Ayat-ayat berikut, serta Nama Hasib, menyinggung kepada sistem pemicu ini:
“...Baik kalian tunjukkan apa yang ada di dalam kesadaran kalian (pikiran-pikiran kalian) atau kalian menyembunyikannya, Allah akan meminta pertanggung-jawaban kalian mengenainya dengan Nama Hasib...” (Al-Qur’an 2:284)
“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat iota, dia akan melihatnya.” (Al-Qur’an 99:7)
Pada akhirnya, akibat dari suatu tindakan atau pikiran dialami di dalam sistem ini. Inilah mengapa setiap pikiran dan tindakan kebersyukuran ataupun ketidak-bersyukuran yang kita lewati di masa lalu pasti akan mengejar kita, atau mengikat kita di masa depan. Jika seseorang merenungkan hal ini, banyak pintu akan terbuka dan rahasia-rahasia akan tersingkap dengan sendirinya. Misteri takdir juga berkaitan dengan mekanisme ini!
Sekarang, mari kita mengikuti Nama-nama yang nampak seperti rambu-rambu ini, untuk menemukan tataran rahasia yang ditunjuknya:
ALLAH
ALLAH... Nama tersebut... Menunjuk kepada Uluhiyyah!
Uluhiyyah mencakup dua realitas. HU yang menunjuk kepada Esensi Absolut (dzat) dan alam titik-titik tak hingga dimana setiap titik tunggal dibentuk oleh tindakan melihat ilmu dengan ilmu. Tindakan melihat ini sedemikian rupa sehingga masing-masing titik mewakili komposisi Nama individual.
Mengacu pada esensi absolutNya, Allah adalah yang lain dari, namun dari sudut pandang Nama-namaNya, sama dengan keberadaan yang ditimbulkan (sy’ay), namun demikian jauh diluar jangkauan (Ghani) alam-alam dan keserupaan apapun! Inilah mengapa Allah, yang menciptakan keberadaan yang ditimbulkan (sy’ay) dan tindakan-tindakan dengan Nama-namaNya, menggunakan kata ganti ‘Kami’ di dalam Al-Qur’an. Karena, pada hakikatnya, keberadaan yang ditimbulkan ini (segala ciptaan) bukan yang lain dari Allah! Harap dicatat bahwa yang kami maksud dengan keberadaan yang ditimbulkan (sy’ay) merujuk kepada Dimensi Nama-nama yang menyusun keberadaan. Kita dapat merenungkan esensi ciptaan dan keberadaan, namun kita tidak dapat merenungkan Esensi Absolut Allah. Tidak dapat dijangkau pikiran dan tidak layak; sungguh, benar-benar mustahil! Karena sesuatu yang diciptakan dengan ekspresi Nama-nama Allah tidak akan dapat memahami sepenuhnya Esensi Abolut dari Allah! Bahkan jika ilmu ini disingkapkan dengan ilham ilahi – yang sama sekali mustahil – tidak terjangkau akal. Inilah mengapa dikatakan bahwa ‘jalan dari perburuan ini berakhir di ketiadaan.’
HU
HU Allahulladziy la ilaha illa HU!
Baik melalui pewahyuan ataupun melalui kesadaran, HU merupakan esensi batin dari realitas segala sesuatu yang dilihat... Sedemikian rupa sehingga, sebagai refleksi dari Akbariyyah, pada awalnya terpesona kemudian dialami ketiadaan dan, sampai di situ, Realitas dari HU tidak pernah dapat dicapai! Penglihatan tidak dapat mencapai HU! HU menunjuk kepada kekaburan dan ketakterfahaman absolut! Pada kenyataannya, semua nama di dalam Al-Qur’an, termasuk nama Allah, disebutkan dalam hubungannya dengan HU!
“HU ALLAH itu AHAD.”
“HU itu RAHMAN lagi RAHIM.”
“HU itu AWWAL, AKHIR, ZAHIR dan BATIN.”
HU itu ‘ALIY lagi ‘AZIM.”
“HU itu SAMI’ lagi BASHIR.’
Dan juga tiga ayat terakhir dari Surat Al-Hashr...
Juga penting untuk dicatat bahwa menggunakan HU sebagai awal kata (prefix) dari Nama-nama lainnya, pertama-tama adalah untuk menyatakan ketiadabandingan (tanzih) dan kemudian untuk menunjuk kepada keserupaan (tashbih) berkenaan dengan Nama yang bersangkutan. Hal ini mesti diingat setiap saat.
AR-RAHMAN
Ar-Rahman menandai materialisasi esensi dari setiap iota dengan Nama-nama Allah di dalam ilmuNya. Dalam istilah moderen, ia menunjuk kepada potensial quantum. Ia merupakan potensi dari sumber seluruh ciptaan. Ia adalah nama dari Dimensi Nama-nama! Segala sesuatu mendapatkan keberadaannya pada tingkatan ilmu dan kehendak dengan sifat-sifat yang ditunjuk oleh nama ini.
Seperti yang ditunjuk oleh ayat-ayat “ar-Rahman ‘alal arshistawa” (Al-Qur’an 20:5) dan “ar-Rahman ‘Allamal Qur’an, Khalaqal Insan, ‘Allamahul bayan” (Al-Qur’an 55:1-4). Rahman adalah realitas yang mewujud dalam kesadaran! ‘Kasih’ adalah dalam tindakan ‘mewujudkannya kedalam keberadaan.”
Perkataan Nabi Muhammad saw. bahwa ‘Allah menciptakan Adam dalam citra ar-Rahman’ mengandung makna bahwa aspek ilmu dari manusia mencerminkan fitur-fitur dari yang Rahman, yakni fitur-fitur dari Nama-nama.
Esensi (dzat) dari manusia juga berhubungan dengan nama Rahman. Dengan demikian, para politeis tidak mampu memahami pemikiran mengenai bersujud kepada yang Rahman (Al-Qur’an 25:60), dan Setan (pikiran, illusi) berontak terhadap yang Rahman (Qur’an 19:44). Ayat-ayat ini menunjukkan manifestasi dari esensi ‘Manusia’.