Setelah tahap ini, dzikir khofi (tersembunyi) dimulai! Di sini, perenungan bahkan terisolasi dari makna Nama-nama. Ini adalah maqom Kesatuan Absolut, Ketidakterpisahan Absolut yang terenungkan dan terlihat.

Maqom setelah ini merupakan bagian dzikir yang lebih tersembunyi lagi. Kata ataupun pena tidak mempunyai daya lagi untuk mengatakan tentang maqom ini. Ar-Rabb mengetahui ini. Ia beserta Ar-Rabb, dari Ar-Rabb. Ar-Rabb sendiri!

Ketika yang bersangkutan mulai berdzikir dengan ihwal spiritual mengenai misteri ini, artinya dia menjadi terselimuti dengan hijabnya Ar-Rabb. Ini semacam perenungan yang disinggung Rasul (saw) lebih baik dibanding sembahyang seribu tahun. Hadits lainnya berkenaan dengan tahapan-tahapan sebelum ini. Sebagaimana dikatakan Bayazid al-Bistami: “Ketika aku berada di awal perjalanan mereka menyebut aku ‘saleh’; ketika aku mendekati akhir mereka menyebutku ‘seorang ateis’!”

Ingatlah bahwa sangat penting untuk tidak meninggalkan aspek fisik-eksternal dari perintah agama, karena Rasulullah (saw) tidak pernah berbuat seperti itu! Ada kebenaran ilmiah dalam praktek-praktek shalat yang dianjurkan, yang saya bahas dalam buku Misteri Manusia.

Mereka yang menyebut Bayazid ateis seperti orang-orang yang memiliki pencacah Geiger, alat genggam untuk mengukur radioaktivitas, yang berupaya mengukur radioaktivitas dari suatu medan yang masif, tapi pencacahnya hanya menunjukkan deretan angka nol. Karenanya mereka menyimpulkan, “Tidak ada zat radioaktif di sini”. Tapi satu di antara mereka yang lebih tahu mengatakan, “Mungkin ada radiasi di sini, namun dengan tingkat yang lebih besar dibanding asumsi kita. Mungkin kita membutuhkan alat yang lebih kuat.” Maka mereka pun memperbarui alatnya dan mengukur lagi untuk menemukan tingkat radioaktivitas yang lebih besar dibanding asumsi mereka.

Jadi, mereka yang tidak memiliki pengetahuan ini selalu mengritik atau menolak ide-ide, dan menjatuhkan diri dari kapasitas mereka yang sesungguhnya. Inilah alasan utama dari pendekatan kritis dan pengingkaran. Manusia biasa mengingkari apa yang tidak bisa difahaminya. Dan kepada mereka yang mengatakan, “Jika memang demikian, bagaimana kita mengambil orang-orang lain sebagai teladan?”, kami katakan:

Ambil Rasul (saw) semata sebagai teladan, dan ambil Al-Qur’an semata sebagai penuntun. Al-Qur’an menuntut Anda hanya mengikuti Rasul (saw).

Mengritik dan menolak orang-orang yang tidak bisa Anda fahami hanya menunjukkan bahwa Anda kurang bijaksana dan kurang pemahaman. Apapun itu, Anda tidak berhak untuk menilai mereka…

Maka, patuhilah ayat ini:

“Ingatlah (dzikr) Dia hingga derajat realisasi dari realita esensial kalian”[1]

Beralihlah kepada Kebenaran dan berusahalah untuk meraih pemahaman. Tentu saja Anda hanya bisa melakukannya sesuai kemampuan Anda, maka mengapa mengingkari orang-orang yang memiliki kemampuan lebih dari Anda? Tanggung jawab setiap orang hanya sebatas kemampuan masing-masing:

“Allah tidak akan pernah meminta pertanggungtjawaban siapapun di luar kapasitas mereka.”[2]

Pembaca yang terhormat…

Kepada orang-orang yang bertanya mengenai ruh dikatakan:

“…Katakanlah 'Ruh itu dari perintah Rabb-ku (amr; manifestasi Nama-nama). Dan kalian diberi sedikit ilmu mengenai hal ini (jawaban ini untuk orang-orang Yahudi yang mengajukan pertanyaan ini...)[3]

Dan:

“Maka ketika Aku telah menyusun dia (membentuk otaknya) dan meniupkan kedalam Dia (bermanifestasi melalui dia; kata ‘meniup’ maksudnya berproyeksi, bermanifestasi, mewujud) dari ruhKu (Nama-namaKu) …”[4]

Dalam salah satu hadits, Rasulullah menggunakan kata ‘Ruhullah’ (Ruhnya Allah).

