Tentunya, jika mereka telah melanglang ke dalam dan menemukan esensi dirinya sendiri. Karena bentuk komunikasi ini berdasarkan prinsip-prinsip Esensi Absolut (dzat), seseorang yang belum terhubung kepada ‘Esensi’ kearah dalam, tidak akan dapat berkorelasi dalam jaringan tersebut, kearah luar.
Terutama, kita mesti membebaskan kesadaran kita dan melepaskan diri dari rintangan yang disebabkan oleh batasan-batasan yang berasal dari alam keberadaan kita. Semua pengkondisian, penilaian, emosi, dan persepsi yang sepotong-sepotong mesti hilang! Kesadaran kita mesti dicuci bersih!
Karena kita tahu bahwa kosmos merupakan perwujudan Ilmu dari Yang Tak Hingga dan Yang Maha Absolut. Dengan demikian, Dzat dan Ilmu Absolut, Yang Maha Agung selalu hadir dalam setiap partikel keberadaan!
Jadi, esensi dari kesadaran Anda, ‘Esensi’ dari keberadaan Anda, tidak berbeda dari esensi sebuah atom atau entitas galaktika dalam mikro atau makro kosmos.
Namun, karena kesadaran kita telah terkena, terbentuk oleh, kondisi-kondisi tubuh, ia telah terhalang oleh beragam asumsi dan postulasi. Sebagai hasilnya, ia telah menjadi ‘kesadaran terpisah’ yang terbentuk (oleh dunia luar, pen) dan terhalang, terlepas dari realitas universal ‘Kesatuan’.
Sedangkan, ‘kesadaran’ bukanlah benda kasat mata yang memiliki bentuk atau massa. Seseorang bukan mengkondisikan kesadaran dengan menusuk-nusuk dan mencungkilnya, melainkan mengkondisikannya dengan menghiasi dan memuatinya dengan informasi yang keliru.
Kesadaran kita dapat disucikan dari informasi keliru semacam itu, sesuai dengan intensitas komunikasi yang dapat dibangun [dari alam Esensi (dzat) Absolut] dengan mahluk mikro dan makro kosmos.
Bukti menunjukkan bahwa banyak ahli kebatinan dan para wali dikenal mampu melakukan bentuk komunikasi semacam itu. Sungguh, setiap orang yang mampu keluar dari ‘kepompong’ persepsi indera mereka dapat mengakses jaringan tak-hingga dari jagat ini.
Tirai terbesar yang menutupi kesadaran kita adalah ‘tirai kata-kata’. Kata-kata, atau label-label, atau gambar-gambar yang terhubung dengannya dalam pikiran kita, telah membutakan kita untuk mencapai pemahaman sejati terhadap realitas.
Dengan mengidentifikasi gambar-gambar yang terhubung dengan kata-kata tertentu dalam pikiran kita, dan meyakininya sebagai kebenaran, kita berhenti untuk mencari lebih jauh, dan karenanya merintangi kita untuk bisa melihat realitas absolut.
Sebagai akibatnya, dunia kita makin lama menjadi semakin kecil.
Seluruh hidup kita menjadi terpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan-keinginan.
Hidup kita tersita oleh apa-apa yang kita makan, minum, beli serta miliki dan menjadi terikat pada hal-hal yang mendasar dan primitif.
Satu-satunya realitas kita hanyalah dunia material dan urusan jasmani.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, waktu yang kita jalani di dunia materi ini hanya sekejap dibanding kehidupan kemudian yang menanti kita.
Para penduduk dimensi-dimensi makro sangatlah besar dan beragam, namun secara kolektif kita melabeli semuanya sebagai ‘malaikat’. Dalam kenyataannya, mereka adalah mahluk-mahluk dari bidang-bidang kesadaran yang lebih tinggi.
Jika kita tak mengenali kebenaran ini sekarang, kita tak mempunyai kesempatan lagi untuk mengenalinya di masa yang akan datang.
Sebagaimana komponen-komponen tubuh memiliki fungsinya masing-masing, setiap organisme memiliki misi dan fungsi yang unik. Sebagaimana tubuh astral, dalam tubuh fisik kita, memiliki kesadaran dan misi, di bidang makro pun ada mahluk-mahluk sadar dengan misinya yang unik.
Jika matahari memerlukan 255 juta tahun untuk mengitari Bimasakti, maka matahari hanya berumur 8 tahun karena baru mengitari Bimasakti sebanyak 8 kali selama hidupnya.
Karena kita berjarak 32.000 tahun cahaya dari pusat Bimasakti, atau ‘jantung’nya mahluk Galaktik ini, kita tidak lebih hanyalah sebuah elektron di salah satu kulit permukaan galaktika ini, selain ada milyaran elektron lainnya!
Seperti halnya kita, mereka lahir, tumbuh, dan mati. Dan seperti kita, mereka tidak ‘lenyap’ dengan kematian, karena bagi mahluk-mahluk berkesadaran, kematian hanyalah sebuah peralihan dimensi.
Dipandang dari sisi ini, betapa sia-sianya merasa gembira dengan apa yang kita peroleh, atau merasa sedih karena kehilangan sesuatu di dunia ini. Sebagaimana tak berharganya apa yang kita peroleh dan miliki dalam mimpi, begitu pula dengan kepemilikan duniawi bagi kehidupan akhirat. Jika kita tak ingin kematian kita membangunkan kita dari dunia mimpi ini menjadi realitas yang menyedihkan, kita mesti membangunkan diri kita sendiri dari penyangkalan kita saat ini juga, dan mulai membangun dunia nyata kita berdasarkan pengetahuan nyata.
Ketika kita bermimpi, banyak hal terjadi pada tubuh kita. Kita tertembak, terpukul, bahkan mungkin menjadi cacat, namun kita selalu bangun dalam keadaan baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Lebih dari itu, perasaan ke’aku’an atau ‘ego’ tak pernah hilang.
Si ‘aku’ selalu hadir selama mimpi kita, apapun yang terjadi dengan tubuh nyata kita. Ini karena tubuh dalam mimpi adalah tubuh yang bersifat spiritual, dan ruh tidak tersusun dari komponen, maka ia tidak akan terpecah-pecah.