“Ketujuh langit (semua mahluk dalam tujuh dimensi kesadaran) dan bumi (tubuh) dan apapun yang di dalamnya bertasbih kepadaNya (mewujudkan fitur-fitur struktural dari nama-namaNya dengan selalu mengubah keadaan). Dan tidak satu pun yang tidak bertasbih dengan Hamd-Nya, namun kalian tidak mengerti (cara) tasbih mereka.” (Al-Qur’an 17:44)
Pengabdian dalam bentuk taat merupakan upaya individu dalam usaha mengetahui esensi dan asal dirinya.
Pengabdian dalam bentuk pembangkangan, di sisi lain, merupakan kumpulan tindakan yang menghalangi dan mencabut individu dari harta-pusaka di dalam dirinya, yang membawanya kepada penyesalan.
Oleh karena itu, sementara pengabdian merujuk kepada gaya hidup yang cocok dengan tujuan penciptaan, penyembahan merupakan pendewaan terhadap tuhan-anggapan dengan memuliakannya dan mengharapkannya untuk mengabulkan keinginan-keinginan Anda sebagai balasannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Tuhan disembah, sedangkan Allah dilayani (tempat mengabdi).
Kemudian, bagaimana pengabdian kepada Allah mesti dilaksanakan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita mesti memahami fitur AHAD dari Allah. Karena jika fitur AHAD telah difahami dengan baik, kita dapat melihat (secara batin) bahwa tidak ada dualitas keberadaan. Konsep ada Allah, dan juga ada jagat-raya (diluar Allah) menjadi tak-berlaku.
Dengan kata lain, pendekatan umum yang mengatakan bahwa diluar dan selain kosmos ini ada Tuhan sama sekali keliru.
Allah yang diungkapkan oleh Nabi Muhammad (saw) bukanlah sosok tuhan!
Allah yang diungkapkan oleh Nabi Muhammad (saw) adalah AHAD (ESA).
Allah yang diungkapkan oleh Nabi Muhammad (saw) adalah pemilik makna-makna yang tak-hingga, yang selalu dilihatNya!
Alam penglihatan adalah alam nama-nama.
Dari sudut esensi absolutNya, dia itu Wahidul Ahad (Yang Esa Yang Absolut).
Dari sudut sifat-sifatNya, Dia itu Hayyu (Yang Esa yang memberi kehidupan kepada Nama-nama dan mewujudkannya), ‘Alim (Yang Esa yang, dengan fitur IlmuNya, mengetahui segala sesuatu tanpa hingga di setiap dimensi dengan segala aspeknya.), Murid (Pemilik dari Kehendak Absolut), Qadir (Yang Esa yang tak-terbatasi secara absolut yang mewujudkan dan melihat ilmuNya tanpa bergantung kepada sebab-akibat), Bashir (Yang Esa yang terus-menerus melihat manifestasi-manifestasiNya dan mengevaluasi hasil-hasilnya), Kalim (Yang Menyingkapkan).
Dia memiliki makna-makna dan fitur-fitur tak hingga, seperti telah diterangkan oleh Nabi Muhammad (saw).
Alam tindakan yang dirujuk sebagai dunia tindakan (af’al) ini dapat juga disebut jagat yang nampak karena keberadaannya bergantung pada persepsi indera manusia, malaikat dan jin yang tinggal di dalamnya. Mereka merupakan perwujudan material dari ilmu di dalam ilmunya Allah.
Dengan kata lain, segala keberadaan pada intinya merupakan wujud ilmu yang terpadatkan dan terlokalisir, yang menurut orang-orang yang tercerahkan belum tercium keberadaannya!
Pendek kata, tidak satu pun di jagat raya memiliki keberadaan nyata; keberadaannya hanyalah dalam ilmunya Allah. Sederhananya, semuanya merupakan mahluk-mahluk imajinasi!
Setua dan selama apapun manusia hidup di bumi dan setinggi apapun ilmu yang dimilikinya, berdasarkan kelima inderanya, dia tidak akan pernah bisa melihat esensi (asal-muasal) nyata dari wujud!
Ilmu yang berdasarkan pada kelima indera hanya akan membawa Anda kepada ruang dan dimensi-dimensi tak hingga dari jagat-jagat dalam mikrokosmos ataupun makrokosmos. Ilmu yang berdasarkan kelima indera akan membawa Anda kepada bintang-bintang, galaksi-galaksi, lubang-lubang hitam, lubang-lubang putih dan mungkin kepada jagat-jagat lainnya, namun Anda akan selalu mengejar kehidupan Anda dengan keyakinan palsu akan sosok tuhan di luar sana…
Dalam buku saya Ruh, Manusia dan Jin, saya telah membicarakan mengenai mahluk-mahluk asing yang dirujuk generasi lampau sebagai jin, dan bagaimana mereka menipu dan menyesatkan manusia, termasuk mencabut manusia dari realitas Allah dengan menyuntikkan ide-ide dan pandangan-pandangan palsu mengenai agama dan realitas. Saya ingin sedikit menyinggungnya juga di sini. Mahluk-mahluk asing, atau dalam istilah Islam disebut bangsa jin, memiliki kekurangan dalam dua bidang ilmu, dua bidang yang darinya mereka biasa berusaha melenyapkan mangsanya. Kekurangan yang pertama adalah fitur AHAD (keesaan) dari Allah, dan yang kedua adalah takdir, atau nasib, yang merupakan turunan alami dari keEsaan Allah.
Aspek keEsaan (non-dualitas) dari keyakinan Islam, yakni sistem kepercayaan seperti yang dijelaskan Nabi Muhammad (saw), didasarkan kepada keimanan bahwa tidak ada tuhan/dewa yang harus dipertuhankan dan diberhalakan (dan karenanya tidak ada konsep-tuhan), dan bahwa setiap orang pasti akan menghadapi akibat dari perbuatan-perbuatannya.
Al-Qur’an menegaskan ide-ide ini dengan beragam ayat:
“Dan manusia hanya akan mendatangkan hasil-hasil (akibat-akibat) dari apa yang diusahakannya (tindakannya sendiri).” (Al-Qur’an 53:39)
“Sungguh, kalian akan merasakan hukuman yang menyakitkan. Dan kalian tidak akan dibalas kecuali untuk apa yang telah kalian kerjakan (tindakan-tindakan kalian sendiri).” (Al-Qur’an 37:38-39)
“Dan kalian tidak akan dibalasi kecuali untuk apa yang telah kalian kerjakan (tindakan-tindakan kalian sendiri).” (Al-Qur’an 36:54)
“Dan ada derajat-derajat untuk apa yang telah mereka kerjakan, agar mereka dibalasi sepenuhnya atas perbuatan-perbuatan mereka, tanpa dizalimi sedikitpun.” (Al-Qur’an 46:19)
Karenanya, seperti disebutkan oleh ayat-ayat di atas, kita akan dibalasi atas perbuatan-perbuatan kita, kita harus segera mengkaji dan mempelajari mengenai kehidupan yang menanti kita setelah kematian dan memahami siapa Allah sebenarnya. Karena konsep Allah merupakan landasan dari agama.
Mari kita sadari bahwa tanpa memahami arti dari nama Allah, kita tidak akan pernah mengetahui dengan benar esensi dari wujud. Sungguh, manusia dan jagat-raya hanya dapat dibicarakan dan dimengerti setelah memahami Allah. Jika tidak, kita hanya akan mengevaluasinya secara sempit dan tercerabut dari esensi realitas.
Sekarang, dengan kesadaran ini, marilah kita menjelajahi kata-kata bersandi yang menggambarkan Allah dalam surat al-ikhlas…