Seperti bisa dilihat, ayat di atas dimulai dengan perintah ‘Katakan’, menyeru Rasulullah (saw), yang artinya “Bacakan apa yang akan Aku sampaikan kepadamu kepada orang-orang Yahudi yang bertanya itu” … Pastinya, Rasulullah (saw) mengetahui apa itu ruh, tapi orang-orang yang membuat pertanyaan itu tidak mengetahui Kebenarannya. Lebih dari itu, mereka memiliki kesan bahwa Kebenaran mengenai ruh tidak akan pernah diketahui!

Karena hal ini, Rasul (saw) menahan diri untuk menjawab pertanyaan ini dan memilih mencari ilmu mengenai Rabbnya...yang jelas merupakan tindakan yang paling tepat.

Seandainya beliau menunjukkan kesan bahwa beliau tidak mengetahuinya, mereka akan mengejek dan memperolokannya. Seandainya beliau menjelaskan Kebenarannya kepada mereka, mereka tidak akan mampu memahaminya dan akan mengingkari ilmu ini, hal yang belum pernah diberitahukan kepada mereka sebelumnya.

Maka Ar-Rabb berefleksi kepada asumsi mereka dan memberikan jawaban singkat yang pendek, “Ruh adalah dari perintah Rabb-ku”, serta menambahkan, “Kalian hanya diberitahu sedikit mengenai ilmu ini.”

Dengan kata lain, karena kalian tidak memiliki cukup kemampuan untuk memahami Kebenaran mengenai ruh, kalian hanya diberi sedikit ilmu mengenainya, agar kalian tidak berupaya untuk menolaknya.

Maka, ruh adalah manifestasi dari perintah Rabb Anda. Mengingat hal ini, sakit, cacat, korupsi, dll., menjadi tidak berlaku. Ruh tidak mengalami rasa nyeri atau merasa senang! Semua itu berasal dari otak.

“Ruh adalah perintah Allah” seperti halnya Jibril; suatu bentuk kesadaran dari alam perintah ilahi (amr). Kita semua tahu bahwa para malaikat tidak makan atau minum, tidak merasa lelah, ngantuk, tidak bisa juga disebut baik atau buruk, sakit atau sehat! Bahkan konsep gender tidak berlaku di alam ini. Jadi, bagaimana orang bisa berbicara mengenai perihal ruh, yang juga dari perintah Ar-Rabb?

Ruh itu Tunggal, ia merupakan sumber kehidupan. Ia merupakan unsur penting yang menyusun keberadaan kita; Ruh Agung! Ada juga ruh personal, yang dibentuk oleh otak. Informasi rinci mengenai Ruh Agung dan ruh personal telah dibahas dalam buku Manusia Ruh Jin serta buku Misteri Manusia.

Semua pernyataan yang dibuat berkenaan dengan topik ini berasal dari otak. Perintah Ar-Rabb di luar semua ini. Jadi ruh tidak bisa dipanggil atau dibangkitkan. Hanya Ar-Rabb yang bisa memanggil ruh, di titik dimana ruh akan meninggalkan jasad dan kembali ke asalnya.

Semua klaim yang dibuat mengenai ruh merupakan refleksi dari fitrah alami, yang pada tingkatan fisik, berproyeksi dari otak.

Baik Rasul (saw) atau para wali dan ulama yang datang setelah beliau tidak pernah membuat pernyataan semacam itu. Beberapa orang yang mengatakan sesuatu tentang topik ini di generasi berikutnya hanyalah menyampaikan pengalaman pribadi mereka, yang kemudian sampai ke masa kita.

Tugas kami adalah menjelaskan kebenaran dengan ijin Ar-Rabb. Tidak diragukan, setiap orang hanya bisa bicara hingga tingkatan ilmu mereka.

Jelas bahwa di atas yang terpelajar ada yang lebih terpelajar.

 

Jadi, pembaca yang terhormat…

Saya telah berusaha berbagi sebagian ilmu dengan Anda dalam buku ringkas ini. Seperti telah saya katakan di awal, masing-masing orang akan mendapatkan apa yang sesuai dengan program penciptaannya, sesuai kemampuannya dan tingkat pemahamannya. Masing-masing orang akan mendapatkan manfaat menurut hidayah yang diberikan oleh Rabb-nya.

Karena dikehendaki, maka dituliskan!

Ar-Rabb adalah Dia yang akan menjaganya dan memungkinkannya untuk difahami.

Saya berlindung kepada Allah dari semua kesalahan asumsi saya dan mengakui ketidakberdayaan saya untuk mencari ridaNya.

Hamd kepunyaan Allah, Rabb-nya seluruh alam! Allahu Akbar!

 

AHMED HULUSI

21.1.1967

Cerrahpasha – Istanbul

 



[1] Quran 2:198

[2] Quran 2:286

[3] Quran 17:85

[4] Quran 38:72

12 / 12

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini