Zat Yang Lebih Tinggi
Sejauh ini, saya telah mencoba menjelaskan penilaian lemah kita terhadap struktur jagat sebenarnya, karena terbatasnya kemampuan persepsi indera kita[1].
Berkali-kali, kita mengamati urutan ke arah ‘sub-materi’; membagi zat hingga tingkatan sel, atom dan partikel sub atom, hingga akhirnya mencapai tingkat energi murni.
Namun, kita tak pernah bersungguh-sungguh untuk mengalihkan perhatian kita kepada ‘zat yang lebih tinggi’, yakni kepada urutan sebaliknya; mulai dari materi meningkat ke ‘keadaan yang lebih tinggi’ dari materi.
Ketika saya mengatakan ‘zat yang lebih tinggi’, bukannya bentuk materi lain yang rupanya lebih tinggi dari yang ada sekarang. Seperti dinyatakan sebelumnya, materi seperti yang kita kenal hanyalah realitas anggapan, berdasarkan penafsiran indera-indera kita. Menyinggung hal ini, ada juga suatu dimensi yang lebih tinggi dari proyeksi ini!
Mari coba memahaminya dengan contoh berikut:
Tubuh manusia terdiri dari triliunan sel, yang dapat kita lihat dengan bantuan mikroskop khusus. Dalam kenyataannya, semua fungsi dari sel tubuh kita ini masih jauh lebih banyak yang belum terpecahkan.
Apa sebenarnya yang dilakukan sel-sel ini? Hubungan macam apa yang terjadi di antara satu sel dengan yang lainnya? Bagaimana mereka hidup, dan bagaimana mereka mati? Bagaimana sel-sel baru tercipta?
Sebagian besar dari kita menjalani hidup ini sama sekali tak menyadari akan semua ini.
Setiap sel di dalam tubuh kita memelihara hidup dan fungsinya berdasarkan sifat-sifat struktur mereka yang unik. Sebenarnya, triliunan sel di dalam tubuh kita semuanya berkembang biak dari satu sel primer! Gen-gen yang terkandung di dalam kromosom-kromosom dari sel primer ini, membawa semua informasi yang diperlukan untuk menyintesa setiap sel lainnya untuk memenuhi semua tugas selama kehidupan seseorang. Dengan kata lain, ginjal, hati, otak, jantung kita dan semua organ lainnya hanyalah susunan molekul yang berbeda dari sel-sel ini. Meskipun fungsi-fungsinya samasekali berbeda, semua organ kita berasal dari sumber yang sama! Dan masing-masing organ memiliki kesadaran, misi, dan mekanismenya sendiri yang unik.
Sekarang, jika kita memandang tubuh dari luar, kita menyebutnya ‘tubuh manusia’ dan kita melihatnya sebagai satu ‘kesatuan’ struktur. Kita tak melihat semua sel yang berbeda yang menyusun tubuhnya. Kita tidak mengevaluasi aktivitas kimia yang tak terhitung yang selalu terjadi dari sudut pandang organ kita, atau lebih tepatnya, sel-sel yang menyusunnya. Kita hanya memandangnya sebagai sebuah ‘massa’ dan secara kasar memberi label padanya sebagai ‘paru-paru’, ‘jantung’, ‘ginjal’ dan lain-lain…
Situasi serupa beresonansi pada tingkatan zat yang lebih tinggi.
Jika kita umpamakan bahwa galaksi kita, yang terdiri dari sekitar empatratus milyar bintang, sebagai tubuh manusia, bintang-bintang dapat diserupakan dengan sel atau organ di dalam tubuh.
Seperti halnya hati yang memiliki struktur, prosesor, kesadaran unik dan misinya yang unik yang hendak dicapai dengan sarana-sarana ini, demikian pula bintang-bintang, yang serupa dengan sel-sel atau organ-organ dalam tubuh galaktik raksasanya, juga dianugrahi dengan tingkat kesadaran hidup.
Ketika bumi dilihat dari angkasa, tak ada tumbuhan atau binatang atau manusia yang nampak. Bumi hanya nampak sebagai ‘massa’ materi yang terpisah. Namun bumi ditempati oleh manusia, binatang, tumbuhan dan spesies lain yang semuanya diperlengkapi dengan sifat-sifat unik dan di dalamnya juga lebih jauh terbagi-bagi lagi.
