Pemahaman Saya Tentang Islam
Apa yang telah diberikan Muhammad (saw), otak paling agung yang pernah ada di muka bumi dan ruh paling mulia yang telah melalui perjalanan ke alam kekal, kepada kita?
Sejauh manakah kebenaran yang beliau sampaikan dapat dimengerti dan dievaluasi dengan benar oleh manusia moderen, mengingat tingkat pemahaman saat itu di jamannya?
Sejauh mana Al-Qur’an, yang mengandung ajakan dan nasihat yang tetap berlaku dan dapat diterapkan hingga hari kiamat, serta ilmu yang dapat memberikan kebahagiaan kekal, dapat dievaluasi dengan sepatutnya oleh manusia?
Karena saya rasa sebagian dari penjelasan-penjelasan saya disalahfahami, saya ingin merekap pemahaman saya mengenai Islam:
Ajaran Islam dan Nabi Muhammad (saw) difahami orang dengan dua cara. Konsepsi umum menyebutkan bahwa tuhan-khayalan berada di ruang angkasa atau di suatu tempat yang jauh di luar sana yang oleh umat Muslim disebut ‘Allah’. Tuhan ini telah menciptakan dua tempat entah dimana yang disebut surga dan neraka. Pertama-tama, di surga, dia membuat sebentuk manusia dari tanah dan meniupkan ruhnya ke dalamnya, sehingga terciptalah manusia pertama. Kemudian dia menurunkannya ke bumi. Ketika populasi manusia bertambah, dia memilih dan mengutus nabi-nabi ke muka bumi sebagai kurir-kurir dan mengirim kitab-kitab kepada mereka melalui malaikatnya Jibril. Para nabi ini, berdasarkan kitab-kitab dan wahyu-wahyu yang diberikan kepada mereka melalui Jibril, mulai memperingatkan manusia dengan mengatakan, “Ada sosok tuhan di luar angkasa yang disebut Allah, dia akan membangkitkan kalian kembali setelah kalian mati, dan memanggil kalian untuk mempertanggungjawabkan...”, dll. Orang-orang yang peduli dengan peringatan dan tidak melakukan perbuatan dosa sesuai peringatan akan masuk surga, sedangkan yang tidak peduli akan masuk neraka.
Sebagian besar yang mengaku beriman kepada Tuhan dan Muhammad (saw) memahami Islam seperti ini, setidaknya dalam artian umum, secara rinci akan berbeda pada komunitas yang berbeda. Orang-orang seperti ini biasanya tidak mempertanyakan atau meneliti apapun berkenaan dengan agama, mereka hanya menerima apa yang dikatakan kepada mereka secara harfiah. Mereka beriman terhadap apa yang diminta kepada mereka dan melaksanakan apa yang dikatakan kepada mereka tanpa berpikir lebih jauh.
Di sisi lain, pemahaman Hazrat Ali (ra), Abu Bakr (ra) dan hamba-hamba lain yang tecerahkan dengan penguasaan yang mendalam terhadap Islam, yang telah menyibak perumpamaan-perumpamaan yang dikandung Al-Qur’an, memberikan pandangan yang sama sekali berbeda. Menurut mereka, Islam berdasarkan realitas yang dinamai Allah, realitas yang jauh dan di luar jangkauan semua konsepsi manusia, hanya didefinisikan sebagai HU (ini menunjuk kepada Alam Lahut).
HU telah menciptakan jagat tak-hingga dalam ilmuNya, dengan ilmuNya, dari satu TITIK tunggal.
Titik itu dirujuk sebagai HU, benih sadar yang meliputi fitur-fitur yang mewujud dalam ilmuNya, yang juga dikenal sebagai Realitas Muhammad.
Segala sesuatu yang nampak ataupun tidak, diketahui ataupun gaib, merupakan ‘bentuk-bentuk ilmu’ yang dirujuk sebagai fitur-fitur dari nama-nama dalam titik tunggal itu.
Manifestasi titik ini pada tingkatan ilmu membentuk ‘Alam Malaikat’, yang merupakan samudera energi murni yang mencakup jagat tak-hingga, namun keserbaragaman atau individualitas belum mewujud pada tingkatan ini.
Inilah titik yang oleh Hazrat Ali (ra) dirujuk dengan perkataan, “Saat ini adalah saat itu” – ini berlaku secara pra-eternal maupun pos-eternal tanpa mengalami perubahan.
Konsep relativitas dan keserbaragaman terbentuk karena komposisi-komposisi yang berbeda dari nama-nama Allah di dalam titik itu.
Untuk memahami hal ini, kita mesti memandang sesuatu dari pandangan atas namun dari titik tunggal yang mewujud secara bertahap yang membentuk apa yang nampak seolah sebagai keserbaragaman.
Setiap unit perwujudan muncul dari SATU keberadaan yang sama (Malakut).
Malakut tidak berasal dari luar unit, ia merupakan lapisan yang menyusun keberadaan unit tersebut dari dalam esensinya sendiri (kesadaran)! Huruf B di dalam Al-Qur’an menunjuk kepada lapisan ini!
Malakut merupakan energi sadar primer yang darinya jagat tak-hingga tersusun. Ia merupakan manifestasi dari sifat kekuasaan agung!
Karena setiap bentuk di dalam jagat raya tersusun dari energi sadar ini, tidak satupun hadir dalam keadaan mati ataupun tidak sadar! Keterbatasan persepsi saja yang membuat sesuatu dianggap sebagai mati atau tidak sadar.
