalah waktu yang diperlukan bumi untuk mengelilingi matahari.
Satu tahun galaktik, karenanya, adalah waktu yang diperlukan matahari untuk mengitari pusat galaksi kita, Galaksi Bimasakti. Untuk mengitari titik ini, dari jarak sekitar 32.000 tahun cahaya, akan memerlukan waktu 255 juta tahun waktu di bumi. Karenanya, satu tahun galaktik adalah 255 juta tahun bumi.
Berdasarkan pengertian ini, seseorang yang meninggal di bumi pada usia 70 tahun hanya hidup selama 8,6 detik saja menurut dimensi keberadaan nyatanya. Ketika orang ini berpisah dari tubuh biologisnya saat kematian dan memasuki Alam Antara (Barzakh), pentas (platform) dari orbit dan energi matahari, rentang waktu hidup yang nampaknya 70 tahun pada kenyataannya hanya lah 8,6 detik!
Rasanya seperti ketika kita bangun dari sebuah mimpi yang panjang, yang pada kenyataannya hanya berlangsung selama 50 detik. Cobalah untuk mengingat saat terakhir anda mengalami mimpi seperti itu. Ingatlah berapa lama rasanya selama bermimpi dan berapa lama setelah Anda bangun. Sekarang, coba dan bayangkan relevansi dari ‘mimpi dunia’ ini dari sudut pandang akhirat, dimana lamanya Anda hidup di dunia akan terasa tidak lebih dari 7 atau 8 detik saja!
Kesimpulannya, sebagai mahluk sadar, kita adalah warga keberadaan dari dimensi yang lebih besar dan tunduk kepada nilai-nilai dan hukum-hukum sistem ini. Namun, kapasitas otak kita untuk menilai bidang yang sangat luas ini terhalangi oleh pengkondisian yang berasal dari persepsi bahwa kita ada dalam bentuk fisik dan karenanya terbatasi oleh kelima indra kita. Sedangkan ‘kematian’ pasti akan membangunkan kita kepada kebenaran ini dan memaksa kita untuk menyadari sifat fana(sekejap) dari kehidupan duniawi. Kemudian kita akan menyadari betapa singkatnya kehidupan ini sebenarnya dan betapa tak acuh dan bebalnya pikiran kita sehingga menghalangi potensi kita.
Mari kita coba mengevaluasi lagi perkataan Rasulullah Muhammad SAW: “Orang-orang sedang tidur dan akan bangun dengan kematian” juga ayat-ayat berikut dengan mengingat kebenaran ini:
“Pada hari ketika melihatnya (kiamat mereka, kematian mereka) seolah mereka hanya tinggal (di bumi) satu malam atau setengah hari saja.” (Qur’an 79:46)
“Kamu hanya tinggal di sana sebentar saja, jika saja kamu mengetahuinya!” (Qur’an 23:114)
Karena dunia ini adalah ‘tempat menanam untuk akhirat’, kita hanya dapat memanen di akhirat apa yang telah kita tanam di dunia, dan total waktu yang kita miliki untuk menanam benih hanyalah 5-6 detik saja! Jika kita tidak menghitung masa kanak-kanak dan masa tua yang rapuh dan rentan, kita sungguh hanya memiliki beberapa detik saja untuk menanam benih kita dan mendapatkan modal kita … beberapa detik yang sangat berharga yang kontras dengan jam-jam kehidupan tak berhingga yang menanti kita!
Jika memang demikian, mari merenung untuk sejenak … Berapa lamakah waktu yang kita buang-buang untuk hal-hal sepele, yang tak memberikan imbalan untuk kehidupan masa datang, dan berapa banyak yang kita gunakan secara bijak untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kita di akhirat?
Kini, dengan cahaya ini, mari kita melihat pada sumber pemikiran kita, yang berhubungan dengan persepsi sekarang mengenai kehidupan, dan berusaha untuk memahami penilai yang hebat ini: otak kita.