Serupa dengan itu, struktur galaktika juga dapat dipandang sebagai tubuh individu, sebuah entitas dengan kepribadian! Struktur galaktika ini, yang kita sebut ‘Bimasakti’, sebenarnya merupakan unit yang hidup, sebuah bentuk kehidupan, pandangan demikian hanya dipersepsikan oleh struktur galaktika lainnya, bukan oleh kita.
Seperti halnya manusia, bumi pun memiliki kesadaran. Struktur yang kita rujuk sebagai ‘bumi’ juga memiliki kesadaran yang khusus padanya.
Seperti halnya bumi, matahari pun memiliki kesadaran. Demikian halnya juga dengan galaksi kita!
Kesadaran matahari dibanding kesadaran galaktika bagai kesadaran sel tunggal dalam tubuh kita dibanding kesadaran kita. Galaksi kita ada di jagat sebagai mahluk individu berkesadaran, di antara jutaan galaksi lainnya!
Konstelasi, yang diasosiasikan dengan simbol zodiak, juga merupakan mahluk-mahluk kosmik berkesadaran dengan karakter-karakternya yang unik. Muhyiddin ibnu al-Arabi merujuk pada mahluk-mahluk kosmik ini dalam kitab Pembukaan Mekah (Futuhat al-Makkiyya) sebagai ‘malaikat-malaikat dalam 12 konstelasi’. Ketika kita menyatakan bahwa ada milyaran galaksi di dalam kosmos, sebenarnya yang kita maksudkan adalah ada milyaran entitas sadar di alam galaktika kosmos!
Jadi, kemiripan matahari terhadap galaksi bagaikan sel tunggal terhadap seluruh tubuh kita. Oleh karena itu, berusaha untuk memahami lokasi bumi, apalagi satu mahluk hidup di bumi, hampir mustahil!
Sungguh, untuk menjelaskan lokasi seorang manusia terhadap bintang, atau sebuah bintang terhadap tubuh galaktik yang ditempatinya merupakan sebuah tantangan besar. Kita selalu menggunakan indera kita yang terbatas dalam pencarian ‘sub-materi’ dan mengejar alur mikrokosmos, tanpa bersungguh-sungguh dalam mengevaluasi ‘supra-materi’ dan makrokosmos.
Bagaimana bisa? Hal ini bagai mencoba melihat tubuh manusia dari inti sel (nukleus), atau dari kromosom dalam inti sel! Bagaimana gen tunggal, pada kromosom dalam nukleus bisa melihat secara lengkap terhadap tubuh yang ditempatinya? Jelas, ini mustahil. Ia bahkan tak kan dapat melihat atau memahami satu organ tubuh pun! Sitoplasma, yang mengitari inti sel, akan nampak sebagai samudra tak bertepi bagi gen ini!
Berdasarkan hal ini, makanya, merupakan hal yang tidak-tidak jika mengatakan bahwa ruang di antara planet tertentu dan bintang merupakan ruang kosong, atau hampa.
Seperti telah dikatakan sebelumnya, segala sesuatu terdiri dari atom, dan atom-atom yang menyusun tubuh tidak berbeda dengan atom-atom dalam benda lain. Dengan demikian, kita semua adalah bagian yang saling terhubung dari senyawa komposit. Dengan kata lain, pada tingkatan atom, kita semua adalah ‘satu’.
Realitas ‘kesatuan’ inilah yang membatalkan pandangan ‘ruang hampa’ di antara bintang-bintang. Dari alam atom-atom hingga dimensi-dimensi galaktika, ‘kesatuan’ keberadaan kita mengakhiri konsep keterbagian dan kekosongan.
Mata kita mempersepsikan bintang-bintang tersebar acak di angkasa, terpisah satu sama lainnya sejauh sekian tahun cahaya… Sedangkan pada kenyataannya, jarak antar bintang tidak lebih dari jarak antara sel-sel individu di dalam tubuh kita. Sebaliknya, ‘kekosongan’ yang nyata di angkasa adalah ‘kejenuhan!’
Mungkin karena ilmu kita yang kurang, atau karena terbatasnya indera kita, kita gagal untuk mengenali dan mengevaluasi dengan sungguh-sungguh mengenai tubuh galaktika dan kesadarannya.
