Karenanya, makna-makna dan kondisi-kondisi yang menjadi eksplisit melalui bentuk adalah yang mula-mula menyusun bentuk tersebut. Pengalaman-bentuk dari maknanya merupakan hasil dari lingkungan, kondisi-kondisi, dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkannya.
Semua ini diciptakan dalam Ilmunya Yang Maha Esa.
Sebenarnya, apa yang nampak sebagai mahluk bergerak atau mahluk diam tidak lebih dari nama-nama dalam perbendaharaan IlmuNya.
Keberadaan kasatnya hanyalah dari sifat hipotetikalnya, karena ‘diketahui’ dalam IlmuNya.
Dengan kata lain, keberadaan merupakan keyakinan yang dianugrahkan kepada kita. Ilusi, bahwa kita berada di luar Allah, adalah karena nama-nama atau label-label yang diberikan kepada kita.
Seperti halnya memberi label ‘x’ kepada data hipotetikal dalam sebuah algoritma, ia tak memiliki keberadaan substansial mandiri. Namun karena kita mengatakan ‘x’, kita mengasumsikan bahwa x ada, padahal kenyataannya hanyalah gambaran hipotetikal.
Dalam realitas nyata, hanya Allah yang ada.
Menurut siapa?
Menurut Dia yang melihat ciptaanNya melalui mata mereka yang telah ‘memenangkan’ (fath) hakikat sejatinya, dengan mencapai Stasiun Tinggi Kewalian (Wilayat-I Kubra) pada tingkat kesadaran Diri Yang Diridhai (Nafs-I Mardhiyya).
Jadi, semua ‘hal’ yang kita kukuhkan sebagai ada, tidak lebih dari bentuk-bentuk Nama-namaNya yang diciptakan dalam IlmuNya. Apapun tak dapat hadir secara mandiri.
Jika dievaluasi dari sisi Perbendaharaan Ilmu, segala sesuatu yang dianggap ada, menurut indera kita, akan terbukti tak lebih dari ‘bentuk-bentuk pengetahuan’.
Sederhananya, seluruh ciptaan adalah komposisi dari Nama-nama. Semua dimensi yang beragam dan tak terhitung di dalam kosmos ini merupakan komposisi-komposisi yang berbeda dari Nama-namaNya.
Mereka yang telah mencapai tingkatan Diri yang Murni (Nafs-I Safiyya) adalah mereka yang telah mampu menjebol pengkondisian-pengkondisian oleh ‘bentuk-bentuk’ eksplisit pada makna-makna implisit.
Mereka adalah orang-orang yang telah meninggalkan keberadaan hipotetikal mereka dan bergerak menuju samudra ‘ketiadaan’ dan menjadi ‘segala sesuatu’.
Dengan merealisasikan dan menjalani ‘ketiadaan’ mereka, mereka mencapai tingkatan ‘Kesatuan Keberadaan’(Wahid’ul Ahad), dan karenanya menjadi segala sesuatu!
Sekarang mari mencoba memahami hal berikut:
“Masing-masing akan berbuat menurut program ciptaannya (fitrah – disposisi kodrati).” (Al-Qur’an 17:84)
Artinya, untuk tujuan apapun, individu-individu diciptakan untuk memenuhinya. Sarana untuk mencapai tujuan ini akan dijadikan mudah dan mereka akan bisa mencapainya. Keputusan-keputusan dan perbuatan, yang diperlukan untuk pelaksanaan misi mereka, akan dibuat menarik dan menyenangkan, sedemikian rupa sehingga akan mewujud secara alami dengan mudah.
“Rabb mu (realitas Nama-nama yang menyusun esensi Anda) menciptakan dan memilih sesuai kehendakNya, mereka tak mempunyai pilihan (atau suara) dalam perkara tersebut.” (Al-qur’an 28:68)
Dapat Anda lihat, jika Anda terbatasi kondisi-kondisi, batasan-batasan, dan tidak memecahkan kepompong Anda, maka tindakan untuk memecahkan realitas dunia-kepompong akan menjadi sulit bagi Anda.
Mengingat hal ini, tindakan untuk menetas, atau meninggalkan rahim, baik itu binatang yang melahirkan atau serangga yang berusaha menetas dari kepompongnya, selalu merupakan proses yang sulit!
Karenanya, tindakan untuk menjebol dunia-kepompong seseorang, dunia ‘materi’, untuk mencapai Alam Malaikat (Malakut) yang tak berbatas bukanlah proses yang mudah…
Seperti halnya peralihan dari satu dimensi ke dimensi lainnya, transisi ini adalah sebuah ‘kebangkitan’ (ba’th), yakni sebuah kelahiran baru, awal baru, yang ‘pertama’ setelah yang ‘terakhir’ …
Namun bagi sebagian orang, proses ini dibuat relatif mudah atau menarik … karena Allah berkehendak demikian …
Sebuah struktur yang tak terhitung dan tak berbatas! Lapisan-lapisan ‘makna’ di luar pemahaman! Sebuah ‘nama’ yang menunjuk kepada keberadaanNya, namun tidak terkondisikan atau bahkan tak terdefinisikan!
Anda, saya, dan ini-itu … Kita semua ada sebagai ekspresi yang berbeda dari komposisi yang berbeda dari Nama-namaNya … Namun untuk mengalami ‘keberadaan’ sebagai keseluruhan, tanpa memecah-mecahnya, membutuhkan pelepasan dari ‘Anda’ dan ‘saya’nya.
‘Diri’ bagaikan tirai di antara pecinta dan yang dicintai. Ketika pecinta melenyapkan dirinya dalam yang dicintai, tirai itu akan diangkat, ‘dualitas’ akan lenyap, dan hanya cinta yang tersisa.
Ketika seseorang ‘menginginkan’, maka ia ingin memiliki. Namun ketika seseorang ‘mencintai’ ia akan kehilangan ‘diri’nya dalam yang dicintainya. Ia meninggalkan identitasnya sama sekali dan menjadi lenyap dalam yang dicintainya. Pengalaman mikro dari KESATUAN ini kemudian beriak ke dalam kosmos, berubah bentuk menjadi pengalaman makro dari Kesatuan, hingga kesadaran, persepsi dan pengalaman ‘individual’ sama sekali tak berlaku lagi.