Jagat sadar dan segala sesuatu di dalamnya terbentuk menurut sistem yang disebut sunnatullah, sebuah tatanan universal, dan akan terus hadir berdasarkan sistem ini tiada henti.
Adapun mengenai kedatangan para Rasul dan Nabi...
Jauh dari apa yang disebut sebagai kurir-kurir Tuhan, mahluk-mahluk tercerahkan ini merupakan penerjemah dan artikulator dari realitas yang ‘diungkapkan’ (inzal) kepada kesadaran mereka dari dalam esensi mereka sendiri, atau ilmu yang diturunkan dari nama-nama yang menyusun keberadaan mereka.
‘Penyingkapan’ (irsal) membukakan sesuatu, membuatnya diketahui, membuatnya nampak. ‘Rasul’ adalah sumber dari ilmu yang disingkapkan. ‘Sama’ (langit) tidak hanya merujuk kepada lapisan-lapisan langit tapi juga kepada lapisan-lapisan kesadaran (diri). Jadi, pewahyuan bukanlah sesuatu yang diturunkan dari langit, bukan peristiwa lokal. Tidak ada kitab yang diturunkan dari langit. Kata ‘kitab’ yang digunakan di dalam Al-Qur’an merujuk kepada ilmu!
Serupa dengan itu, banyak kata-kata di dalam Al-Qur’an telah disalahtafsirkan sehingga agama disalahpahami sebagai sesuatu yang primitif, sehingga menjauhkan orang-orang yang cerdas darinya.
Waktunya telah tiba untuk mempertanyakan kembali dan memeriksa kembali kesalahpahaman ini!
Malaikat wahyu tidak turun kepada Rasul dan Nabi dari suatu tempat di luar angkasa. Sejatinya, mereka adalah aktivasi ilmu potensial di dalam esensi mereka. Mekanisme persepsi dari otak mempersepsikan aktivasi ini sebagai peristiwa eksternal.
Oleh karenanya, Rasul dan Nabi merasakan pencipta dari jagat tak-hingga di dalam esensi mereka sendiri melalui pewahyuan (manifestasi ilmu di dalam realitas esensial mereka kepada kesadaran mereka). Sebagai hasilnya, mereka MEMBACA sunnatullah (iqra) dan menyampaikan informasi ini kepada orang lain!
Berdasarkan informasi yang mereka sampaikan, manusia diciptakan untuk hidup kekal, dan tidak menjadi tiada dengan kematian. Dia akan terus ada selamanya, selalu dalam gerak maju, tanpa kembali ke tahap sebelumnya. Kematian adalah nama yang diberikan kepada peralihan seseorang dari kehidupan dengan tubuh biologinya kepada kehidupan dengan tubuh rohaninya.
Ciri paling penting dari otak paling agung di muka bumi dan ruh abadi yang paling mulia di seluruh otak yang ada adalah hal berikut ini:
Beliau memahami Yang Esa yang dinamai Allah dan sistem Sunnatullah secara menyeluruh dan paling sempurna dan menyajikannya kepada kita dengan Al-Qur’an.
Tidak pernah ada seorang pun yang mampu membuat penjelasan yang serupa sedemikian lengkapnya! Al-Qur’an yang beliau singkapkan mengandung kebenaran absolut!
Berdasarkan kebenaran-kebenaran ini, manusia akan tetap ada pada dimensi lain setelah kehidupan di muka bumi, dimana ttiap-tiap orang akan melihat dan menjalani akibat-akibat dari tindakannya selama di bumi, baik dalam penderitaan ataupun dalam kebahagiaan.
Dalam hal bagaimana sunnatullah berkaitan dengan manusia di tingkat individu, tiap-tiap orang pasti akan menjalani akibat-akibat dari tindakannya, baik di dunia ini, ataupun di alam berikutnya.
Sistem dan tatanan Allah yang disebut Sunnatullah diperbaharui di setiap saat dengan fitur-fitur nama-nama Allah yang menyusunnya, dan karenanya ciptaan dicipta-ulang tanpa hingga secara konsisten.
Mukjizat terbesar dari Yang Esa yang bernama Allah menurut pemahaman saya adalah otak. Umat manusia masih jauh dari kepatutan dalam hal mengevaluasi fenomena yang menakjubkan ini. Sayangnya, saya tidak dapat berbagi mengenai banyak temuan saya berkenaan dengan otak sekarang ini, karena hal-hal yang saya tulis 20-30 tahun yang lalu baru ditemukan dan dibicarakan dewasa ini saja.
Waktu dan ruang hanya ada berdasarkan persepsi dari otak manusia.
Pada hakikatnya, manusia hanya terdiri dari pikiran. Manusia adalah hamba Allah yang mengalami hasil-hasil dari pangkalan-datanya, yang diciptakan Allah, di setiap saat!
Tidak dapat dihindari, setiap orang akan menjalani akibat dari tindakan-tindakannya. Berdasarkan kebenaran yang sangat penting ini, penting sekali bahwa setiap orang mempelajari hukum-hukum dan sistem universal yang tidak berubah ini untuk kepentingan masa depannya sendiri.
Pendek kata, mereka yang tidak mengevaluasi otak dan ruh agung yang mengajari kita tentang Yang Esa yang bernama Allah, apapun alasannya, akan merasakan akibat-akibatnya selama-lamanya.
Ahmed Hulusi
25 April 2006