Berdasarkan kebenaran resiprokal dalam maksima Hermetik, ‘Seperti di atas, demikian pula di bawah’, bukannya tak tepat untuk mengatakan bahwa ‘ego’ dan kesadaran yang kita miliki juga melekat pada mahluk galaktik dimana kita merupakan bagiannya, meski mungkin kita tak menyadarinya.
Lokasi yang kita tempati di jagat raya bagaikan jurang membran yang mengitari Bimasakti dalam kelompok galaksi lokal kita. Ada sekitar 30 galaksi di wilayah kita. Yakni ada 30 ‘mahluk galaktik sadar’, mungkin keluarga mereka!
Mengingat hal ini, kita bahkan tak dapat diumpamakan seperti sebuah sel di dalam tubuh dari mahluk-mahluk galaktika ini! Jika dimisalkan bahwa sistem tatasurya kita seperti sel tunggal, Anda dan saya hanyalah seseorang di antara milyaran orang yang menempati salah satu saja dari tubuh-tubuh langit dalam sistem tatasurya ini!
Satu bentuk dari mahluk tersebut, yang dirujuk dengan kata ‘malaikat’ dalam terminologi agama, adalah ‘Ruh’ ini dalam dimensi-dimensi galaktika; yakni kesadaran galaktika…
Seorang ahli kebatinan yang telah mencoba menjelaskan mengenai Ruh besar ini mengatakan:
“Kami menemukan seorang malaikat yang sangat besar, yang bahkan tak mengetahui keberadaan kita!”
Seperti halnya sebuah sel tunggal dalam tubuh kita mungkin tak mengetahui struktur yang kita sebut sebagai ‘otak’, atau otak mungkin tak mengetahui tentang sel tertentu yang baru hidup, atau tumbuh dan berkembangbiak, lalu mati dalam beberapa bagian dari tubuh kita…
Setiap dimensi kosmik dipersepsikan sebagai ‘materi’, menurut indera reseptor dari penghuninya. Ini serupa dengan cara kita melihat obyek, dalam mimpi-mimpi kita, sebagai dunia material…
Jika kita mengambil skala keberadaan sebagai mistar panjang yang tak hingga, dan mengasumsikan bahwa tingkat energi murni sebagai titik nol, maka quark, ion, atom, molekul, sel dan apa-apa yang kita persepsikan sebagai obyek material, semuanya dapat ditempatkan dalam kisaran 0 – 50 cm. Jadi, jika alam material yang kita tempati, dan segala sesuatu yang kita persepsikan sebagai ‘materi’, berada dalam kisaran ini, maka di luar titik 50 cm, ada bentuk-bentuk kehidupan tak terbatas dalam dimensi-dimensi jagat makrokosmos.
Betapa sangat kecilnya tempat yang kita tinggali di jagat ini!
Bagi kita, evaluasi sifat tak-hingga dari keberadaan demikian adalah hal yang tak terduga. Namun demikian, dengan sedikit memeras otak, akan ada nilai yang sangat berharga dalam memahami apa yang dapat kita raih.
Sebagai kelanjutan dari bumi dan kehidupan kita di sini, yakni kehidupan Akhirat, dan dimensi-dimensi yang kita sebut Surga dan Neraka, semuanya merupakan bagian, mungkin sebagai organ, dari tubuh galaktika yang disebut di atas.
Mahluk yang hebat dan istimewa ini hanyalah satu di antara yang lainnya, dan merupakan bagian dari suku beranggota 30 atau keluarga yang tinggal di wilayah jagat ini, dan ini mencakup galaksi kita…
Apa yang sedang mereka (mahluk ini, pen) bicarakan? Apa yang sedang mereka perdebatkan? Apa yang sedang mereka pikirkan? Kita menjalani hidup kita tanpa menyadari semua ini sama sekali.
Sebuah sel dalam tubuh manusia layaknya sistem Tatasurya dalam Galaksi!
Apakah setiap orang sama sekali lupa dengan realitas ini?
Tidak?
Inilah titik pentingnya!
