Dia tak-hingga dari sudut makna-maknaNya. Bahkan ketakhinggaanNya adalah sebuah ‘sifat’.
Seseorang tidak akan dapat memikirkan Dzat AbsolutNya!
Bahkan sebenarnya KeesaanNya (Ahadiyyah) adalah sifat dari Keberadaan AbsolutNya.
Perhatikan bahwa ‘Allah’ adalah ‘nama’ dari keberadaan yang sifat-sifatnya telah kami terangkan.
Seperti halnya ‘Hulusi’ adalah nama yang diberikan kepada saya, nama yang merujuk kepada keberadaan saya, ‘Allah’juga adalah nama yang kita gunakan untuk merujuk kepada Dzat AbsolutNya. Nama hanyalah tanda yang digunakan untuk menunjuk sesuatu.
Sejauh mana nama ‘Hulusi’ mengungkapkan sifat-sifat dan fitur-fitur yang saya miliki, baik saya manifestasikan ataupun tidak, adalah sejauh mana nama ‘Allah’ dapat menjelaskan Keberadaan AgungNya.
Keberadaan Agung yang melihat DiriNya pada cermin nama ‘Allah’!
Idealnya, Dia melihat DiriNya pada cermin nama ‘Allah’ melalui manusia.
Melalui definisi berdasarkan sifat-sifat, Dzat Absolut berada diluar pemahaman. Ia yang berupaya mendefinisikan Dzat Absolut adalah seorang yang jahil, dan secara tak langsung mengakui dirinya sebagai anggota ‘para peniru’. Karena orang yang telah tercerahkan tak ragu lagi akan mengetahui bahwa dalam menyebut Dzat Absolut, seseorang hanya dapat sampai kepada sifat-sifatNya.
Tak seorang pun memiliki kebebasan untuk berbicara atau mendefinisikan tentang ‘ketiadaan’, karena ketiadaan adalah tempat dimana semua renungan berhenti, dimana pikiran tak bekerja lagi, dimana kehidupan, indera, kata-kata tak berlaku lagi!
“Sebelum Dia menciptakan langit dan bumi, Dia ada di Ama, potensial absolut. Dan Dia begitu, kini dan selamanya.”
Tempat ketiadaan adalah kegelapan absolut sedemikian sehingga segala sesuatu yang seseorang ketahui, pikirkan, dan bayangkan sama sekali menjadi tak berlaku.
Mari berharap bahwa kita adalah mereka, atau setidaknya di antara mereka, yang telah Dia pilih untuk DiriNya.
Namun di luar konsepsi ruang dan waktu, segala sesuatu telah dijalani dan selesai! Maka apa yang perlu kita lakukan adalah menapaki jalan yang merefleksikan fitrah dan karakter kodrat kita, jalan yang kita rasakan mudah untuk melaluinya, bukannya yang memberatkan kodrat kita dan membuat hidup kita menjadi sukar.
“Allah menciptakan Adam dalam citraNya sendiri.”
Apa artinya ini? …
Keberadaan manusia berselaras dengan keberadaan agung. Manusia juga memiliki esensi. Manusia juga memiliki sifat-sifat, fitur-fitur dan makna-makna yang menjadi bagian dari esensinya, dan memiliki tempat dimana ia memanifestasikan fitur-fiturnya, yakni, tubuhnya.
Seperti halnya tentang Keberadaan Absolut, Esensi (Dzat), Sifat-sifat, Nama-nama (asma) dan Perbuatan (af’al), kita juga dapat membicarakan mengenai esensi, sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan manusia. Tentu saja, bahwa esensi manusia pada puncaknya diturunkan dari Esensi Absolut, karena manusia tak memiliki esensi yang terpisah dari Esensi Absolut dari yang Maha Esa. Keberadaan manusia bergantung pada keberadaan Esensi Absolut.
Sifat-sifat manusia dapat diringkas sebagai berikut: kehidupan, ilmu, keinginan, kekuasaan, kemampuan berbicara, mendengar dan melihat. Dengan kata lain, manusia itu Hayy (Hidup), Alim (Mengetahui), Murid (Berkehendak), Qadir (Berkuasa), Mutakallim (Berbicara), Sami (Mendengar) dan Bashir (Mengevaluasi). Ini karena keberadaan manusia bergantung pada keberadaanNya, dan karenanya kepada sifat-sifatNya.
Karenanya, Allah telah menciptakan manusia dalam citraNya sendiri, yakni dalam citra Nama-nama dan Sifat-sifatNya. Tidak ada keberadaan lain yang dengan citranya dia dapat menciptakan manusia. Walau bagaimanapun, Dia meliputi seluruh keberadaan; tak ada apa-apa selain Dia!
Setiap individu merupakan ekspresi unik dari komposisi unik nama-namanya. Sebab itulah, ada keragaman dalam kesatuan. Walaupun pada hakikatnya kita semua adalah satu dan sama, manifestasi keluarnya adalah beragam. Sebagai perumpamaannya, jika makna-makna kedalam dari yang Esa terlokalisasikan keluar dan menjadi padat pada titik-titik yang terhitung jumlahnya, kita mendapatkan apa yang nampak sebagai kosmos.
Setiap titik lokal ini, secara hakikat dan asalnya, merupakan komposisi dari nama-nama agung, diperbesar dan dimanifestasikan pada skala besar. Jadi, semua galaksi dan konstelasinya, dengan semua bintang, sinarnya dan lain-lainnya, hanyalah komposisi yang berbeda dari nama-nama agung. Mereka semua adalah materialisasi dari sifat-sifat komposisional yang merupakan nama-nama agung.
Keberadaan Absolut berkehendak untuk melihat makna-maknaNya, maka mengungkapkan DiriNya melalui Nama-namaNya, yang pada akhirnya membentuk ‘alam bentuk-bentuk’.
Untuk menggambarkan rancangan agung ini, kita dapat umpamakan sebagai lokalisasi Nama-nama agung dan makna-makna yang bertransformasi menjadi sinar-sinar kosmis atau kekuatan-kekuatan malaikatik, yang pada akhirnya membentuk dunia, seperti yang kita kenal.
Sebelum suatu ‘bentuk’ benar-benar mewujud, esensi tipikalnya didefinisikan, dan berdasarkan ini, kemampuan potensi dan ketrampilannya dilimpahkan.
Dari sudut pandang Keberadaan Absolut, bentuk-bentuk sifatnya tetap, karena bentuk-bentuk pada hakikatnya terbentuk dari komposisi-komposisi Nama-nama dan makna-maknaNya yang tak dapat berubah.