Seperti telah disebutkan di atas, otak merupakan konverter gelombang… Otak menerima gelombang tak-hingga (ruh) melalui kelima indera dan saluran lainnya, mengevaluasi dan dan menerjemahkannya menurut pangkalan-datanya, kemudian menilainya dan memproyeksikan penilaian ini kepada imajinasinya! Sebagaimana TV mengubah gelombang yang diterimanya menjadi gambar-gambar pada layar kaca. Karenanya, sejak usia yang sangat muda, kita terus menyusun dan menyusun-ulang jagat multi-dimensi di dalam otak kita, dan berpikiran selama itu bahwa kita hidup di dunia luar.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa apa yang kita kira lihat, dengar, cium, dan kita rasa dengan lidah dan kulit sebenarnya merupakan beragam frekuensi gelombang yang sampai ke otak kita dan diubah menjadi panjang gelombang tertentu yang kita definisikan sebagai ‘penglihatan’ atau ‘penciuman’ dll, dan karenanya membentuk dimensi holografik multi-dimensi dimana kesadaran tinggal!
Pendeknya, masing-masing kita hidup di dalam dunia imajinasi unik kita dan akan terus demikian tanpa batas!
Apa yang kita persepsikan dan keluarkan sebagai ‘pandangan’, berdasarkan data yang kita terima dari orang atau obyek di sekitar kita, bukan lain adalah sebuah ‘instans’ (perwakilan, istilah dalam komputer grafis, pen) dari keberadaannya. Serupa dengan kerangka (frames) dari gambar-gambar dalam sebuah filem, penglihatan yang kita asumsikan sebenarnya berdasarkan data yang kita terima dan ubah menurut pangkalan-data kita, dari satu kerangka diam!
Dengan menyusun gambar-gambar ini dari beragam instans secara berdampingan satu sama lain, kita menyusun album-album dan album-album foto dan menghabiskan hidup kita dengan membuka lembarannya satu demi satu!
Ketika kematian, otak tidak lagi menerima data yang masuk, karena kabelnya telah ‘dicabut’ dan terputus dari dimensi gelombang-gelombang ini. Ketika kita berpindah ke bidang keberadaan berikutnya, alam Akhirat, album-album ini dikumpulkan selama kehidupan kita di bumi dan satu-satunya perbekalan yang dapat kita bawa dalam perjalanan. Pada akhirnya, kita akan memulai hidup baru pada dimensi yang baru, dan proses konversi data yang sama akan berulang menggunakan sinyal-sinyal yang diterima dari bentuk kehidupan dimensi ini sebagai masukan, dan album-album yang ada yang kita miliki sebagai pangkalan-datanya!
Otak memberikan instans yang sangat berdayaguna sebagai data primer dan menciptakan semacam memori tersembunyi (cache memory) untuk akses ke depan yang cepat. Ini serupa dengan cara komputer kita mengingat halaman yang dikunjungi sebelumnya dari memori cache. Seperti itulah adanya, setiap kita menghadapi hal yang ‘ditafsirkan’ sebelumnya, baik itu mengenai seseorang, benda ataupun keadaan, otak kita secara otomastis memunculkan ‘ingatan’ yang paling populer dari hal tersebut. Dengan segera, kita akan mulai menafsirkan dan ‘menilai’ dan bahkan mengalami emosi-emosi tertentu, semuanya berdasarkan pada beberapa informasi yang disimpan di masa lampau! Bentuk evaluasi prakondisi ini adalah bentuk halangan terbesar pada perkembangan seseorang.
Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan kita mengenai hal ini dengan perkataan:
“Jika engkau tidak bertemu seseorang selama setahun, ketahuilah bahwa orang yang kau temui hari ini bukanlah orang yang kau temui setahun yang lalu!”
Karena alasan inilah kita harus terus menjernihkan pengkondisian yang ditetapkan sebelumnya – menghapus ‘cache memory’ kita – sehingga kita dapat mengevaluasi ulang setiap keadaan, sesuai dengan masukan data terkini.
Walau nampak sebagai segumpal daging dengan infrastruktur berbasis-neuron, otak sebenarnya asalah massa frekuensi yang belum difahami dan terpecahkan sepenuhnya oleh tingkat pengetahuan ilmiah terkini sekalipun. Mengingat hal ini, kami merujuk pada jaringan gelombang rumit ini sebagai ‘RUH’ dan esensinya sebagai ‘Cahaya’ (Nur). Nur adalah ilmu, ia adalah ‘data’. Ia laksana paket ‘makna’ tanpa akhir dan abadi. Inilah sebabnya dikatakan bahwa “kita akan merasakan kematian’, bukannya ‘berhenti ada’!
Mari ingat kembali bahwa seseorang, di hadapan kita, juga hidup dalam dunia kepompongnya, atau dengan kata lain, dalam jagat holografik multi-dimensi mereka. Ketika otak kita mengubah gelombang-gelombang data dari kejadian yang berhubungan dengan keberadaan fisiknya, dia mengambil tempat di dunia holografik kita dan kita mengira bahwa orang tersebut ‘ada’! Namun kenyataannya, kita ‘mendefinisikan’ keberadaannya, karakternya, perannya dan bahkan pengaruhnya terhadap kehidupan kita!
Inilah mengapa para master Sufi besar merujuk kepada kehidupan ini sebagai ‘mimpi’, dan mengenai ini mengatakan, “Kita datang sendirian, hidup sendirian, dan mati sendirian”.
Beberapa dari kita terkungkung dalam kepompong (dunia holografik multi-dimensi) yang menyerupai istana, sementara yang lainnya hidup di tempat kumuh; beberapa dari kita menghiasi rumah kita (otak) dengan koleksi berharga, sementara yang lainnya mengumpulkan sampah. Beberapa dari kita bahkan tak memiliki rumah dan dipanggil dengan sebutan ‘tuna-wisma’ (atau plesetannya ‘tak-berotak’)
Jagat holografik kita adalah dunia yang akan kita tempati untuk selamanya. Bagaimana kita menafsirkan instans gelombang data yang kita terima, siapa dan apa yang kita akui ke dalam dunia kita dan dimana kita menempatkan mereka apakah akan menciptakan surga, atau neraka kita.
Instans dari gelombang data yang sampai ke otak kita akan dievaluasi dan didasarkan apakah itu pada ‘sampah’ yang kita bawa ke dalam rumah kita, atau didasarkan pada rumah baru yang kita bangun dengan bimbingan sistem universal ‘Sunnatullah’[1]. Dunia, alam antara, kebangkitan, surga dan neraka, semuanya dialami di dalam, dan semuanya dibentuk oleh, penafsiran dan penilaian pribadi kita.
[1] Sunnatullah artinya hukum-hukum dan perintah Allah, yakni aturan (mekanika) sistem, hukum yang mengatur alam-alam yang terwujud.