Apa Sebenarnya Yang Terjadi Di Dalam Otak Kita?
Dalam The Holographic Universe (Jagat Holografik), Michael Talbot menyajikan teori-teori Bohm dan Pribram, dan merujuk pada cara pandang baru terhadap dunia yang mereka usulkan, beliau mengatakan:
“Otak kita secara matematik menyusun realitas obyektif dengan menerjemahkan frekuensi yang pada akhirnya merupakan proyeksi-proyeksi dari dimensi lain, suatu tatanan keberadaan yang lebih dalam di luar ruang dan waktu: Otak merupakan hologram yang terbungkus dalam jagat holografik.”[1]
Mari kita coba fahami implikasi dari pandangan istimewa ini. Pertama-tama, mari kesampingkan masalah waktu dan ruang, dan fokus pada kata-kata:
“... tatanan keberadaan yang lebih dalam dari dimensi lain.”
Tatanan ‘yang lebih dalam’ merupakan tatanan di kedalaman keberadaan kita; esensi kita, dalam istilah Sufisme, Keberadaan Absolut!
Di luar keberadaan ilusi yang kita rujuk ketika kita menyebutnya ‘aku’, ada ‘aku’ yang lain, yang sama untuk semua keberadaan, ‘aku’ yang Absolut, Diri yang Absolut!
Otak, karenanya, merupakan konverter (pengubah) frekuensi yang merupakan proyeksi-proyeksi dari ‘aku’ Absolut ini, yang memproyeksikan frekuensi-frekuensi dari makna-makna implisitNya yang ingin Dia ungkap!
Saya mesti memberi penekanan lebih akan pentingnya pernyataan berikut:
“Allah telah menciptakan setiap manusia untuk tujuan khusus. Hanya dengan memenuhi fitrah alami mereka, dan dengan mengikuti alur yang paling cocok dengan susunan mereka, orang-orang dapat memenuhi tujuan unik mereka. Pemenuhan syarat inilah yang menjadikan penghambaan mereka tercapai!”
Jika kita benar-benar dapat memahami makna dari dan meresapi kebenaran ini, kita tidak akan lagi merasa marah, tertekan, terganggu atau bersikap kritis! Karena kita akan sadar terhadap realitas bahwa setiap orang hanya dapat mengungkapkan fitrah alami mereka, baik fitrah itu selaras ataupun bertentangan dengan fitrah kita! Adalah hal yang konyol mempertanyakan motivasi orang lain, bagaikan bertanya kepada hati mengapa ia tidak memompa darah seperti halnya jantung!
Sungguh, kebenaran ini merupakan inti dan rangkuman dari Sistem dan Tatanan sebagaimana dijelaskan Al-Qur’an.
Selama kita masih gagal untuk memahami realitas ini, pengakuan keimanan kita kepada Tuhan adalah palsu; keyakinan kita hanyalah imitasi.
Keyakinan sejati adalah buah dari pemahaman, internalisasi dan aplikasi terhadap realitas ini.
Pertama-tama, seorang calon Sufi mesti meninggalkan amarahnya! Karena segera setelah ia marah oleh sesuatu hal, maka ia telah meninggalkan dan menolak Allah! Masing-masing individu hanya dapat melakukan apa yang ada dalam program ciptaannya. Marah karena sesuatu tak ada bedanya dengan marah karena fitrah yang ditetapkan Allah kepadanya, yakni ketetapan Allah.
Jika Allah berkehendak untuk menciptakannya dengan program tertentu, bagaimana kita dapat mempertanyakan Ilmu dan Kehendak AbsolutNya? Jelas bahwa Allah bebas memilih untuk menentukan susunan tertentu pada individu tersebut. Berpendapat bahwa orang tersebut salah dibuat, atau cacat atau tidak tepat, jelas merendahkan, meragukan dan bahkan menolak Ketuhanan dari Allah!
Pertanyaan:
Apa makna mimpi? Apakah mimpi layak berada dalam Sistem ini? Bagaimana pandangan kita terhadap penglihatan kita dalam mimpi, apakah ruh kita meninggalkan badan dan pergi ke suatu tempat?
Istilah ‘perjalanan astral’ menunjukkan keadaan otak dimana emisi gelombang radar tertentu memroyeksikan gambar tertentu, sehingga kita dapat melihat dan mengalami hal atau kejadian tertentu.
Pandangan umum menyebutkan bahwa ruh meninggalkan tubuh ketika kita tidur, melakukan tur kecil dan kembali lagi ke dalam tubuh saat bangun. Tidak begitu! Ruh tidak meninggalkan tubuh atau pergi ke suatu tempat! Mereka yang tercerahkan, yang mampu mengaktifkan mata ke tiganya, memiliki kemampuan untuk mengarahkan gelombang radar mereka ke lokasi tertentu dan melihat tempat tersebut melalui gambar yang diproyeksikan balik ke otak mereka.
Mereka yang tak acuh terhadap mekanisme proses ini berpikir bahwa ruh sebenarnya meninggalkan tubuh mereka dan pergi ke suatu tempat.
Ruh hanya dapat meninggalkan tubuh dalam dua cara:
1. Kematian
2. Penguasaan (fath)
Mereka yang benar-benar tercerahkan, yang telah mampu menguasai jiwa mereka, yang telah ‘mati sebelum ajal’ dan mencapai keadaan Haqqul yaqiin (Kepastian Realitas), merupakan orang-orang yang bisa melihat tanpa keberadaan tubuh. Sedangkan semua yang lainnya bersandar pada gelombang radar yang dipancarkan otak mereka![2]