Sekecil atau sebesar apapun struktur utamanya, baik itu mikrokosmos dengan semua gen, bakteri, muon dan quarknya, maupun makrokosmos yang mencakup matahari, bintang-bintang dan semua benda langit dan mahluk galaktik…Semua ‘esensi’ mereka, dipandang dari Esensi (dzat) Absolut dan menurut ‘realitas holografik’, terdiri dari ‘substansi’ yang sama. Karenanya, setiap bentuk kehidupan, dimanapun posisinya dalam skala keberadaan, dapat membuat bentuk komunikasi, suatu interaksi dengan semua unit kehidupan di alam mikrokosmos atau makrokosmos.
Tentunya, jika mereka telah melanglang ke dalam dan menemukan esensi dirinya sendiri. Karena bentuk komunikasi ini berdasarkan prinsip-prinsip Esensi Absolut (dzat), seseorang yang belum terhubung kepada ‘Esensi’ kearah dalam, tidak akan dapat berkorelasi dalam jaringan tersebut, kearah luar.
Terutama, kita mesti membebaskan kesadaran kita dan melepaskan diri dari rintangan yang disebabkan oleh batasan-batasan yang berasal dari alam keberadaan kita. Semua pengkondisian, penilaian, emosi, dan persepsi yang sepotong-sepotong mesti hilang! Kesadaran kita mesti dicuci bersih!
Karena kita tahu bahwa kosmos merupakan perwujudan Ilmu dari Yang Tak Hingga dan Yang Maha Absolut. Dengan demikian, Dzat dan Ilmu Absolut, Yang Maha Agung selalu hadir dalam setiap partikel keberadaan!
Jadi, esensi dari kesadaran Anda, ‘Esensi’ dari keberadaan Anda, tidak berbeda dari esensi sebuah atom atau entitas galaktika dalam mikro atau makro kosmos.
Namun, karena kesadaran kita telah terkena, terbentuk oleh, kondisi-kondisi tubuh, ia telah terhalang oleh beragam asumsi dan postulasi. Sebagai hasilnya, ia telah menjadi ‘kesadaran terpisah’ yang terbentuk (oleh dunia luar, pen) dan terhalang, terlepas dari realitas universal ‘Kesatuan’.
Sedangkan, ‘kesadaran’ bukanlah benda kasat mata yang memiliki bentuk atau massa. Seseorang bukan mengkondisikan kesadaran dengan menusuk-nusuk dan mencungkilnya, melainkan mengkondisikannya dengan menghiasi dan memuatinya dengan informasi yang keliru.
Kesadaran kita dapat disucikan dari informasi keliru semacam itu, sesuai dengan intensitas komunikasi yang dapat dibangun [dari alam Esensi (dzat) Absolut] dengan mahluk mikro dan makro kosmos.
Bukti menunjukkan bahwa banyak ahli kebatinan dan para wali dikenal mampu melakukan bentuk komunikasi semacam itu. Sungguh, setiap orang yang mampu keluar dari ‘kepompong’ persepsi indera mereka dapat mengakses jaringan tak-hingga dari jagat ini.
Tirai terbesar yang menutupi kesadaran kita adalah ‘tirai kata-kata’. Kata-kata, atau label-label, atau gambar-gambar yang terhubung dengannya dalam pikiran kita, telah membutakan kita untuk mencapai pemahaman sejati terhadap realitas.
Dengan mengidentifikasi gambar-gambar yang terhubung dengan kata-kata tertentu dalam pikiran kita, dan meyakininya sebagai kebenaran, kita berhenti untuk mencari lebih jauh, dan karenanya merintangi kita untuk bisa melihat realitas absolut.
Sebagai akibatnya, dunia kita makin lama menjadi semakin kecil.
Seluruh hidup kita menjadi terpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan-keinginan.
Hidup kita tersita oleh apa-apa yang kita makan, minum, beli serta miliki dan menjadi terikat pada hal-hal yang mendasar dan primitif.
Satu-satunya realitas kita hanyalah dunia material dan urusan jasmani.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, waktu yang kita jalani di dunia materi ini hanya sekejap dibanding kehidupan kemudian yang menanti kita.
Para penduduk dimensi-dimensi makro sangatlah besar dan beragam, namun secara kolektif kita melabeli semuanya sebagai ‘malaikat’. Dalam kenyataannya, mereka adalah mahluk-mahluk dari bidang-bidang kesadaran yang lebih tinggi.
