Dalam penyamarannya sebagai penawaran, Al-Qur’an sebenarnya adalah sebuah penegasan. Memahami keEsaan adalah alat bagi manusia, bukannya tujuan akhir!
Mengetahui Keesaan harus menghasilkan hal-hal berikut:
1. Orang tersebut menyadari bahwa tidak ada tuhan di atas atau di luar sana dan dia mengabdi hanya kepada Yang Esa saja.
2. Dia mengenal sistem dan tatanan (Islam) absolut dari keEsaan ini (Allah), dan memahami bahwa, apapun yang mewujud darinya di keadaan sebelumnya akan menentukan apa yang akan mewujud darinya di keadaan berikutnya.
3. Dan karenanya, dia berusaha sebaik mungkin untuk melakukan apapun yang dia bisa untuk menggunakan fitur-fitur dari Nama-nama Allah di dalam esensinya dan membentuk dunia dia sesuai dengannya.
Jika, melalui realisasi keEsaan, seseorang tidak bisa memandang ‘yang banyak dari yang Esa,’ maka Keesaan belum sepenuhnya difahami dan dialami, baru sebatas pemahaman intelektual, bukan yang dirasakan dan dijalani. Memandang ‘yang Esa dari yang banyak’ tidak akan memungkinkan untuk bisa melihat seluruh jawaban.
Para guru Sufi, mulai dari Rumi, Naqsybandi, al-Ghazali, Jilani, Yunus hingga Bektashi, tidak pernah merasa puas dengan mengenal keEsaan, namun menjalani setiap detik dari kehidupan mereka dengan realitas ini. Karenanya, mereka terbebas dari hal-hal yang menyebabkan mereka menderita, dan mencapai keadaan kebahagiaan yang kekal.
Oleh karena itu, mengenal dan merasakan Yang Esa adalah satu-satunya jalan keluar, dan jalan yang paling terang yang menuntun ke pintu ini adalah dengan meninggalkan dunia simbol dan perumpamaan, serta memanfaatkan dunia sains masa kini. Temuan-temuan ilmiah merupakan pemberian yang mewujud dari Yang Esa yang dinamai ‘Allah’, melalui mahluk yang dinamai ‘manusia’. Pemberian yang telah dianugerahkan kepada orang-orang yang sadar ini merupakan makanan otak-otak yang membentuk ‘Jaman Keemasan.’
Sains telah sampai kepada beberapa temuan yang sangat penting:
- Data yang mencapai otak sebagai gelombang diproses oleh otak dan masing-masing individu mengalami hasilnya di dalam dunia holografiknya sendiri[1].
- ‘Materi’ hanya memiliki keberadaan RELATIF, berdasarkan perseptornya. Semua perseptor sebenarnya berinteraksi dengan data yang masuk kedalam persepsi mereka (bergantung kepada kapasitas mereka) dari gelombang-gelombang data yang menyusun alam semesta. Adalah hal yang mustahil untuk mempersepsikan alam semesta dalam pengertian absolut.
- Esensi ‘materi’ telah dipertanyakan dan telah ditemukan bahwa ia tidak memiliki keberadaan terpisah; Alam semesta secara totalitas merupakan medan energi TUNGGAL (manifestasi kekuasaan) dan sebagai samudra gelombang-gelombang data tak berujung yang segala sesuatu di dalamnya adalah hologram.
[1] Untuk lebih rinci, lihat Yang Maha Melihat oleh Ahmed Hulusi, Bab 2, Jagat Holografik dari Pikiran Anda.