Kewenangan Yang Maha Esa
Topik mengenai Takdir (qadar) adalah topik yang menjadi pemikiran dan pembicaraan orang di sepanjang jaman, dan hanya beberapa orang terpilih, dengan tingkat pencerahan tertentu, yang mampu menyingkap pengertiannya…
Untuk mengungkap misteri takdir, kita mesti mengambil dan memahami konsep Keesaan.
Selama realitas Keesaan tidak difahami dengan sungguh-sungguh dan diterapkan, pengakuan keyakinan seseorang tak dapat melampaui tingkatan keyakinan buta.
Inilah alasan yang pas mengapa kekhalifahan diberikan kepada manusia, bukannya kepada jin[1], yang telah menguasai bumi sebelum manusia diciptakan.
Meskipun mengetahui hampir semua mekanisme sistem, jin terhalang untuk memahami dua realitas inti:
1. Misteri Keesaan (Wahdat)
2. Misteri Takdir (Qadar)
Karena jin tak memiliki kapasitas untuk memahami atau memikul kebenaran, diciptakanlah manusia dengan tanggung jawab yang diperlukan serta kapasitas untuk memahami misteri-misteri ini.
Berdasarkan ayat berikut:
“Aku hendak menjadikan seorang khalifah (yang hidup dengan tingkat kesadaran Dimensi Nama-nama) di muka bumi (tubuh).” (Qur’an 2:30)
Manusia diciptakan dengan kapasitas bawaan untuk memahami misteri Keesaan dan misteri takdir, dan karenanya layak menjadi khalifah.
Untuk memahami Keesaan, seseorang mula-mula mesti mengkaji makna dari ‘Kalimat Tauhid’, kemudian diikuti dengan analisis dan evaluasi terhadap makna surat ke-112 (al-Ikhlas) dari Al-Qur’an.
Mustahil bisa memahami realitas Keberadaan Absolut, yang dirujuk dengan nama Allah, jika kita tidak terlebih dulu menyerap makna surat al-Ikhlas.
‘MEMBACA’ surat al-Ikhlas bukan berarti hanya mengulang-ulang kata-kata dalam surat pendek ini. Seseorang bisa saja mengulang-ulang surat al-Ikhlas ini 100.000 kali tanpa pernah ‘MEMBACA’ ayat ‘Allah itu Esa’. Membaca ayat ini berarti memahami, merasakan, dan menjalani kebenarannya.
Seperti telah saya katakan sebelumnya, kata ‘Allah’ adalah sebuah nama. Ada perbedaan yang berarti antara menyebut nama seseorang dengan mengetahui sifat ketika dipanggil dengan nama tersebut, karenanya memanggil keberadaannya dengan nama itu! Dengan sekali baca, Anda hanya mengucapkan kata-kata pada papan arah jalan, sedangkan dengan bacaan selanjutnya, Anda membaca papan itu sambil berjalan pada arah yang ditunjuknya.
Para ‘musafir’ semacam itu adalah mereka yang dekat kepada Allah (muqarribun), dan dipanggil dengan sebutan Keluarga Allah (ahlullah). Dengan kata lain, mereka-mereka yang disebut dalam ayat,
“… Allah memilih bagiNya siapa yang Dia kehendaki …” (Al-Qur’an 42:13)
Jika kita dapat memahami realitas bahwa nama Allah menunjuk pada Satu tubuh, namun bukan dalam pengertian tubuh fisik, melainkan dengan melihatnya bahwa tidak ada keberadaan ke dua selain KeberadaanNya, bahwa KeberadaanNya yang Tak hingga, tak terbatas meliputi segalanya... Dan jika kita dapat memahami bahwa Dia tidak berasal dari sesuatu, dan karena sifat tak hingganya, tak ada ‘yang lain’ yang berasal dariNya… Maka akan menjadi jelas bahwa yang Esa yang Tak Hingga telah memikirkan, mengevaluasi, mewujudkan lalu membuat tiada seluruh ciptaan dalam ‘Ilmu’Nya.
Dengan kata lain, dengan IlmuNya dan KekuasaanNya, Dia yang Tak Hingga, Tak Berbatas telah menciptakan seluruh alam dari ketiadaan, dan melihat refleksi Nama-namaNya melalui nama-nama ciptaan, semuanya pada tingkatan ilmu!
‘Bentuk-bentuk makna’ ini dalam Ilmu Yang Esa, memperoleh bentuknya dari keberadaanNya, dengan manifestasi sifat-sifat Nama-namaNya, dengan kewenangannya. Dan Dia pula yang melihat makna-makna ini.
Keberadaan yang meliputi segala sesuatu…
Kosmos yang hadir pada tingkatan ilmu…
Sebagai contohnya: Mari kita ciptakan sebuah dunia dalam imajinasi kita. Mari kita bayangkan semua jenis manusia yang hidup di dunia ini… Senyata apapun yang kita rasakan, ia hanyalah dunia yang diciptakan dari tiada dalam imajinasi kita; ia tak memiliki keberadaan substansial yang lepas dari keberadaan kita; dan pada akhirnya ia itu ‘tiada’.
Karenanya, semua jagat dan semua dimensi serta bentuk-bentuk kehidupan yang dikandungnya ada dalam IlmuNya, bergantung kepada keberadaanNya, dan pada dasarnya tiada!
Memahami realitas yang sangat besar ini memungkinkan kita melihat kebenaran yang luar biasa. Bahwa Allah dengan sifat-sifat dari nama ‘Pemilik Kehendak Absolut’ (Muriid), berkehendak untuk menciptakan bentuk-bentuk agar makna-makna terwujud dan terlihat. Dan bentuk-bentuk ini secara sukarela selaras dan menerima tugas ini.
[1] Untuk informasi lebih jauh mengenai jin, silakan merujuk kepada buku Ruh Manusia Jin yang tersedia di situs web www.ahmedhulusi.org/en/