Tidak lama lagi, orang-orang yang diseru oleh ayat “Wahai orang yang berselimut”[1] akan menjadi nyata dan para pengklaim itu menjadi jelas keberadaannya.
Para pembaca yang terhormat…
Carilah orang yang berilmu, yang telah sampai kepada hakikat, tapi jangan bergantung pada siapapun! Yakinlah hanya kepada Rasulullah (saw), bersambunglah kepada beliau, dan jadikan Al-Qur’an sebagai guru Anda, dan ALLAH sebagai teman Anda.
Sang pemberi, baik langsung ataupun tidak langsung adalah Dia semata. Jika sang Rabb berkehendak untuk memberi sesuatu, tidak seorangpun bisa mencegahnya. Jika sang Rabb tidak menetapkan sesuatu bagai Anda, meskipun semua mahluk datang bersama, mereka tidak bisa memberikannya kepada Anda.
Jika mereka bisa melakukannya, itu karena telah ditakdirkan bagi Anda. Setiap benda yang diberikan merupakan cerminan ilahi; Anda tidak akan mati hingga semua cerminan yang ditetapkan bagi Anda mencapai Anda. Cobalah untuk memahami ini!
Para pembaca yang terhormat…
Kata-kata dan bentuk-bentuk merupakan beban bagi mahluk yang diciptakan.
Mahluk yang diciptakan memberikan nilai kepada penciptaan menurut kata-kata dan bentuk-bentuk dan tampilan-tampilan. Tapi Allah jauh di luar semua ini. Dia tidak melihat kepada kata-kata dan perbuatan-perbuatan Anda, tetapi kepada hati dan niat Anda. Baik Anda mengeraskan suara Anda atau memikirkan sesuatu secara rahasia, sama saja bagi Allah:
“Dan jika kalian mengutarakan pikiran kalian (atau menyembunyikannya) ketahuilah bahwa Dia sungguh mengetahui rahasia (dalam kesadaran kalian) dan yang lebih dalam dari itu (Nama-nama aktual yang menyusunnya).”[2]
Maka, bertafakurlah sesuai dengan ini… Pikirkanlah tentang penciptaan dengan mengingat hal ini… Jangan memandang orang lain lebih rendah dari diri Anda, jangan pula berpikiran bahwa Anda lebih tinggi dibanding siapapun…
Anda adalah cerminan ilahi seperti halnya segala yang lain. Dia berkehendak mewujudkan suatu di satu tempat, dan dalam bentuk yang berbeda di tempat yang lain. Tidak satupun bisa mempertanyakan mengapa Dia melakukan apa yang Dia lakukan.
“Dia tidak ditanya (dimintai pertanggungjawaban) atas apa yang Dia lakukan!”[3]
Sebagian menyatakan ada hadits yang berbunyi, “Wujud kalian merupakan dosa yang tidak bisa dibandingkan dengan dosa yang lain”… Kata ‘wujud’ dalam konteks ini merujuk kepada identitas khayal, sang ego yang mengira bahwa ia memiliki wujud terpisah dari Allah. Dengan kata lain, beranggapan bahwa Anda memiliki wujud terpisah, dan karenanya menimbulkan dualitas, merupakan dosa terbesar.
Karena sebenarnya, wujud Anda merupakan cerminan dari Yang Agung. Dia mewujudkan DiriNya di setiap saat dengan cara yang lain. Setiap saat dari kehidupan Anda merupakan cerminan yang lain, perwujudan dari Yang Agung. Jadi, bagaimana Anda, kehidupan biologi fisik Anda, bisa menjadi dosa?
Para pembaca yang terhormat, ketahuilah bahwa…
Allah menciptakan dunia di dalam ilmuNya.
Semua cerminan dan perwujudan berkenaan dengan Dia. Tempat kembali adalah Dia!
Anda pun akan kembali kepadaNya ketika waktunya tiba untuk berakhirnya perwujudan. Tapi bagaimana itu?
Tentu Anda telah mendengar perintah “Matilah sebelum kamu mati”. Ini berarti, “Ketahuilah realita hakiki Anda sebelum dipaksa untuk itu.”
Dunia adalah penjara bagi orang yang beriman! Ketika orang beriman mati, dia dibebaskan dari penjara ini. Maka, laluilah jalan kematian dengan rida dan raihlah kebahagiaan yang kekal! Jadi, apa yang Anda tunggu-tunggu?
Jika Anda bertanya, “Tapi bagaimana saya bisa berkehendak untuk mati?” Saya katakan, dengan meninggalkan diri ilusi Anda dan semua ambisi dan keinginan Anda! Jadilah mayat yang tdak lagi berkeinginan apapun. Berhentilah menginginkan sesuatu dan ridalah dengan keadaan Anda. Sungguh, keridaan adalah maqom yang tinggi.
“Allah sangat rida kepada mereka, dan mereka pun rida kepadaNya (cerminan fitur-fitur ilahi) ... Yang demikian itu bagi orang yang takut kepada Rabb-nya!”[4]
Jangan mencari dunia ataupun akhirat. Jadikanlah perhatian Anda hanya untuk mengabdi kepada amanat Rabb Anda dan menjadi penyebab kebaikan bagi orang lain.
Jika Anda ingin berdoa, berdoalah dengan, “Ya Rabb, jadikanlah aku kendaraan bagi kebaikanMu, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang Engkau pilih untuk DiriMu”, agar kebaikan bisa terjadi melalui tangan dan mulut Anda.
Ketika Anda melakukan sesuatu, tanyakanlah kepada diri sendiri, “Mengapa saya melakukan ini?” Periksalah untuk melihat jika jawaban Anda adalah “Untuk Allah” atau “Untuk diriku sendiri” … Kecenderungan hati Anda akan mengungkapkan niat Anda yang sebenarnya. Tidak ada gunanya mengklaim bahwa niat Anda adalah sesuatu hal sementara keinginan hati Anda adalah sesuatu yang lain, meskipun Anda mungkin menipu diri dengan meyakininya…
“Amal itu bergantung niat” kata Rasulullah (saw)… Beliau pun mengatakan, “Niat seorang yang beriman lebih baik dari pada perbuatannya” … Maka, bersikap sungguh-sungguhlah hingga Anda bisa bertanya kepada diri Anda, “Mengapa saya melakukan ini?” dan jawaban Anda adalah, “Karena Rabb-ku menginginkannya” … Tapi keadaan ini pun bersifat sementara. Jika Anda termasuk orang yang memenuhi syarat, setelah beberapa lama tidak akan tersisa lagi niat ataupun pikiran apapun… Anda akan mengikuti arus, tanpa mengetahui atau perlu mengetahui kemana Anda akan bergerak, hanya menjadi sadar ketika semuanya terjadi.
Kemudian Anda akan sampai kepada keadaan dimana Anda akan mengetahui sang pelaku, dibalik semua pelaku semu, adalah Dia semata… Dari titik ini, kata-kata tidak akan memadai lagi.
Sebelum ini, Anda bisa mengatakan, “Aku” atau “Anda” atau “Kami”, tapi dalam maqom ini, kata-kata semacam itu tidak akan memiliki makna yang berbeda – semuanya akan menunjuk kepada realita yang sama.
Kemudian, Anda akan mengetahui bahwa tanah yang Anda pijak bukanlah tanah yang sama yang Anda pijak sebelumnya…
“Selama periode itu, bumi (tubuh) akan diganti dengan bumi yang baru (tubuh yang lain) dan demikian pula langit (kesadaran individu juga akan diubah menjadi sistem persepsi yang lain)!”[5]