Jika kita tak mengenali kebenaran ini sekarang, kita tak mempunyai kesempatan lagi untuk mengenalinya di masa yang akan datang.
Sebagaimana komponen-komponen tubuh memiliki fungsinya masing-masing, setiap organisme memiliki misi dan fungsi yang unik. Sebagaimana tubuh astral, dalam tubuh fisik kita, memiliki kesadaran dan misi, di bidang makro pun ada mahluk-mahluk sadar dengan misinya yang unik.
Jika matahari memerlukan 255 juta tahun untuk mengitari Bimasakti, maka matahari hanya berumur 8 tahun karena baru mengitari Bimasakti sebanyak 8 kali selama hidupnya.
Karena kita berjarak 32.000 tahun cahaya dari pusat Bimasakti, atau ‘jantung’nya mahluk Galaktik ini, kita tidak lebih hanyalah sebuah elektron di salah satu kulit permukaan galaktika ini, selain ada milyaran elektron lainnya!
Seperti halnya kita, mereka lahir, tumbuh, dan mati. Dan seperti kita, mereka tidak ‘lenyap’ dengan kematian, karena bagi mahluk-mahluk berkesadaran, kematian hanyalah sebuah peralihan dimensi.
Dipandang dari sisi ini, betapa sia-sianya merasa gembira dengan apa yang kita peroleh, atau merasa sedih karena kehilangan sesuatu di dunia ini. Sebagaimana tak berharganya apa yang kita peroleh dan miliki dalam mimpi, begitu pula dengan kepemilikan duniawi bagi kehidupan akhirat. Jika kita tak ingin kematian kita membangunkan kita dari dunia mimpi ini menjadi realitas yang menyedihkan, kita mesti membangunkan diri kita sendiri dari penyangkalan kita saat ini juga, dan mulai membangun dunia nyata kita berdasarkan pengetahuan nyata.
Ketika kita bermimpi, banyak hal terjadi pada tubuh kita. Kita tertembak, terpukul, bahkan mungkin menjadi cacat, namun kita selalu bangun dalam keadaan baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Lebih dari itu, perasaan ke’aku’an atau ‘ego’ tak pernah hilang.
Si ‘aku’ selalu hadir selama mimpi kita, apapun yang terjadi dengan tubuh nyata kita. Ini karena tubuh dalam mimpi adalah tubuh yang bersifat spiritual, dan ruh tidak tersusun dari komponen, maka ia tidak akan terpecah-pecah.
Hukum yang berbeda mengatur alam keberadaan yang berbeda. Demikian pula dengan alam Akhirat, ia memiliki hukum dan aturannya sendiri. Namun demikian, rasa ‘aku’ kita tak akan berkurang, bagaimanapun cara kita hidup, atau kesenangan atau kepedihan apa yang kita alami, kesadaran dan jiwa kita akan merasakan semuanya sampai hal yang terkecil.
Bagaimana kapasitas jiwa dan kesadaran-diri kita nantinya?
Sejauh mana kita mengembangkan kapasitas ini di dunia, hingga titik ajal, akan menjadi kapasitas yang tetap selama-lamanya, di alam Akhirat! Apa yang gagal kita kenali pada dimensi keberadaan ini, tak ada kesempatan kedua untuk kita kenali di masa datang…
Jika kita tidak memperkuat tubuh spiritual kita sekarang, kita tak kan memiliki kesempatan untuk kembali ke dimensi ini untuk memperbaikinya.
Apa yang tak dapat kita fahami sekarang, tak kan pernah dapat difahami di masa yang akan datang.
Kita bukan hanya sebagai yang makro dari alam mikrokosmos, melainkan juga yang mikro dari alam makrokosmos.
Nabi Muhammad SAW mengatakan:
Ada beberapa malaikat, yang telah mencapai tahap Keyakinan (Yaqeen) yang bahkan tidak menyadari keberadaan dunia ini atau manusia.”
Serupa dengan itu, kita tak menyadari sel-sel yang terus lahir, tumbuh, melayani, dan mati dalam tubuh kita.
Jika kita tak mengembangkan kesadaran kita dan memperluas pemahaman kita sekarang, jika kita tidak mengenal diri sendiri dari sudut pandang ‘Dzat Absolut’ dan terhubung dengan sistemnya serta mencapai realitas universal selama di dunia, kita tak kan pernah memiliki kesempatan lagi selamanya. Ini karena kematian akan mengganti karunia dan kemampuan duniawi dengan kualitas-kualitas yang lebih cocok dengan sifat dan kondisi dimensi-dimensi berikutnya.
“Dan siapapu yang buta di sini [kehidupan dunia] akan buta pula di Akhirat…” (Al-Qur’an 17: 72)
Tidak diragukan bahwa yang dimaksud buta dalam ayat ini bukan merujuk kepada kondisi fisik, melainkan pada kebutaan spiritual, atau, ketidakmampuan untuk mengenal dan mengevaluasi realitas. Satu-satunya cara agar tercerahkan, dari jenis kegelapan ini, adalah dengan melepaskan kesadaran kita dari informasi yang tak perlu dan keliru.
Nabi Muhammad SAW mengatakan:
“Keadaan saat kau hidup akan menentukan keadaan saat kau mati. Keadaan saat engkau berubah dimensi-dimensi, adalah keadaan yang akan engkau lanjutkan keberadaanmu selamanya, di Akhirat.”
Ringkasnya:
Kita nampaknya menempati posisi pertengahan di jagat ini. Tepat di antara dunia mikro dan makro. Manusia adalah titik peralihan di antara keadaan-keadaan energi yang meliputi materi tak terwujud dan keadaan ‘supra’ materi.
Setiap dimensi ditinggali oleh entitas-entitas khusus, sistem-sistem reseptor untuk mengevaluasi entitas-entitas ini, dan persepsi materi berdasarkan evaluasi-evaluasi ini.
Sel, dan realitas nyatanya, sebagai lawan dari realitas yang dipersepsikan oleh atom…
Alam jasmani, yang diciptakan otak kita, sebagai lawan alam etheral dari mahluk-mahluk galaktika di ruang angkasa ... Dan seterusnya.
Dari sudut asal dan esensinya, kesadaran, yang ada pada mereka semua, berasal dari Satu Sumber: Ruh.
Dalam Sufisme, identitas Ruh dirujuk sebagai Manusia Sempurna (Al-Insan Al-Kamil), dan kesadarannya dinamakan Akal Awal (Aql-I Awwal).
Betapa pentingnya kita memahami tempat dan struktur kita dalam dunia mikro dan makro tak-hingga ini. Betapa pentingnya kita mencapai pemahaman ini agar tidak mati seperti milyaran orang yang meninggal tanpa bisa menaklukan dirinya sendiri… Mereka yang bisa melihat kebenaran akan memandang kepada yang buta akan kebenaran dan akan berkata “satu lagi telah meninggal”, bagai daun yang gugur dari rantingnya, kepergian kita tak bermakna apa-apa bagi jagat ini.
Maka berhentilah membuang-buang waktu dan energi kita pada hal-hal yang pada akhirnya akan berpisah dengan kita. Mari memulai hidup dengan kesadaran bahwa apa yang kita miliki, apa yang kita cintai, dan semua harta duniawi akan kita tinggalkan ketika kita melanjutkan perjalanan kita ke dimensi berikutnya.
Mari kumpulkan lebih banyak apa yang akan menerangi perjalanan kita ke depan; mari tingkatkan ilmu kita, tingkatkan kesadaran kita dan tingkatkan frekuensi energi getaran kita.
Kini kita telah menyadari keadaan-keadaan materi yang lebih tinggi, atau Alam Malaikat (Malakut), mari sekarang kita jelajahi Alam Kekuasaan Agung (Jabarut).
Dalam bab-bab selanjutnya, ‘Pengamatan akan Dzat’ dan ‘Kekuasaan yang Esa’, saya akan berupaya menerangkan bagaimana Dzat Absolut mengevaluasi keberadaan dengan sifat Ilmu, ketika kesadaran kita telah disucikan dan jiwa kita sudah bersih.
[1] Topik ini juga telah dicakup secara menyeluruh dalam buku-buku saya Misteri Universal, Ruh Manusia Jin, Allahnya Muhammad dan Apa Yang Dibaca Muhammad?